Keputusan

125 8 4
                                    

AUTHOR POV

"Selamat pagi. Hari ini jadwal kamu mandi ya, " teriak Aletha yang membuka pintu Levin tanpa ketuk. "Kamu mandiin aku ?" Balas Levin dengan mata penuh harapan. "iya" mata Levin melotot sesaat, "ngga lah. Masuk" sambung Aletha disusul dengan dua orang pemuda dengan baju medis yang siap memandikan Levin. Mata Levin mebelalak dan langsung berkomentar "ahh aku gamau mandiii, gamau"
Aletha meninggalkan senyum sekilas dan langsung berubah menjadi wajah sangar. Aletha keluar ruangan dengan kaki yang melangkah dengan sepatu converse dongkernya menunggu dibalik pintu sampai pujaan hati selesai dibersihkan. 15 menit berlalu, dua lelaki itu keluar dan mengijinkan Aletha masuk. "Sudah wangi kan" ucap Aletha yang melihat Levin sudah duduk dengan tangan yang dilipat didepan dada dan wajah murungnya tak mau melihat Aletha. "Sini, jangan cengeng," Aletha beranjak ke belakang tubuh Levin dan mulai mengeringkan rambut Levin dengan handuk dan hairdryer. Menyisir bak seorang bunda. Telintas pikiran jahil Aletha untuk memecahkan suasana ini, Aletha mengambil sebiji karet unyil dan mengikat sebagian rambut Levin yang sudah mulai panjang dan mengaitkan pita disana. Levin yang masih merajuk tak menyadari apa yang diperbuat Aletha pada rambutnya saat ini. "Bosen banget dikamar, ayo keluar" ajak Aletha. Aletha menuntun Levin untuk duduk dikursi roda lalu mereka segera keluar. Levin merasa aneh pada sekitar yang melihatnya lalu tertawa kecil, tapi itu bukan jadi yang dipikirkan pertama oleh Levin saat ini. "Tha, sore itu kamu bener nunggu aku ?"
Aletha sebenarnya tak ingin membahas hal ini lagi, tapi baginya bukan menjadi suatu masalah untuk dibahas saat ini. Aletha hanya mengangguk dan sedikit bunyi sambil mendorong kursi roda Levin. "Kenapa masih bertahan ?" kini Levin memutar kepalanya kebelakang untuk melihat wajah Aletha. Aletha menjadi sedikit salah tingkah, "ya begitu," jawab Aletha salah tingkah dan memutar wajah Levin kembali semula yang sudah tersenyum jahil. "Ngomong-ngomong kenapa setiap lewat aku diliatin terus ? Sambil ketawa lagi ?" sudah sadar akan lingkungan sekitarnya, Aletha hanya tertawa kecil dan mengibuli Levin bahwa mereka hanya ingin seperti mereka. "Levin" panggil pelan Aletha. Aletha tak sanggup melontarkan kata-kata ini, namun ini adalah yang terbaik. Levin menjawab dan menanti perkataan Aletha selanjutnya. Roda itu telah berhenti dibawa pohon yang sedang bahagia menggugurkan daunnya. "Aku mau kita putus. Aku rasa ini yang terbaik," ucap Aletha dengan nada yang sangat tak yakin akan perkataannya sendiri. Levin hanya terdiam mendengar perkataan itu. "Kita gak punya masalah kan ? Kenapa, Tha ? Apa karna kamu nunggu lama kemarin ?" tak hanya itu yang sebenarnya ingin ditanyakam oleh Levin, masih ada 1001 pertanyaan lagi akan keputusan Aletha yang sama sekali tidak bisa dimengerti oleh Levin. "Oke kamu diam. Jawabanku, aku gak mau," sambung Levin yang melihat Aletha hanya diam duduk menghadap Levin dikursi taman. "Aku mohon, Vin. Aku pengen bebas dari semua ini. Aku pengen lihat kamu memilih yang terbaik," Jelas Aletha yang menunduk menahan tangis. "Dalam hubungan itu keputusan dari kedua belah pihak sangat penting. Saat kita pertama jadian, aku nembak kamu dan aku menunggu keputusan dari kamu. Dan sekarang kamu pengen ngakhirin ini semua tanpa mau peduli keputusan ku ?" jawab Levin masih tenang yang memegang kedua tangan Aletha dan menatapinya dalam. "A-aku cuma mau yang terbaik buat aku dan buat kamu," Levin menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya bersusulan dengan melepas tangan Aletha perlahan. "Huft (sedikit menahan tawa) terbaik bagi kamu iya. Terbaik bagiku kamu bilang ? Kalau kamu cinta sama aku, kamu pasti tau yang terbaik, apparently not. Ternyata hanya segini kemampuan kita bersama. Aku mau pulang," Ucap Levin yang sebenarnya ingin sekali meluapkan amarahnya, ia mendorong roda pada kursi rodanya dan memutar arah segera kembali ke rumah sakit. Aletha menahan itu dan menangkap pendorong pada kursi roda Levin. "Lepas" perintah Levin pelan. Aletha bersikukuh memegang pegangan itu. "Lepas!" Teriak Levin yang membuat tangan Aletha gemetar dan melepas perlahan. "Vin.." panggil Aletha pelan yang menyaksikan Levin pergi dibawa angin segar pagi ini. Aletha gemetar dan kembali duduk mengusap air matanya yang biasanya diusap oleh Levin. Levin pergi dengan rasa emosi, siapa yang tak akan heran ? Pabila tiba-tiba hubungan diakhiri begitu saja tanpa Levin tau alasan yang pasti.

