Chapter 18

2K 231 79
                                    

CHAPTER 18

.

.

.

PYAR!!

Baru saja Mark melangkahkan kaki ke dalam rumah dan ia sudah disambut dengan suara pecahan kaca yang sepertinya berasal dari dapur. Dengan cepat ia berlari ke arah dapur setelah meletakkan tasnya di sembarang tempat. Dan betapa terkejutnya Mark ketika yang ia lihat bukan hanya pecahan gelas, melainkan juga Jeno yang sedang merigkuk menahan sakit di lantai. Wajah adiknya seputih kapas serta keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya.

Mark mendekati Jeno dan mencoba membantu bocah malang itu bangun.

"Jeno-ya, gwaenchana? Mana yang sakit?" tanya Mark panik.

Jeno membuka matanya perlahan dan menatap Mark dengan tatapan lemah. Dengan bibir pucat ia mencoba untuk tersenyum, walaupun pada akhirnya senyum itu malah terlihat seperti ringisan.

"Hh..hyung"

"Katakan pada hyung mana yang sakit, jangan menahannya sendiri"

Bukannya menjawab pertangaan Mark, Jeno malah semakin sibuk meringis karena rasa sakit. Seluruh tubuhnya nyeri, seperti ada ribuan pedang yang menusuk hingga ke tulang. Tangan Jeno menarik baju Mark dan meremasnya kuat. Tanpa pikir panjang, Mark yang entah mendapat kekuatan dari mana mengangkat tubuh Jeno yang hampir sama tinggi dengannya. Tepat ketika ia mengangkat Jeno, ia bisa merasakan kalau tubuh adiknya jauh lebih ringan dibanding ketika terakhir kali ia menggendong Jeno.

Dibalik punggung, ia bisa mendengar jelas nafas Jeno yang tersenggal dan erangan tertahan keluar dari mulut Jeno. Dan sepertinya punggungnya pun mulai basah oleh keringat Jeno.

Sesampainya di kamar, Mark membaringkan tubuh Jeno dan menyelimutinya. Walaupun akhirnya selimut itu berakhir berantakan karena Jeno yang sedari tadi menggeliat kesakitan. Mark semakin kalap melihat Jeno yang terus menggeliat kesakitan. Ia ingin menghubungi Jungsoo, tapi ia bahkan tidak ingat dimana ia meletakkan ponselnya. Mark bergegas mencari obat Jeno yang biasa ditempatkan ibunya di dalam laci. Ia mengobrak-abrik laci disamping tempat tidur Jeno, berharap menemukan beberapa macam obat yang biasa dikonsumsi oleh Jeno disaat seperti ini. Sesekali ia melirik ke arah Jeno yang terus merintih kesakitan, bahkan sekarang Jeno mulai terlihat kesulitan bernafas.

Sebenarnya seberapa hebat rasa sakit yang dirasakan adiknya itu?

"Jeno-ya, dimana kau meletakkan obatmu?" ucap Mark yang mulai kalap karena tak segera menemukan obat Jeno.

Dengan tenaga yang hampir habis, Jeno berusaha menjawab pertanyaan Mark, "Hha..hh..bbiss..eungh.." suaranya terdengar seperti bisikan.

Mark tersentak kaget. "Habis?!"

Jeno mengangguk lemah. Tubuhnya sudah tak lagi menggeliat, tenaganya sudah tidak mencukupi bahkan untuk menggeliat sekalipun. Jadi ia hanya bisa berbaring miring dengan tangan meremas erat seprai tempat tidurnya sambil menggigit bibir karena rasa sakit yang menghantam kepala serta tulangnya tanpa ampun. Jangan lupakan perutnya yang terasa seperti sedang diremas-remas oleh tangan raksasa.

"Kita ke rumah sakit!" Mark mengangkat tubuh Jeno dan memposisikan tubuh kurus itu seperti beberapa saat yang lalu, menggendong Jeno di punggunya. Sedangkan Jeno hanya bisa pasrah ketika Mark menggendongnya dan akan membawanya ke rumah sakit.

Dalam hati, ia sungguh merasa bersalah. Ia telah banyak menyusahkan saudara-saudara dan ibunya karena penyakit yang entah bagaimana caranya hinggap di tubuhnya. Andai saja kakinya masih sanggup berjalan saat ini, ia akan lebih memilih berjalan sendiri daripada menyusahkan Mark yang sudah pasti lelah karena baru saja pulang kuliah. Jangan lupakan tubuhnya yang hampir sama tinggi dengan Mark sudah tentu membuat Mark sedikit kesusahan ketika menggendongnya.

WARM HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang