Aku percaya

141 10 0
                                    

"Sana masuk" ucap lelaki itu sembari menaikkan alis tebalnya.
"Gak mampir lo?"
"Males" jawabnya dengan mengalihkan pandangan ke arah kaki ku.
"Aih" ucapku dengan nada dan pandangan yang bisa dibilang kesal.
"Kenapa pipinya?" Ucapnya kembali sembari menusuk-nusuk pipiku dengan jarinya.
"Gak kenapa lah" balasku yang langsung menyingkirkan jari itu.
"Itu kok makin chubby?"

"Baru baikan, tahan.. tahan.." Balasku dalam hati.

"Besok kerja?"

"Iyalah!" Teriakku nyolot.

"Woy, pacaran kok diluar, masok lah!" Teriak adik ku dari lantai dua dimana itu adalah balkon kamarnya.

Akhirnya Levin turun dan kami pergi ke tamanku, taman mawarku yang sudah diubah dekorasinya, menjadi taman bersantai dengan bunga yang dikurangi dan dipindah ke balkonku.

"Mau kopi? Teh? Jus? Marimas?"
Tawarku pasa Levin yang sedang merokok.

"Sejak kapan kamu ngerokok!" Teriakku dan langsung merebut sebatang rokok itu lalu menginjaknya.

"Sejak lo marah" jelasnya singkat lalu menatap langit malam.
"Kamu pagi-pagi masih bangun buat liatin langit?" Sambungnya.
"Duh pokoknya awas ya kamu ngerokok!" Gerutuku kesal sembari mengentakkan kaki pada lantai.
"Jawab" balas Levin dingin.
"Nggak"
"Bagus" ucapnya sinis.
"Gue benci langit" sambungnya sembari menatap kesal langit kali ini.
"Kenapa?" Tanyaku yang mulai duduk di sebelahnya.
"Karna dia Sky"
"Namanya bukan lagi Sky, tapi Sam, di kehidupan sehari-harinya pun di panggil Sam. Tolong jangan benci pada langit"
Pintaku pada Levin yang kini menatapku aneh, dan aku pura-pura mengalihkan pandangan.
"Gue mau jus mangga aja, gausah repot-repot"
"Untung baik lo" balasku yang meninju lengan Levin.
"Sakit monyet"
"Lebay" kini aku sudah bersiap untuk berdiri dan berjalan ke dapur.
"Tadi nawarin jus ga sih?" Tanya nya dengan wajah konyol yang menghadap ke wajah ku.
"Nggak, marimas!"

Aku pun pergi ke dapur membuat jus mangga untuk Levin.

• • •

"Lo dateng ke acara Tifanny waktu itu?" Tanyaku yang sudah membawa jus mangga Levin.
Dia menggeleng,
"Padahal gue udah siapin dress itu sih"
"Gue males, ada lo" jawabku cepat.

"Tha, lo ada niat gak?" Kini kami sudah berada di kamarku, karna diluar sudah mulai dingin.
"Niat apa? Kalau niat aku selalu ada sih" jawabku enteng sambil membaca komik andalanku.

"Nikah" ucap Levin secara tiba-tiba


"Udah jam berapa sih ni?" Ucapku yang mengalihkan pembicaraan lalu menutup buku komikku dan tidur disebelah Levin yang berbaring sejak tadi.
"Nikah" bantahnya kembali.
"Tadi lo bilang niat selalu ada?" Sambungnya, yang memutar posisinya dan tepat wajah itu sangat dekat denganku.
"So..Will you marry me?"

Pertanyaan tengah malam ini tentu membuat ku terkejut, apakah harus terburu-buru? Mungkin bukan kali ini.

"Jangan bercand.." balasku dengan tawa kecil dan mendorong wajahnya pelan dengan tanganku.
"Aku serius" dengan mata berbinar dan serius itu, dia terus menatapku, tanpa henti.
"Aku sayang kamu, tapi ini kecepetan." Balasku yang juga berani menatap matanya.
"Aku lebih sayang kamu, makasi:) gua ngantuk, bobok sini ya?"
"Ih masa berdua" kataku dengan wajah yang seolah berkata "moga ni anak mesumnya gak kambuh"
"Juga lo gak gue apa-apain"
"Nih guling pembatas, yang lewat besok teraktir pizza" sambungnya dan langsung memejamkan matanya.

• • •

LEVIN.

"Jam berapa nih?" Tanyaku dengan suara khas orang mengantuk.
Akupun melirik ke jam digital flip number besar dikamar pacarku ini.
"Jam 6 ya? Waduh kaki gue lewat, pindahin dulu, sini tangannya, yes, makan kenyang" ucapku bisik-bisik dan tertidur lagi.

"Kring!!!!!!kring!!!!!!" Teriak Alram milik sang pacar.

"Udah jam 6, lah? Tangan gue? Mumpung dia tidur gue pindahin ah" kata Aletha sangat pelan.

Aku tidak sebodoh itu sayang.

Hap! Aku pura-pura mengigau dan menangkap tangan itu.
"Tanganmu sayang, nanti jam 5 di tempat kita biasa beli pizza ya" kataku tersenyum sinis.

"ish! Auk mandi gue" dia kesal guys.

• • •

"Udah pulang lo?" tanyaku pada seorang wanita diponsel.

Mendengar kata "udah" darinya aku langsung bersiap-siap dan menjemputnya.

Sudah sampai di stasiun kereta aku melihatnya dengan pakaian ocean blue itu dilengkapi blazer putih.

"Hei!" Teriaknya yang sudah melihatku disini dengan wajahku yang malas.
Aku hanya diam dan membiarkannya yang menghampiriku.
"Aduh sayang.." katanya yang langsung merangkulku erat.
"Plis jangan lebay, lepas" balasku ketus.
Aku dan wanita ini pun memasuki mobil dan membawanya ke rumahku.

Tiba-tiba telpon ku berdering dan itu adalah Aletha.
Aku sengaja memperkuat volumenya.
"Hai sayang" mulaiku pertama, ku tahu respon wanita disebelahku ini, dia langsung menoleh tajam dengan wajah yang heran.
"Hai, udah dimana by? Aku udah sampe disini lo" Pertanyaan bagus, ini akan membuatnya semakin panas.
"Aku langsung kesana ya sayang, gak lama kok"
"Hm"
Dan komunikasipun terhenti.

"Bel, gue mau ketemu pacar gue, sekarang dan gak boleh telat, lo mau pake taxi? Ojol? Atau mau ikut?"
"Ikut"

• • •

"Aletha, udah lama?" Tanyaku yang menghampirinya ke meja yang sudah ia duduki.
"Nggak kok, baru 46 menit"

"Baru-_-"

"Oh lo pacarnya Levin? Gue tunangannya, Bela. Bela Fransiska Eudora. Gue kerja sebagai pramugari, so sadnya gue beda pesawat sama Levin."

Aku bisa melihat Aletha dengan wajahnya yang berkata "sakit"

Namun dia tegar, dia tak meninggalkan ku dan Bela disini.
Dia tetap mengikuti acara makan malam ini sampai selesai.

"Aletha, depan ya" ucapku.
"Gue ihh" sahut Bela yang langsung menyerbu kursi depan.
Aku tak akan diam demi Aletha.
"Oke lo depan ya, nih kuncinya." Aku dan Aletha pun duduk dibelakang bersamaan. Aletha hanya diam tapi sikapnya aneh.

Bela dengan kesal terpaksa harus menyetir mobil.

"Dia bukan tunangan gue, dia emang selalu gitu, lihatkan sikap mamah sama lo, dia gak mungkin biarin gue sama Bela." Bisikku kepada Aletha yang kini ada dipelukkanku, Aleth menatapku dalam dengan mata berbinarnya.
"Aku percaya" ucapnya tenang.

• • •

Rindu (Proses Merapikan Cerita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang