Twelve

4.9K 491 9
                                    

Beberapa orang menganggap bahwa dunia adalah surga, tapi tidak untuk orang seperti Maya. Baginya dunia itu neraka, fana, mematikan.

Apalagi untuk gadis sepertinya.

Orang masih menganggap bahwa perempuan adalah mainan yang sangat menghibur. Menghibur bagaimana?

Dengan menyalurkan hawa nafsu mereka.

Entah itu di klub malam, motel, rumah, kos, atau bahkan di jalanan.

Dimanapun tempatnya mereka tetap akan bahagia.

Benar bukan?

Lalu apa yang akan kalian lakukan? Apa yang dunia lakukan untuk mereka? Diam bukan? Atau menyantap mereka seakan mereka adalah makanan yang mendapat bintang 5 dari para kritikus?

Karena itulah yang dirasakan Maya saat ini.

Tak ada yang menolongnya, tak ada yang mendengarnya, tak ada yang menganggapnya ada, tak ada.

Tak ada.

Ia berjalan tertatih dengan lengan membungkus tubuhnya yang naik turun sesegukan. Rambut coklat yang biasanya tersisir rapi kini sudah seperti benang kusut. Wajah yang biasanya tersenyum manis kini menangis, mengeluarkan air mata yang mengalir ke pipinya. Tubuhnya dibalut dengan baju yang sudah seperti gombal, sobek disana sini. Bahkan darah mengucur dari tubuh kecil gadis itu.

Beberapa orang berusaha membantu Maya, tapi Maya tidak butuh bantuan mereka saat ini. Dimana mereka saat Maya berteriak minta tolong? Menangis layaknya perempuan paling rapuh di dunia ini.

Belum lagi beberapa orang tampak menghadapkan ponsel mereka ke arah Maya sambil berbisik-bisik tidak jelas. Sungguh kalau bisa, Maya ingin meremukkan tulang mereka saat itu juga.

Seakan mengerti kesedihannya langit juga ikut menangis, menciptakan bulir-bulir air yang membasahi bumi, membuat orang-orang kalang kabut mencari tempat berteduh. Tetapi tidak untuk Maya. Baginya hujan adalah anugerah kapanpun itu, tidak perduli bajunya yang basah, buku pelajarannya, bahkan ponselnya. Yang ia pikirkan saat ini hanya satu yang bisa merasakan perasaannya.

Hujan.

Tidak perduli dengan keadaan tubuhnya Maya tersenyum bahagia dan menikmati setiap bulir yang jatuh ke tubuhnya. Membiarkan darah mengalir dan mengotori trotoar dengan warna merah.

Maya tersenyum, selalu. Selalu ketika ia sedih dan bahagia hujan selalu datang seakan hujan memang ditakdirkan untuk bersamanya.

Maya sampai di depan rumahnya dan ia segera masuk tak perduli lantai yang basah karena ulahnya. Gadis itu segera memasuki kamarnya dan melepas seragam yang sudah tidak layak itu.

Ia menatap lebam, goresan, luka, dan darah yang menghiasi tubuhnya.

Maya tertawa lepas.

Ia jalang.

Kotor.

Tangan Maya terulur mengambil gunting. Ia menatap seragam putih abu-abu dengan lambang sekolahnya dan mengguntingnya layaknya orang gila. Lalu sedetik kemudian seragam itu sudah cocok untuk dibuang ke tempat sampah.

Selesai itu Maya berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya. Ia menyabuni tubuhnya berkali-kali sampai beberapa bagian tubuhnya lecet karena gesekan sabun itu.

Maya menggigit bibir bawahnya.

Belum bersih.

Gue kotor.

Gue masih kotor.

Gue harus bersih.

Harus.

1 jam kemudian Maya sudah duduk cantik di kasurnya. Ia terkekeh mengingat apa yang terjadi tadi.

Flashback on

Maya kembali memberontak. Ia tidak bisa dilecehkan! Ia bukan perempuan lemah!

Dengan sekuat tenaga ia menendang kembali aset supir itu dan dengan marah yang berkobar ia memukul supir itu dengan membabi buta. Bahkan tiang yang biasanya berada di jendela angkot untuk berpegangan bengkok saking kuatnya Maya menatapkan kepala supir itu di tiang itu.

Maya tersenyum remeh dan menekan dada supir itu. Matanya menggelap dengan segala emosi yang ada.

"Bangsat! Udah pingsan aja Lo? Lemah!" Umpat Maya sambil menendang-nendang kaki supir itu.

Lalu ia tersadar, ia terkunci di sini. Bagaimana caranya agar ia bisa keluar?

Mata gadis itu terfokus pada jendela angkot. Dengan nekad ia menyikut jendela itu berkali-kali sampai kaca itu pecah dan sikut Maya berdarah. Mengabaikan sakitnya Maya berusaha keluar dengan hati-hati walaupun pada akhirnya badannya dipenuhi dengan luka goresan yang lumayan dalam karena serpihan kaca.

Maya berteriak kala kakinya tidak sengaja menginjak pecahan yang membuat ujung kaca itu menembus kakinya.

Ia melepas pecahan kaca itu dengan segera dan meninggalkan angkot itu. Ia berjalan tanpa tahu daerah dimana itu.

Flashback off

Maya tidak mengobati lukanya. Ia tidak peduli dengan tubuhnya. Tidak, setelah apa yang dilakukan orang bejat itu kepadanya. Baginya tubuhnya sudah ternodai. Kotor. Menjijikkan.

Dan entah kenapa otak Maya kembali mengulang bagaimana orang bejat itu menyentuhnya. Demi Tuhan, pria itu menciumnya! Menyentuhnya dengan kasar.

Mata Maya mengabut, emosi kembali memenuhi dirinya.

Bak orang kesurupan ia menyapu segala barang di meja riasnya. Melepas bed cover dengan kasar. Memecahkan kaca riasnya. Melempar apapun itu yang berada di pengelihatannya. Berteriak sekeras mungkin. Menangis sekuat mungkin. Membiarkan lukanya kembali terbuka dan darah mengucur. Meringkuk di pojok kamar dan duduk memeluk dirinya sendiri.

Gadis itu rapuh.

Serapuh kayu yang sudah dilalap api. Sedikit saja kau menyentuhnya maka kayu itu akan menjadi abu dan hilang.

Hilang dalam jiwanya.








Aku masukin topik yang menurut aku penting dibahas disini

Buat kalian yang merasa perempuan

Selalu dapet tamu setiap bulannya

Hati hati ya

Dunia lebih kejam dari doi yang baperin terus ninggalin

Buat yang gasuka sama topik selanjutnya i'm so sorry

Thank u for ur vomment

Tanpa kalyan aq hanya butiran debu

Muah

Btw aku mau rekomen film bagus, riverdaleeeee🖤

I'm so into that movies

Buat kalian pecinta misteri silahkan dilihat

Karena ceritanya bikin kepala w rontok

Can't wait for season 3 ✨

Lots of love
-selingkuhannya Cole Sprouse
12 Juli 2018

-REVISI-
22 Maret 2020

Pluviophile ✅[COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang