#32 Menghadapi kenyataan

498 74 10
                                    


Seminggu berlalu, Detektif Agensi kembali seperti sediakala; Dazai kembali pada rutinitasnya menjahili seisi agensi dan melaksanakan tugas-tugas sebagaimana mestinya. Tak ada hal baru selain diriku yang kini bisa dilihat oleh  siapa saja dan menjadi salah satu bagian dari mereka. Pesta perayaan kedatangan diriku sebagai anggota baru di agensi baru saja diselenggarakan tiga hari yang lalu.

Sekarang, aku di sini, membereskan kantor agensi yang sebentar lagi tutup karena hari mulai beranjak malam. Kertas-kertas laporan, foto-foto berbagai macam kasus, dan berkas-berkas penting lainnya kupilah lalu kutumpuk dengan rapi di atas meja. Hari ini tak ada kasus yang membutuhkan kerja lembur, sehingga satu per satu anggota agensi pergi dari kantor. Menyisakan Dazai dengan diriku yang masih merapikan kantor.

Udara terasa sangat dingin walau ini masih musim semi. Sesekali kulirik Dazai yang menungguku selesai sembari menatap lampu jalanan melalui jendela yang baru saja kututup.  Entah kenapa aku merasa gusar menebak-nebak apa yang tengah ia pikirkan.

Terlalu banyak pertanyaan yang belum sempat kuungkapkan kepada dirinya yang masih diselimuti misteri.

"Selesai." Ucapku beberapa menit kemudian. Merupakan isyarat bagi Dazai bahwa sudah waktunya kami pulang bersama.

Ia beranjak dari sofa, melangkah menuju diriku di ambang pintu. Tatapannya benar-benar membuatku tak nyaman, tidak seperti biasanya.

Mungkinkah ada sesuatu yang ingin ia sampaikan?

Setelah lampu dimatikan dan pintu kantor kukunci, kami berjalan menyusuri trotoar yang sepi dalam diam. Aku dapat mendengar suara langkah satu sama lain yang saling tumpang tindih. Tetap tak ada satupun yang ingin mengutus sebuah percakapan selain gemintang pada langit malam yang menyapa dongakan kepalaku.

Biasanya, Dazai akan menggelitikiku tiba-tiba atau melontarkan lelucon aneh yang terkadang sulit dimengerti. Namun kini aura yang terpancar dari dirinya seakan mengisyaratkanku untuk tetap terdiam. Sesekali aku melirik mata hazelnya, namun yang kudapat hanyalah tatapan menerawang yang sulit untuk ditebak.

Baru kusadari, semenjak diriku terlepas dari kekangan Sang Dewa, Dazai seakan sengaja menyembunyikan sesuatu dariku.

"Kau akan mati perlahan."

Kalimat Sang Dewa yang berdesing di kepala membuat langkahku terhenti, sontak membuat langkah Dazai pun ikut terhenti. Ia menatapku dengan tatapan kosong.

Jalanan begitu lengang, senyap, namun sesuatu yang berkecamuk di dalam diriku membuat bibir ini melirihkan sebuah kalimat.

"....bukankah kita sudah lari terlalu jauh dari kenyataan?"

Dazai terpaku, menunduk. Poni ikalnya yang menutupi wajah membuat diriku sulit untuk melihat ekspresinya.

Aku menggulung lengan jaketku hingga sikut, memperlihatkan kepada Dazai bercak kehitaman yang memenuhi sikut hingga pergelangan tanganku.

Dazai memang biasanya tertawa dengan lebar, menjahili dengan wajah yang mengesalkan, ataupun tersenyum dengan riang. Namun kini aku dapat melihat salah satu ekspresinya yang sangat langka;

Alisnya yang berkerut mengisyaratkan rasa cemas, sedih, dan kesal yang menyatu di dalam garis wajahnya yang tegas.

"Seminggu ini kau bertingkah seolah tak ada yang terjadi. Kau tahu akan hal ini melebihi siapapun, Dazai."

Pesta perayaan itu telah terjadi. Sebenarnya aku merasa ganjil karena tak ada satupun tes yang harus kulalui sebelum resmi menjadi anggota. Kuyakin mereka semua sudah tahu bahwa hidupku tak akan lama lagi. Namun, aku tak pernah berani bertanya akan hal itu sampai detik ini.

Dazai masih bergeming menatapku. Ia mengatupkan bibirnya rapat-rapat, takut perkataan yang tak kuinginkan meluncur begitu saja dari lidahnya yang tajam.

"Ini masih ada di dalam skenariomu, bukan?" Tanpa sadar, suaraku mulai bergetar. "Aku sudah mengikutinya sejauh ini. Tapi, kenapa kau berpaling dari skenario yang kau buat sendiri?"

Ia mendekapku tiba-tiba. Dekapannya semakin erat kala ia mendengar sayup isakanku yang kian mengeras.

Seminggu ini aku lelah menantinya memberi penjelasan. Namun ia malah mengisolasi rangkaian cerita yang ia tulis. Segala emosi bergejolak di dalam diriku; sedih, kesal, kecewa, dan segalanya berkumpul menjadi suatu perasaan yang tak dapat kudeskripsikan.

Pertanyaan yang seminggu terakhir kutahan kini telah muncul hingga permukaan.

"Aku pun sesungguhnya tak pernah benar-benar mengenal dirimu. Kau sendiri yang mendatangiku, namun kau sendiri pula yang membangun dinding diantara kita. Aku terlanjur jatuh padamu, Dazai, lalu aku harus bagaimana?"

Ia membiarkan air mataku membasahi trench coat miliknya. Bercak kehitaman pada lenganku menjalar kian cepat seiring diriku semakin emosional.

Masih saja Dazai bergeming walau aku memukul-mukul pundak kirinya. Lelaki macam apa yang telah menyeretku dalam dramanya, lantas menjadikanku tokoh yang perlahan menghilang. Terbuang. Termakan mimpi-mimpi indah yang selama ini kususun.

"...maaf," lirihnya. "Sedari awal kuakui ini hanyalah keinginanku yang seenaknya. Sekarang terlambat bagiku untuk menyadari, bahwa sebenarnya tumbuh rasa peduli di dalam hati ini."

Dapat kurasakan ketulusan dalam tutur katanya. Dekapannya yang erat membuatku dapat merasakan dentuman jantungnya yang saling berpacu dengan milikku.

"Sebenarnya kaulah yang membuatku menjadi manusia kembali, [Name]. Kaulah yang membuat hatiku dapat merasakan kepercayaan dan cinta."

Tak ada lagi perkataan yang kuasa meluncur dari bibirku. Dirinya yang jangkung rela menunduk demi memeluk tubuhku yang mungil, untuk membagi kehangatan dan perasaannya kepada diriku. Sebelum ia meminta maaf pun sesungguhnya aku telah memaafkannya tanpa sadar.

Yang dapat aku dan Dazai lakukan hanyalah menikmati detik demi detik hingga diriku tak lagi mampu bernapas.

"Mari kita nikmati segalanya sebelum semua ini berakhir, [Name]."

"Dan kau harus menceritakan apapun tentang dirimu yang belum aku ketahui."


































•*•*•*•

Yoowww Osamunie is baacckkkk!!!!

Gimanagimana? Puas tidak? Hehe💕
Tunggu yah, kelanjutannya masih ada kok~~ Kalian bakal bosen pake banget pangkat tiga kalo saya bilang ini udah mau abis
Tapi kok ga abis abis ya saya nulisnya? :') Mungkin ada sisi lain di hati saya yang tidak ingin cerita ini berakhir.

Okay, see you on the next chap!✨✨

•*•*•*•

No Longer HumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang