CHAPTER 6
.
.
.
"Hei, Mark!"
Mark hanya menoleh lalu tersenyum sekilas sebelum kembali fokus pada buku tebal dihadapannya. Membuat pemuda tinggi dengan kulit sedikit gelap itu menggerutu, merasa kehadirannya diabaikan. Jika biasanya ia akan merecoki Mark ketika diabaikan, kali ini pemuda itu hanya diam ketika mendapati wajah sahabat yang terlampau serius. Mata yang berbalutkan kacamata bulat dengan lensa berwarna perak dibiarkan menyusuri setiap kata yang tertulis dalam buku tebal dihadapannya dengan tekun.
Pemuda itu mengernyit.
"Leukimia? Bukankah materi kita belum sampai sejauh itu? Kenapa mempelajarinya?"
Mark berhenti sejenak, tersenyum tipis.
"Hanya ingin mempelajari saja"
Pemuda itu menggeleng. Mark memang rajin, tapi ia rasa temannya tidak serajin itu hingga lebih awal mempelajari materi yang baru akan mereka dapatkan di semester depan .
"Tidak, tidak. Aku mengenalmu sejak sekolah mengengah, Mark. Kau bukan tipe yang serajin itu"
Mark terkekeh mendengar penuturan si sahabat. Benar juga, ia memang tidak serajin itu.
"Setidaknya aku lebih rajin darimu, Wong Lucas"
Pemuda itu –Lucas- hanya mengangguk sambil tertawa membenarkan perkataan Mark.
"Jujur padaku, untuk apa kau memperlajari buku itu? Oh, tidak! Jangan katakan padaku kalau kau-"
PLAK!
"Hei! Kenapa memukulku?"
Pemuda itu menatap Mark marah, tak terima kepalanya dipukul begitu saja oleh Mark.
"Jangan berpikir macam-macam, Luc! Kau terlalu banyak menonton drama"
Dan kali ini ia hanya bisa tersenyum kecut melihat bagaimana sahabatnya itu telah berhasil membaca apa yang dipikirkannya.
"Jujur padaku, Mark. Aku tau ada yang sedang kau sembunyikan dariku. Kau terlihat tidak bersemangat belakangan ini, kau lebih banyak melamun, dan terkadang kau terlihat hampir menangis"
Mark tersenyum kecut. Lucas terlalu mengenal dirinya. Bersahabat sejak masih duduk di bangku sekolah menengah benar-benar membuat mereka mengerti satu sama lain.
"Kau cerewet sekali, sih"
Lucas mengangguk mengiyakan. Ia memang cerewet, sejak bayi sudah cerewet, itu kata ibunya.
"Jangan mengalihkan topik, Mark. Ceritakan padaku apa masalahmu. Aku bisa menjaga rahasia. Sekarang katakan padaku, apa kau sakit?"
Mark menggeleng dan tersenyum.
"Bukan aku yang sakit, tapi Jeno"
Lucas berpikir sejenak. Mengingat setiap wajah adik-adik Mark beserta namanya.
"Ah! Adikmu yang tampan dan bermata seperti bulan sabit itu?"
Mark mengangguk dan tertawa pelan mendengar pujian Lucas untuk adiknya. Ya, Jeno memang tampan. Adiknya yang satu itu benar-benar tampan.
"Jeno sakit? Sakit apa? Sudah kau bawa ke dokter?"
Ya ampun, Lucas benar-benar mirip seperti ibu-ibu. Terlalu peduli dan juga cerewet.
"Sudah"
"Lalu? Sudah sembuh?"
Sembuh?
Mark tersenyum miris, tatapan berubah menjadi sendu lalu diam seribu bahasa. Rasanya susah sekali menjawab pertanyaan sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WARM HEART
FanfictionJangan mengharapkan sebuah romansa indah dalam cerita ini. Karena yang akan kalian temukan hanyalah sebuah cerita dengan alur pasaran, serta kisah tentang cinta dan kasih sayang tulus dari sebuah keluarga. Tidak ada bagian yang membuat jantung kalia...