Sudah kuputuskan aku akan membangkang dari Sang Dewa. Persetan dengan ancamannya untuk membunuhku, aku dengan senang hati akan menerimanya.Aku menghentikan aktivitasku menghangatkan suhu dan memekarkan bunga. Perlahan aku mendarat pada sebuah pagar batu bata sebuah rumah, menikmati salju yang masih turun dan udara yang dingin menusuk. Lucu melihat sungai yang ada di seberang pagar itu cair pada salah satu bagian karena pekerjaanku yang terhenti di tengah jalan.
Lama lama aku merasa bosan, lalu memijakkan kaki pada trotoar yang berlapis salju. Aku memain mainkan jariku hingga sebuah bunga terbentuk dan merekah di atas telapak tanganku.
Krieet
Baru kusadari di depanku adalah gerbang sebuah rumah. Gerbang itu terbuka, memperlihatkan lelaki yang mengenakan trench coat cokelat muda keluar dari sana.
Udara yang dingin mengibas ngibaskan rambut cokelatnya yang ikal. Terkejut ia melihat sungai di hadapannya yang cair sebagian.
"Heh~ hal konyol apa lagi yang terjadi hari ini..." dengusnya malas. Ia melihat sungai itu sejenak, lalu terdiam.
Aku melayang tepat di hadapannya, masih memain mainkan bunga di telapak tanganku.
Cih, dia hanya berdiri dengan tatapan serius yang terlihat bodoh di mataku.
"Ningen shikkaku !!"
Sebuah cahaya biru mengenai tubuhku. Cahaya itu membuatku terpental sedikit. Tiba tiba sayapku hilang, membuatku terjatuh ke tanah karena kakiku belum siap menopang tubuh.
Lelaki itu menatapku sejenak, lalu memalingkan wajahnya menahan tawa.
Dia bisa melihatku?? Yang benar saja!
"Bagaimana kau bisa-"
"Pffft... lihatlah ada seorang peri yang sedang bermain main dengan kekuatannya tertangkap basah olehku,"
Merasa dihina, aku melancarkan serangan bola cahaya padanya. Namun, cahaya itu seketika menghilang bagai debu tepat di hadapan lelaki itu.
Aku terdiam, tak mampu berkata kata. Dia menetralisir seluruh kekuatanku begitu saja!
Ia mendekat,
"Hei, peri yang cantik, tak mau kah kau melakukan bunuh diri ganda bersama-"
Aku menendang kepalanya dengan kaki kananku, namun ia telah menundukkan kepalanya terlebih dahulu. Aku berdecih kesal.
Orang aneh macam apa ini? Sepertinya ia sudah tidak waras lagi.
"Gerakanmu sangat mudah dibaca, kau tahu?"
"Kau manusia pertama yang bisa melihatku." Aku refleks mundur beberapa langkah menyadari jarakku dengannya yang semakin menipis, menatapnya waspada. "Siapa kau sebenarnya? Kenapa bisa menetralisir kekuatanku seperti itu?"
"Aku pernah mendengar tentangmu sebelumnya. Dalam buku buku sejarah kuno, namun lebih terdengar seperti dongeng belaka bagi sebagian besar orang. Tak kusangka aku bisa menangkapnya satu. Sepertinya aku perlu membawamu ke agensi untuk kuperlihatakan kepada orang orang~" ia mengangkat daguku hingga mata kami bertemu.
Dia sama sekali tidak menjawab pertanyaanku.
Senyum itu--senyum janggal yang lebih terlihat seperti seringaian psikopat membuatku merasa aneh. Aku menepis tangan itu dengan kasar.
"Hahaha aku hanya bercanda. Bukankah seharusnya kau berterima kasih kepadaku karena telah membuatmu dapat dilihat manusia, huh?" Tanyanya lagi, "aku tahu kau telah hidup beratus ratus tahun. Pasti ada hal yang ingin kau lakukan saat kau dapat dilihat manusia~"
Nadanya jahil, membuatku ingin kembali menendangnya. Namun apa yang ia katakan ada benarnya, sehingga aku mengurungkan segala rasa kesalku.
"Hohoho~~ perkataanku benar ya?"
Ia tersenyum. Menatapku beberapa saat. Aku memalingkan wajah.
"Yasudah. Jika kau membutuhkanku lagi aku selalu keluar dari gerbang itu setiap pagi." Katanya sembari melenggang pergi. "Atau jika kau ingin bunuh diri ganda bersamaku."
Ia meninggalkanku di tengah tengah hujan salju yang masih terus turun.
Tiba tiba ia membalik badannya-
"Hei, peri musim semi! Tolong hangatkan daerah sekitar rumahku saja jika kau tak ingin menghangatkan seluruh daerah ini. Aku kedinginan di rumahku!" Serunya lalu kembali membalik badannya.
Ingin aku menolaknya, namun teringat olehku dia telah membantuku. Dengan terpaksa aku merencanakan untuk menghangatkan daerah sekitar rumahnya dan membuat pohon memekarkan bunganya setelah aku menikmati sejenak kota ini sebagai manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Longer Human
FantasyManusia memiliki berbagai emosi yang selalu pasang surut bagai ombak. Mungkin saja aku adalah manusia yang hampir gagal, dan Dazai tak pernah sekalipun menjadi manusia. Ini semua hanya soal persepsi. [NOTE]: Ini bukan literatur karya Osamu Dazai, in...