Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan yang didominasi warna putih ini. Puluhan gaun pernikahan yang cantik tergantung rapi di dalam closet besar. Aku sebenarnya nggak mau ada di tempat ini, tapi aku harus kesini karna satu alasan,"Nunggu lama, bi?" Seorang gadis bertubuh tinggi datang menyapaku.
Kim Sowon.
Satu-satunya orang yang mengetahui hubunganku dan Jungkook.
Aku menggeleng dan menghampirinya. "Hai, eonnie." Sowon tersenyum manis sambil mengelus surai hitamku lembut. Kami duduk di sofa panjang di pojok ruangan.
"Jungkook diminta menikahi Eunha, eonnie." Aku menarik napas panjang sebelum meneruskan kalimatku. "Aku nggak masalah soal itu. Eonnie tahu kan? Aku nggak pernah menuntut Jungkook untuk putus dengan Eunha dan menikahiku," ucapku memelan.
Sowon mengangguk paham. Wajah keibuannya selalu terlihat antusias kalau aku lagi bercerita—tentang apapun itu. "Terus, apa masalahnya?" tanya Sowon sambil memiringkan kepalanya sedikit.
"Jungkook. Dia keberatan kalau harus menikahi Eunha." Aku tersenyum getir seraya memijat pelipisku. Aku seharusnya nggak terjebak di masalah ini—kalau aku nggak bertemu Jungkook satu tahun yang lalu. Aku yang salah. Aku yang memancing semuanya.
"Kenapa Jungkook keberatan? Dia sama Eunha udah pacaran selama tiga tahun kan? Jungkook belum siap atau gimana sih? Kadang aku nggak ngerti sama cara pikirnya." Sowon menegakkan tubuhnya. Aku cuman tertawa kecil mendengar jawaban Sowon. Dia memang selalu ngerti gimana caranya menanggapi masalahku—yang terkadang gak begitu penting.
"Aku yakin kalau masalah siap atau enggak siap, Jungkook pasti udah siap. Tapi dia bilang, dia masih punya aku." Lagi-lagi aku kepikiran soal tamparan Jungkook tadi. Dia nggak pernah semarah itu sebelumnya. Dan dia nggak akan semarah itu, kalau bukan aku yang mancing semuanya. Jadi, ini salahku lagi ya?
Sowon tiba-tiba memelukku. Dia pasti tahu kalau aku sedang menyalahkan diriku sendiri. "Aku gak mau jadi penghancur kehidupan mereka, eonnie." Aku mulai membasahi pipiku yang sempat kering tadi. Aku menangis lagi di pelukan Sowon.
"Aku harus apa?" tanyaku sambil sesegukan. Sowon memegang kedua bahuku dan menatap mataku dalam. Sesekali tangannya menyeka air mataku yang nggak berhenti turun. "Tiga tahun mereka yang sia-sia, atau satu tahun kamu yang sia-sia?"
Sowon menyelipkan sisa rambutku ke belakang telinga. Dia selalu menyadarkanku soal harga diriku. "Sebagai sesama perempuan, kamu nggak mau ada di posisi Eunha kan? Kamu nggak mau pasangan kamu—yang selalu kamu percaya—ternyata main curang di belakang kamu," kata Sowon. Aku meneguk salivaku sendiri. Aku bahkan nggak mikirin soal ini sebelumnya. Soal gimana perasaan Eunha.
"Lama-kelamaan Eunha juga bakal tau tentang ini. Dan aku juga yakin, kamu nggak selamanya nyaman ada di posisi ini,kan? Posisi dimana perasaan Jungkook bukan cuman untuk kamu. Tapi buat Eunha juga.
"Daripada terus lanjut dan sama-sama sakit, mending berhenti aja,bi. Kalaupun nantinya kamu atau Eunha yang sakit, setidaknya salah satu dari kalian juga bakalan bahagia."
Aku menangis lagi.
Aku memang bodoh. Kenapa aku nggak mikirin ini sejak awal? Kenapa aku cuman pengen aku dan Jungkook sama-sama bahagia—tanpa mikirin soal Eunha?
"Aku nggak maksa kehendak kamu,bi. Aku cuman kasih saran. Selebihnya kamu bisa nentuin sendiri. Kalau kamu memang cinta dan perasaan kamu egois, ya itu pilihan kamu—kamu bisa lanjut. Tapi kalau kamu ngerti juga sama perasaan Eunha, ikutin saran aku. Ya?" Sowon kembali memelukku.
Jadi, aku harus pilih yang mana?
■ ■ ■
Aku memandang lurus ke depanku. Pemandangan Sungai Han yang aku lupa karena terlalu lama gak berada disini—semenjak kenal Jungkook. Aku menyesal karena lupa membawa kameraku saat ini.
"Hwang Eunbi?" Aku menoleh ke arah sumber suara familiar yang memanggil namaku.
"Kak Jeonghan?"
Jeonghan tersenyum dan berjalan ke arahku. Dia punya senyuman manis yang selalu mengganggu jantungku. "Apa kabar?" tanyanya sambil menepuk pelan kepalaku.
Jangan baper, Hwang Eunbi.
Aku mengangguk. "Baik. Kakak?" Dia tertawa pelan lalu berdiri di sampingku. Dia memandang ke arah sungai Han dan sesekali melirikku dengan senyum. "Makin baik setelah ketemu kamu disini. Hahahaha," katanya.
Aku tertawa. "Gimana kuliahnya?" tanya Jeonghan—mungkin biar kita nggak begitu canggung karena udah lama nggak ketemu. "Udah skripsi?" tambah dia.
"Belum. Masih magang,kak."
"Wah? Magang dimana?" Jeonghan menaruh lengannya di pundakku—sedikit merangkul. Dan itu membuatku gugup.
"Di—"
"Hwang." Aku sontak menoleh.
Dia Jungkook.
Cuman Jungkook yang memanggilku dengan panggilan itu.Lalu apa yang akan dia katakan kalau melihatku dirangkul Kak Jeonghan—mantanku sendiri?
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️photograph ; sinb + jungkook
Fiksi Penggemarjungkook x sinb 180716 #1 in sinkook 180911 #1 in hwangeunbi 190425 #1 in eunbi