"Ragita Tunggadewi?"
Tanganku terangkat pelan sekali. Ketika ia menemukanku dan sepersekian detik saling tatap, ia menebarkan senyum sebelum menulis pada kertas yang dibawanya. Aku termangu sebentar.
Itu, tadi, betulan senyuman, kan? Bentuknya mirip bulan sabit.
Astaga. Bulan sabit!
Aku menggigit pipi bagian dalam, teringat suatu malam di mana aku membayangkan hal-hal aneh.
Tidak ada yang bisa kudengarkan secara jelas setelah namaku dipanggil olehnya. Mataku tak henti-hentinya mencuri pandang pada lelaki itu—oke, namanya 'Kak' Gadang—yang sudah berkumpul dengan teman-temannya di belakang, tampak membicarakan sesuatu sambil sesekali tertawa. Mati-matian aku ingin berhenti mengamatinya, tapi kenapa ia jadi terlihat begitu menarik apabila diperhatikan lamat-lamat?
Rasa maluku seperti sirna seakan tidak pernah ada.
"Hei." Lenganku disenggol dari samping. "Gita, kan?"
Aku mengangguk, seketika meneliti seorang gadis dengan rambut panjang terurai dan tampak terawat yang menyapaku barusan. Ia tersenyum lebar lalu menyorongkan tangannya—gestur hendak bersalaman. "Gue Ratna. Kita satu kelompok, nih. Salam kenal, ya."
Aku menjabat tangannya ragu-ragu. "Kelompok?"
Ratna mengernyit, namun tak lama. "Iya, kelompok klub."
Air muka Ratna yang sarat akan masa lo nggak tahu, sih? membuat otakku berpikir cepat. Oh. Benar. Kelompok. Ah, tentu, pasti aku kelewatan tidak mendengarkan tadi.
Pertemuan ditutup setengah jam kemudian. Sebelum dibubarkan, kami diminta untuk berdiri di tempat dan satu per satu membentuk barisan mengular. Para anggota baru bersalaman dengan anggota lama.
Dadaku berdentum, timbul rasa mulas yang melilit perut. Rasanya ingin kabur dari situasi ini.
Tiba ketika giliran Kak Gadang yang hendak kusalami, aku mengepalkan tangan kiriku kuat. Entah kenapa harus segugup ini, padahal aku bisa saja bersikap biasa dan menyapanya kasual. Tapi, sayangnya, aku tidak bisa.
Gadang meraih telapakku, menguncinya dalam genggaman seraya tersenyum hangat dan berkata, "Ragita? Selamat bergabung, ya."
Aku mendapatkan dua buah bulan sabit hari ini. Dengan namaku yang keluar dari bibirnya, rasanya aku ingin meleleh di tempat.
— — —
notes:
Selamat hari Jumat, semogs harimu baik! ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
crescent.
Short StoryHanya tentang seorang Gita yang lebih menyukai bulan sabit dibanding purnama. © 2019 all rights reserved by fluoresens. [cover photo belongs to its rightful owner.]