5

138 7 2
                                    

"Hanya cinta yang bisa menyembuhkan luka dari cinta itu sendiri."

Aku menggertakkan kakiku dengan kesal, berjalan lebar-lebar agar segera sampai di halte dekat sekolah. Padahal aku dan Aninda sudah berjanji untuk makan siang dulu sebelum pulang sekolah hari ini, tapi pacarnya justru mengajaknya kencan mendadak. Apesnya jadi jomblo.

Untungnya siang itu tak terlalu terik, dan aku hanya perlu berjalan sekitar 500 meter ke halte, mungkin aku perlu menunggu 10 sampe 15 menit hingga akhirnya bus tiba.

Aku menghempaskan pantatku ke bangku besi halte yang dingin dan menyelonjorkan kaki. Tak tahan, aku menguncir rambutku yang panjang tinggi-tinggi. Sebenarnya jika aku mau, bibiku bisa menjemputku ke sekolah. Tapi aku tahu diri, Gio dan Gita yang sama-sama masih SMP, tentu harus lebih diutamakan.

Belum lama menunggu, mataku hampir terpejam dan tanpa kusadari, kepalaku terantuk di tiang halte. Baru terpejam sebentar, botol minuman dingin menempel di pipiku yang membuatku tersentak.

"Aduh!" pekikku gawat, refleks badanku langsung menegang dan memicingkan mata.

"Yaampun mukanya bikin ngakak," celetuk suara itu sambil cekikikan dan tiba-tiba duduk disampingku. Aku mendesis tanpa sadar dan menggeser dudukku agar semakin mendekat ke tiang, tapi sosok itu justru mengikuti gerakanku.

"Apaan sih?!" selorohku sewot sambil mengusap pipiku yang basah karena botol minuman dingin itu.

"Loh? Kamu marah?" kata sosok itu dengan suara yang lebih tegas, terdengar agak khawatir.

Huh? aku menajamkan pendengaranku sebelum akhirnya sepenuhnya sadar. Mampus, Kak Dafa!

"Kak Dafa? Maaf, Kak. Saya.. saya.."

Asal kalian tahu, waktu itu aku sungguh kalut. Mataku ngantuk dan perutku lapar. Aku bahkan tak berani membayangkan bagaimana ekspresi wajahku saat itu. Kalian tahu kan bagaimana rasanya?

"Iya gak apa-apa, Diana. Kamu ngantuk? Jangan sampai ketiduran, dong. Kalau diculik gimana?" kata Dafa sambil membuka botol minuman dan menenggaknya dengan cepat.

"Hehehe iya, Kak. Maaf," sahutku salah tingkah bak cacing tanah. Kenapa busnya gak dateng-dateng sih?

"Loh kenapa maaf?" Kak Dafa cekikikan menertawakan air mukaku. "Gak usah panggil kakak. Panggil aja Dafa. Biar santai, lebih akrab." sambungnya.

Aku manggut-manggut, bingung mau jawab apa. Setelah dilihat dari dekat, pantas saja dia disukai banyak teman sekelasku, adik kelas atau mungkin guru-guru? Aku belum terlalu tahu saat itu.

Biar kubantu kalian membayangkan bagaimana rupanya. Badannya tinggi tegap, dan dadanya bidang, sepertinya helikopter bisa mendarat disana. Alis dan matanya bahkan sangat indah. Hidungnya mancung, dan bola matanya coklat terang, ditambah lagi lesung pipi di pipi kanannya. Aku berani taruhan, sepertinya Tuhan sedang bahagia saat menciptakan dia.

Dia memang tidak setampan Zayn Malik, atau seimut Baekhyun EXO, tapi percaya lah, kalian juga pasti akan menyukainya!

MY BEST MISTAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang