#11 Tertangkap basah

569 98 0
                                    


Keheningan kembali mengisi cukup lama sebelum akhirnya Atsushi bersuara,

"Yosh! Selesai."

"Aku juga sudah selesai," timpal Tanizaki.

Kemudian disusul helaan napas lega dan sahutan kecil yang lainnya. Pekerjaan mereka semua nampaknya sudah selesai.

"Aahh... udara sangat dingin..." desah Kenji. "Oi, Yosano-san, kenapa tidak kau buatkan kami teh panas?"

"Eehh!! Kenapa hanya aku?"

"Ayolah Yosano-sann, kau bisa membuatnya bersama Naomi."

"Hmmph, baiklah." Yosano beranjak dengan malas diikuti Naomi. Mereka berjalan menuju meja dapur lalu mengeluarkan banyak cangkir dari laci di bawah meja.

Dazai yang sedang bersender di sofa mengalihkan pandangannya dari Yosano dan Kyouka menuju Kunikida yang masih berkutat dengan beberapa dokumen dan serakan foto buram.

"Ah, sial! Foto bukti ini buram sekali karena badai salju." Keluh pria berkacamata itu. Dia membolak balik berbagai foto namun sama saja, semuanya tidak ada yang jelas,"Bagaimana sih kalian mengambil fotonya, Atsushi dan Tanizaki?"

"Mau bagaimanapun kami mengambilnya, tetap saja buram. Intinya, taman di daerah itu sudah hancur lebur, persis seperti kasus seminggu yang lalu saat seorang perempuan diculik di taman dekat pusat perbelanjaan Yokohama." Jelas Atsushi. Ia meregangkan kedua tangannya ke atas lalu meluruskan kedua kaki, terlihat seluruh tubuhnya sangat pegal.

"Beberapa kasus memang terhambat akhir akhir ini karena informasi yang didapat kurang jelas saat badai salju," Timpal Yosano-san yang tengah melarutkan gula di dalam beberapa cangkir teh. "Tidak ada tanda tanda bahwa musim semi akan datang. Aku khawatir musim semi tahun ini bernasib sama seperti tahun kemarin."

Kenji menyahut, "Musim semi tahun kemarin sangat mengerikan. Tidak semua bunga sakura bermekaran, kita juga tak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi."

"Itu mungkin karena pemanasan global yang terjadi akhir akhir ini." Ujar Naomi saat mengantarkan bercangkir cangkir teh kepada semua orang dengan sebuah nampan, "setidaknya itu yang aku pelajari di sekolah. Kata mereka, pemanasan global bisa saja menjadi penyebab utamanya."

Kunikida yang baru meraih cangkir tehnya menyangkal, "Tapi mau dilihat bagaimanapun, ini semua benar benar tidak wajar. Musim semi seakan tidak terjadi di jalurnya, seperti sebuah pemberontakan besar yang sangat tiba tiba. Yang namanya pemanasan global itu bukannya terjadi secara bertahap?"

"Ini semua bukan karena pemanasan global."

Semua orang menoleh pada Ranpo yang baru saja mengatakannya. Bahkan Kunikida yang telah menempelkan bibirnya pada ujung cangkirpun diam membeku.

Bingung dan penasaran menyelimuti wajah mereka saat menatap Ranpo. Terkecuali Dazai, ia menyeruput tehnya dengan santai setelah sepersekian detik ikut membeku.

Kuyakini sekelebat seringaian terulas di bibirnya.

Ranpo langsung duduk tegap saat menyadari seluruh orang menunggu penjelasannya, "Yah, benar apa yang Kunikida katakan, tak mungkin pemanasan global memberikan dampak semendadak ini. Yang paling memungkinkan hanyalah, ada yang memegang kendali empat musim, dan si pengendali tidak melaksanakan tugasnya seperti biasa."

Semuanya diam, mencerna.

"Apa maksudmu, Ranpo-san?"

"Makhluk semacam peri pembuat musim memberontak dari tugasnya, kurasa."

"HEEEEHH??!!" Seisi apartemen langsung riuh seketika.

"Aku serius!" Ranpo berdehem pelan, "Awalnya aku juga tidak terlalu percaya dengan legenda peri yang lebih terdengar seperti dongeng anak anak itu, namun setelah melihat musim yang tidak wajar seperti ini, fakta yang terkumpul semakin menuju ke arah legenda milik para peri."

Atsushi lagi lagi menghentikan kegiatan menyesap tehnya, "Jadi maksudmu..."

"Ya. Legenda peri bukan hanya sekedar dongeng, namun lebih dari itu."

Astaga, Ranpo benar benar sangat jenius! Dia bisa merunut semua rangkaian kejadian dengan sangat rapi menjadi sebuah kesimpulan akurat.

Semua dari mereka saling berpandangan, menunjukkan wajah 'aku-tidak-ingin-percaya-namun-ranpo-telah-mengatakannya'.

"Jika kalian tidak percaya, tanyakan saja pada Dazai, dia bisa memberikan bukti yang kuat." Ranpo menunjuk Dazai dengan tangan kanannya yang tidak memegang cangkir teh.

Dazai berdiri, membuat semua orang menoleh padanya. Ranpo dan Dazai saling melempar senyuman sesaat, bertelepati.

Perasaanku mulai tidak enak.

"Si pembuat ulah ada di ruangan ini, sang peri musim semi yang lari dari kenyataan."

No Longer HumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang