Maya kecil terdiam di pinggir danau sembari menikmati suasana yang begitu sunyi dan menenangkan. Gadis kecil itu memejamkan matanya dan menghirup udara segar puncak pagi hari ini. Tangannya tergoda untuk bermain air. Ia tertawa kecil merasakan dinginnya air danau itu.
Tak lama terdengar suara jejak kaki yang membuat gadis berumur 5 tahun itu menoleh. Deretan gigi putih itu tertata rapi dengan senyum lebar begitu melihat salah satu orang yang paling ia sayangi.
"Papa boleh gabung kan?" Maya mengangguk semangat. Ia menjauh dari danau dan duduk di pangkuan Sang Ayah.
"Kamu gak kedinginan?" Tanya Julian, Papa Maya, begitu menyadari bahwa suhu disini sangat rendah dan anaknya hanya memakai dress floral diatas lutut.
Maya menggeleng dengan cepat, "ini tuh bukan dingin Pa! Seger! Di Jakarta malah panas, Maya gasuka." Ocehan gadis polos itu mengundang tawa Julian. Maya yang mendengar tawa itu tergoda untuk tertawa juga.
"Lagipula Maya udah ngerasa hangat kok, kan ada Papa yang meluk Maya." Lanjut Maya. Julian menatap anaknya dengan lembut dan mengelus puncak kepala Maya. Ia mengecup puncak kepala Maya lumayan lama dan mencium dahi Maya juga.
"Papa sayang Maya, sayang banget."
"Maya juga sayang banget sama Papa! Banget banget banget banget banget baaaaaaangeeetttttttt." Lagi dan lagi Julian tertawa mendengar ocehan Maya.
"Maya kalau besar mau jadi apa?" Tanya Julian sembari mengepang rambut Maya.
"Mau jadi princess." Jawaban polos Maya membuat Julian tersenyum lembut.
"Kalau Maya jadi princess, Papa jadi apa?" Tanya Julian.
Maya menaruh jempolnya di bawah dagu dengan wajah berpikir keras.
"Papa jadi Prince nya aja!"
"Kenapa?"
"Soalnya Maya mau nikahin Papa biar Papa gak ninggalin Maya."
Julian menghentikan kepangan Maya dan menghela nafas pelan.
"Papa gak akan pergi, Papa janji. Sebagai gantinya mau kan Princess janji sama Papa?" Julian bertanya kepada Maya yang matanya berbinar karena Sang Ayah memanggilnya Princess.
"Janji apa Pa?"
"Princess Papa akan selalu bahagia."
"Princess Maya janji!"
***
Mata itu terbuka lebar setelah hampir 3 hari terpejam. Dada Maya naik turun dengan cepat seakan ia berlari 5 km tanpa henti. Keringat dingin meluncur dari pelipisnya.
Gadis itu berusaha bangkit dari tidurnya dan menyadari bahwa dirinya sudah seperti mumi saat ini. Perban dimana-mana. Menghela nafas pelan, Maya mengambil gelas berisi air di nakas sebelah nya dan meminumnya dengan cepat.
Tanpa sadar kedua sudut bibirnya tertarik dan menciptakan suatu lengkungan yang sangat manis. Ia melihat ketiga temannya dalam keadaan tidur di sofa. Bahu Sofia menjadi tumpuan Diana, bahu Diana menjadi tumpuan Tiara. Maya tertawa kala melihat wajah tidur Tiara dengan mulut setengah terbuka, bahkan ia bisa melihat kumpulan air yang akan meluncur saat itu juga.
Setelah mengabadikan momen itu Maya membersihkan tenggorokannya dan ...
"SIAPPPP GRAK!"
"SIAP NAMA SOPHIA MUTI NOMOR ABSEN 23 TERLAMBAT KARENA KETIDURAN!"
"SIAP NAMA DIANA MEIRA NOMOR ABSEN 9 TERLAMBAT KARENA KETIDURAN JUGA PAK!"
Dan tentunya Tiara masih tidak terbangun juga walaupun kepalanya terbentur sofa yang diakibatkan Diana menghilangkan tumpuannya.
"HAHAHA! ANJER! SUMPAH! KALIAN, HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA." Tawa Maya menggema di ruangan itu, sampai Maya memegangi perutnya yang sakit dan menyeka air matanya. Apa yang baru saja Diana dan Sophia lakukan adalah hukuman jika terlambat masuk kelas saat pelajaran Matematika. Seketika kepala Maya pusing begitu mengingat kata matematika.
Sophia dan Diana memasang wajah kesalnya. Dari tatapannya Maya bisa tahu mereka ingin memakan Maya bulat-bulat macam tahu bulat.
Tapi sedetik kemudian dua pasang mata itu menatap Maya dengan berbinar.
"MAYA!" Mereka berlari menuju Maya dan memeluk sahabatnya itu dengan erat. Membuat Maya meringis pelan tapi sekuat tenaga ia menahan agar tidak merusak suasana haru ini.
"Engh," mendengar lenguhan itu ketiga gadis itu menoleh dan menatap datar Tiara yang masih berusaha mencari posisi enak.
"Sialan itu anak, gue bangun dia tidur." Ujar Maya.
"Tenang aja, gue tau caranya bangunin dia." Bisik Sophia dengan senyum miringnya.
"KEVINN!"
"MANA KEVIN MANA?!" Secara tiba-tiba Tiara bangun dan mencari-cari sosok pacarnya tapi tatapannya tertuju pada Maya yang tersenyum ke arahnya. Tanpa diundang air mata Tiara turun dan memeluk Maya dengan erat.
"GUE KANGEN MAY! HUHUHUHU!"
"Idiot,"
"Idiot gitu temen Lo ogeb."
"Oiya."
I'm sorry telat banget yha update nya
Untung ada yang ngingetin
Berhubung tahun ajaran baru jadinya w sibuk sendiri belum ngurusi real life
Sampe lupa ada wattpad life yang menunggu
Aku bakal triple update dan aku usahain cerita ini tamat and bakal aku revisi karena menurut aku cerita ini bener-bener apa ya
Kurang gitu
U know lah
Masih newbie
Maafkan
Okay
See u!
Don't forget to vomment guys
Love ya!
Lots of love
-Jughead's beannie
26 Juli 2018-REVISI-
2 April 2020
Actually i feel warm when i wrote about Maya and Julian. Bcs i forgot how warm my dad's hug.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophile ✅[COMPLETED]
Teen FictionJika dia adalah tanah maka aku adalah langit. Dialah yang menjadi tempat tampungku. Dikala aku meneruskan cahaya matahari dengan bahagia atau menurunkan hujan kala sedih. Aku mencurahkan semuanya kepadanya. Dari kelemahan dan juga cerita gelapku. K...