CHAPTER 16
.
.
.
"Kenapa kau mematahkannya?!"
Matahari sudah tenggelam dan jam pun sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Bagi para siswa, jam-jam seperti inilah waktu mereka untuk berkutat dengan buku-buku pejaran mereka. Sama halnya dengan Haechan dan Renjun. Mereka sedang belajar, tetapi kegiatan mereka harus terganggu secara mendadak ketika suara cempreng Chenle mulai terdengar dari ruang tamu.
"Bukan aku yang mematahkannya!" kali ini suara Jisung pun terdengar.
Dalam hitungan detik, Haechan dan Renjun bisa menarik kesimpulan bahwa kedua bocah itu pasti sedang bertengkar. Haechan mendecih dalam hati. Kedua bocah itu jika sedang akur bisa selengket permen karet yang menempel di rambut, susah dipisahkan. Tapi ketika sudah bertengkar, perang dunia ke-III mungkin saja bisa terjadi.
Haechan menyenggol Renjun dengan sikunya, "Renjun-ah, keluarlah dan urusi kedua bocah itu"
Renjun yang memang pada dasarnya merupakan anak penurut, tentu saja dengan segera beranjak dari tempat dan segera menuju ke arena pertempuran. Dimana sudah ada Chenle dan Jisung yang saling memberikan tatapan sengit. Tangan kanan Chenle menggenggam miniature gundam dari ujung kepala hingga kaki, hanya saja gundam itu tidak memiliki lengan. Tentu saja, karena lengan gundam itu kini sedang berada di tangan Jisung. Gundam itu baru seminggu mereka dapat dari nenek Jeno, terlalu cepat bila mainan mahal itu rusak sekarang.
Bocah gingsul itu mengangguk paham, ia sudah menarik kesimpulan.
"Apa sih yang kalian ributkan?" tanya Renjun pelan.
"Jisung mematahkan lengannya, ge!" adu Chenle sambil menunjukkan robot gundam tanpa lengan itu pada Renjun.
"Bukan aku yang mematahkannya! Lengannya patah sendiri, kok!" Jisung tidak terima ia dituduh seperti itu. Ia tadi kan hanya memegang sebentar dan tiba-tiba lengannya patah, jadi jelas bukan Jisung yang mematahkannya.
Ia hanya ME-ME-GANG, bukan ME-MA-TAH-KAN.
"Mana bisa lengannya patah sendiri?! Kau pasti sengaja menariknya hingga patah!" Chenle kembali membantah.
Renjun menghela nafas, ia tidak yakin bisa menyelesaikannya sendiri. Jaemin sedang membantu ibu di toko dan Jeno sedang tidur. Kedua 'orangtua' bocah itu sedang tidak ada di lokasi kejadian.
"Sudah kubilang, bukan aku!" Jisung kembali berteriak.
"Kau yang mematahkannya!" Chenle tidak mau kalah, ia juga berteriak dengan suara cempreng.
"Bukan aku, Chenle!"
Chenle terdiam sejenak ketika Jisung memanggilnya tanpa embel-embel 'hyung', sesaat kemudian emosinya memuncak. Ia mendekati Jisung dan mendorong Jisung. Tidak terlalu keras memang, tapi cukup membuat Jisung yang kurus terjungkal ke lantai. Chenle kan lebih banyak tenaga dibanding Jisung.
HUWEEEEEE!!!
Tangis Jisung pecah ketika sang hyung mendorongnya.
Renjun kelabakan, ia segera mendekati Jisung dan menepuk punggung bocah itu pelan. Dibantunya Jisung berdiri.
"Chenle-ya, tidak boleh mendorong adikmu seperti itu" tegur Renjun pada Chenle. Nadanya sih lembut, tapi karena emosi Chenle sedang tidak stabil, nada itu terdengar seperti bentakan. Chenle paling sedih jika gege-nya marah.
"HUWEEEEE~!! Renjun-ge membentakku~!!"
Renjun menepuk jidat ketika Chenle mulai menangis dengan suara melengking. Kedua bocah itu menangis. Secara bersamaan dan dengan suara yang keras. Pikiran Renjun menjadi kacau.
![](https://img.wattpad.com/cover/142985948-288-k48671.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
WARM HEART
FanfictionJangan mengharapkan sebuah romansa indah dalam cerita ini. Karena yang akan kalian temukan hanyalah sebuah cerita dengan alur pasaran, serta kisah tentang cinta dan kasih sayang tulus dari sebuah keluarga. Tidak ada bagian yang membuat jantung kalia...