• • •

Dear diary..
Sudah ? Sekarang aku telah menjadi orang paling dibenci dikehidupannya.

"Hik..hik.." lirih tangisan Aletha yang memenuhi ruangannya saat ini. Sudah pukul 12.00 saatnya ia harus ke kamar Levin, mengecek kondisi Levin saat ini.

"Ceklek.." tangan gemetar itu sudah berhasil membuka pintu. Sepasang mata telah menyaksikan sang mantan kekasih tertidur membelakangi pintu, tepatnya mengabaikan yang datang. Aletha bersikap biasa layaknya seorang dokter. Mencatat segala perkembangan pasiennya. "Get well soon" ucap Aletha yang berlalu pergi tanpa balasan sepatah dua patah katapun dari Levin. Levin hanya memejamkan matanya saat Aletha tiba.

• • •

Sudah 2 bulan Aletha dan Levin perang dingin. Karna kejadian itu Levin meminta untuk cepat dipulangkan dari rumah sakit tepatnya satu bulan lalu. Setelah pernikahan Trisha dan Iyan, Levin memutuskan untuk kembali bertugas, Aletha rasa tepatnya pergi lari dari kenyataan dan melupakan dirinya dengan cara berlari sejauh mungkin. Tepat lusa ini Trisha dan Iyan menggelar acara pernikahan mereka, Aletha dan Marsha tentu menjadi yang tersibuk dimulai dari minggu kemarin. Mulai membantu memilih gaun resepsi, kebaya saat akad di masjid nanti, sampai memilih WO terbaik.

"Iya mbak Put. Untuk pengiring pengantin gaunnya yang saya kirim kemarin sizenya nanti saya WA. Gini aja deh. Nanti saya fitting kesana sama calon mempelai dan temen-temen yang lain. Iya, sama-sama mbak,"

"Bukan mass. Katering yang paket A. Iya siap mas,"

Tampak sibuk, Trisha menghampiri kedua sahabatnya tersebut dan memeluk mereka penuh haru. "Thanks guys. Aku gak tau aku bisa selesain ini semua atau nggak kalau gak ada kalian,"
"Kewajiban kita kok," balas Marsha yang melepas pelukan itu dan memegang kedua lengan Trisha. "Ah iya. Bisa gak kita fitting sekarang ? Pengiring pengantin cuma 10 kan ? Aku, Marsha, sama adik Iyan, Bella, Ayu, dan Cintya. Untuk yang laki-laki, Kevin, Le-Levin, Bayu, Dimas, dan Diva. Nanti fitting jam 2 siang ya. Di butik glamour jalan kenanga. Aku WA grup anak-anak deh,"

Grup
Aletha : fitting di butik glamour, jalan kenanga. Jam 2 siang ya..
Kevin : bawa apa aja ?
Aletha : nothing
Iyan : hmm
[read by all]

"Kamu dateng kan ? Gini rasanya ya, yang dulu diprioritaskan, dalam satu keputusan menjadi tak dipedulikan" benak Aletha tak kuasa menahan sesak. Ini baru tanda kecil, bagaimana jika Levin membawa gandengan baru saat diacara Trisha nanti ?

• • •

Rindu (Proses Merapikan Cerita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang