Eighteen

5K 467 4
                                    

MAYA POV

Aku menatap ruang apartemen yang menurutku lumayan luas untuk ditinggali satu orang. Mulutku berdecak kagum kala Papa benar-benar serius membelikan apartemen untukku. Apalagi apartemen ini sudah dirombak dan terlihat lebih enak dipandang. Hanya perlu dibersihkan sedikit karena sepertinya Papa menyewa orang untuk menjaga sekaligus membersihkan apartemen ini.

Tiara juga ikut berdecak kagum, cewek itu. Aku menyuruhnya tidur disini karena ini sudah jam 1 malam, tidak baik jika ia berkeliaran saat ini. Bisa-bisa besok wajahnya terpampang di halaman depan koran dengan judul 'seorang gadis di begal saat tengah malam' membayangkannya saja aku bergidik ngeri. Tiara juga sudah mendapat izin Mamanya untuk menginap di sini.

Di dalam apartemen ini ada dua kamar tidur dengan kamar mandi dalam, satu pantry, ruang tamu, dan juga balkon yang aku yakin aku betah berlama-lama disana. Semua tempat juga sudah lengkap dengan furniture-nya.

Aku menghela nafas lelah dan duduk di sofa sambil memejamkan mata sejenak. Kurasakan gerakan di sebelahku yang aku yakin Tiara ikut duduk bersamaku.

"Terus habis ini Lo mau ngapain?" Aku membuka mataku lalu merubah posisi dudukku menjadi tegap.

"Gue mau cari kerja sampingan." Jawabku kalem.

"Lo mau kerja di kafe kakak gue?" Tawar Tiara. Seketika aku teringat kafe milik kakak laki-laki satu-satunya itu. Aku mengangguk semangat mendengar tawarannya.

"Ntar gue ngomong ke Kak Ari," aku menggumamkan terimakasih dan dibalas oleh Tiara.

Umur Kak Ari dan Tiara terpaut cukup jauh, setahuku Kak Ari sekarang sudah kuliah dan akan segera sidang. Kafe yang diceritakan Tiara tadi adalah hadiah dari kedua orangtuanya karena Kak Ari mendapat jalur undangan di Universitas Indonesia.

Hebat bukan?

Tapi aku belum pernah bertemu dengan Kak Ari sekalipun. Padahal aku sering sekali main ke rumahnya Tiara.

"Lo gimana sama Bara?" Hatiku mendadak tercubit mendengar nama itu. Aku tersenyum masam teringat Bara tidak menjengukku sama sekali. Sudah seminggu aku tidak bertemu dengannya. Jangankan menjenguk, menanyakan kabarku lewat sosial media saja tidak. Membuatku langsung berpikir bahwa ia sudah sibuk dengan yang lain.

"Udah malem, kuy tidur." Ajakku tanpa membalas pertanyaan Tiara. Tiara yang mengerti kodeku hanya mengangguk pelan dan mengikutiku ke kamar. Memang, pada dasarnya kami agak penakut. Jadi yah kami memutuskan untuk tidur bersama. Hahaha.

***

Aku terbangun pukul 3 pagi, baru saja 2 jam aku tertidur dan sekarang sudah terbangun. Astaga, untung saja besok hari Sabtu jadi aku tidak ribut sekolah. Aku mendudukkan tubuhku dan melihat Tiara tertidur pulas. Pelan, aku menyibak selimutku dan berjalan dengan perlahan agar tidak menganggu tidur Tiara. Walaupun aku iri ia bisa tidur dengan nyenyak bagaimanapun situasinya, berbeda denganku.

Terlalu banyak pikiran.

Aku tidak bisa tidur karena itu.

Kakiku melangkah secara otomatis ke arah balkon lalu duduk di kursi gantung berwarna hitam. Benar-benar, Papa sudah merencanakan semuanya. Aku lega, sangat lega. Hanya saja pikiranku kalut karena Bara. Bukan hanya dia saja, Mama, Papa Julian, Papa Beni, dan tentu saja diriku sendiri.

Mataku menatap langit malam yang cerah dan dihiasi bulan serta bintang. Aku tersenyum masam, aku baru sadar aku adalah bintang, Bara adalah bulan. Ia selalu dikelilingi Bintang dan satu dari seribu bintang adalah aku.

Semakin terpikir olehku, bahwa Bara tidak hanya bulan tetapi matahari sedangkan aku adalah bumi yang mengorbit di sekitarnya setiap saat.

Atau aku adalah Pluto yang terbuang dan tidak dianggap?






Gatau mau ngomong apa:')

Ini aja deh, aku mau ngeralat

Aku bakal update sebisa aku update

Kalo bisa tiap hari:v

Tapi kenyataan

...

Maapkan ges

Just enjoy this story and don't forget to vomment! Thanks a lot yg udah nyempetin baca and ngevomment cerita abal ini.

Lots of love
-Aiko
31 Juli 2018

-REVISI-
2 April 2020

Pluviophile ✅[COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang