Kedua sudut bibir Maya tertarik membentuk sebuah bulan sabit. Sepanjang perjalanan menuju kelas 11 Bahasa diisi dengan sapaan dan senyuman yang membuat orang disapanya sedikit takut.
Takut apakah Maya waras atau tidak.
Ditambah dengan lebam di sudut bibirnya membuat beberapa orang memberikan senyuman paksa sebagai balasan.
Tapi Maya tidak peduli dan memang dasarnya tidak peka. Entah apa yang akan dipikirkan orang lain ia tetap merasa hari ini hari yang spesial. Mengapa?
Karena hari ini hari jadinya dengan Bara yang ke 4 tahun.
"Widiw, kesambet apaan lu senyum mulu?" Tanya Tiara.
Maya hanya menaikkan bahunya seraya tersenyum. Tiba-tiba saja fokus Tiara ada di sudut bibir Maya.
"Lo abis tawuran?" Tanyanya.
Maya meringis dan menepuk dahinya pelan. Ia lupa memakai masker. Pantas saja orang-orang menatapnya aneh. Ternyata itu alasannya.
"Kejedot," balas Maya santai. Dalam hati ia merutuki kebodohannya dalam mengelak.
"Terserah lo deh, pokoknya hari ini kantin gratis. Ye gak?" Goda Tiara kepada teman terdekat Maya di SMA. Sophia dan Diana.
"YES! MATCHA GUE GRATIS HARI INI!" Teriakan dari seorang penggila green tea membuat Maya meratapi nasib dompetnya.
Ludes sudah.
Baru saja kemarin mendapat hadiah dari perlombaan yang ia menangkan. Sekarang sudah habis saja.
"Gue gaperlu traktiran May, bantuin gue kerjain PR matematika. Gue bisa gila gara-gara sin cos tan." Nada frustasi Diana membuat Maya tertawa lepas.
"Lo mau tanya gue? Gue aja gapaham. Jangankan paham, ngerjain aja belum."
Dan semua hal itu berakhir dengan photomath.
***
Maya menyambar jaketnya dengan cepat dan memakainya hanya dalam waktu beberapa detik. Setelah itu ia keluar tanpa peduli teriakan piket dari Sang Ibu Kos, Diana.
"MAY! LO PIKET MAY! MAYAAA! JANGAN PULANG MAYYY! YA ALLAH!!!"
Bel pulang baru saja berbunyi dan Maya sudah berada di luar gerbang sekolah. Ia berjalan dengan cepat menuju jalan raya besar dan menyetop angkutan umum.
30 menit berjalan dan Maya baru sampai pada tujuannya.
Sekolah Bara.
Ia menunggu dengan manis di depan sekolah Bara. Kebetulan ada warung dan Maya numpang duduk sekaligus menghapus dahaganya dengan meminum es teh.
Begitu terlihat beberapa siswa keluar wajah Maya semakin berseri. Entah kenapa ia semakin bersemangat bertemu Bara hari ini. Walaupun sejak kemarin Bara tidak menerima panggilan atau menjawab pesannya. Bahkan beberapa kali Maya ke rumah Bara jawabannya tetap sama,
"Bara lagi gak dirumah May,"
Lupakan tentang itu semua. Yang terpenting sosok Bara sudah terlihat dalam pandangan Maya.
Dengan cepat Maya membayar es teh nya dan berjalan menuju laki-laki itu.
Wajah berseri dan bahagia membuat siapapun yang melihat Maya tertular kebahagiaannya. Entah karena senyum Maya ataupun auranya.
Langkah Maya semakin melebar begitu pula dengan senyumnya. Kini ia hanya berjarak beberapa meter dari Bara.
"Bar!" Bara yang merasa terpanggil mencari-cari sumber suara. Sampai ia menemukan Maya berdiri tak jauh darinya. Bara tersenyum. Sudah berapa lama ia tidak melihat gadis itu?
Tangan Bara terbuka lebar dan memeluk perempuan itu. Maya merasa tubuhnya kaku. Ini pertama kalinya, pertama kalinya dalam hidup Maya Bara memeluknya tanpa ada alasan yang jelas. Biasanya Bara akan memeluknya jika Maya sedang sedih. Sedangkan ini?
"Bar malu anjir! Diliatin orang-orang!!" Pekik Maya malu. Wajahnya mulai memerah bak kepiting rebus. Membuat Bara tertawa renyah dan menyubit pipi Maya.
"Ish sakit bege!" Maya menepis tangan Bara dan Bara mengaduh memasang wajah kesakitan.
Maya memutar bola matanya. Sepertinya Bara cocok menjadi aktor, buktinya ia sangat drama.
Melihat wajah Maya membuat Bara lega. Entah kenapa. Rasanya perasaannya ikut senang, apalagi melihat senyum yang jarang terlihat itu. Tapi jauh di lubuk hatinya ia merasa bersalah pada gadis itu.
Sangat bersalah.
"Gue kangen lo Bar,"
Dan Bara merasa dirinya adalah laki-laki brengsek saat ini.
Jeng jeng
Bara and Maya at mulmed guys
Maafkan keabsurdan cerita ini
Perlu kalian ketahui
Otakku lagi nyandet
Ok
With all of ma heart
-Ai
16 Juni 2018- REVISI -
21.20
8 Maret 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophile ✅[COMPLETED]
Teen FictionJika dia adalah tanah maka aku adalah langit. Dialah yang menjadi tempat tampungku. Dikala aku meneruskan cahaya matahari dengan bahagia atau menurunkan hujan kala sedih. Aku mencurahkan semuanya kepadanya. Dari kelemahan dan juga cerita gelapku. K...