Milly memang baru menilai teman-teman Rangga dari tampak luarnya saja. Seperti Ilham, lelaki paling muda yang wajahnya nampak paling menyebalkan itu ternyata sangat ramah. Garis wajahnya memang keras, tapi tidak dengan hatinya.
Ilham adalah lelaki muda yang sangat menghormati orang yang lebih tua. Itu yang Milly tahu setelah sedikit berbincang dengan pencinta game itu.
"Terima kasih," ucap Milly setelah menerima french fries yang sudah dibungkus dengan kantung plastik. Dia pun segera berjalan menuju lift untuk mengantarkan bungkusan itu kepada Rangga.
Setibanya di lantai tujuh, Milly dikejutkan oleh suara erangan seseorang. Milly terpaku di dalam lift, telinganya mendengarkan dengan seksama, perlahan kepalanya muncul keluar untuk mencari tahu siapa pemilik suara itu.
"Nggak usah narik-narik, bisa?" kata seorang cowok berkacamata, samar-samar Milly tahu kalau itu adalah Dicky.
"Lo tuh pinter banget ya bikin mood orang berubah! Udah bertahun-tahun tinggal barengan kaya gini, lo masih aja nggak hafal. Rangga tuh paling sensitif kalau ngomongin Rissa," cowok yang membelakangi Milly itu menudingkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Dicky.
Dicky menepisnya kasar, "Gue lupa, Bisma Karisma!"
"Semudah itu lo lupa sama masalah terbesar temen lo sendiri?"
"Ah, elah, kaya lo nggak pernah lupa aja! Eh..., Rangga!"
Tiba-tiba saja Rangga berjalan melewati kedua temannya itu dan berjalan menuju lift.
Di dalam lift Milly terkesiap. Dia cukup terkejut dengan kemunculan Rangga di tengah-tengah acara mengupingnya.
Dengan kikuk Milly menyodorkan kantung plastik di tangannya kepada Rangga, "Ini, pesenan lo."
Terdengar suara embusan napas yang begitu berat. Dengan hasrat yang tak lagi sama, Rangga mengambil kantung plastik itu.
Lift tertutup dan Milly masih berada di sana. Dia berdiri di samping Rangga dengan parasaan bingung. Haruskah dia bertanya? Ah, tidak-tidak, sebagai asisten mana mungkin Milly ikut campur pada masalah pribadi majikannya.
Akan tetapi, hawa yang berbeda ini membuat Milly merasa terancam. Milly takut masalah Rangga bersama teman-temannya itu akan berimbas pada pekerjaannya.
"Jadwal selanjutnya rapat sama manajer, kan?" tanya Milly hati-hati.
Rangga menoleh sekilas, dengan wajah yang berubah keras dia berkata, "Gue absen."
Lift terbuka. Rangga berjalan dengan langkah terhentak. Sementara Milly mengejarnya dari belakang. "Absen? Kenapa? Bukannya semua anggota Smash wajib hadir?"
Tiba-tiba Rangga berhenti, membuat Milly tak sengaja menabrak punggungnya. Milly tersenyum kaku, merasa bersalah.
"Bilang ke semuanya, lebih baik gue absen rapat daripada gue keluar!" tegas Rangga. Milly terperangah menatap punggung Rangga yang menghilang di balik pintu kaca apartemen.
"Keluar? Keluar dari Smash gitu?" gumam Milly tak percaya.
°°°
"Rangga bilang gitu?" tanya Dicky.
"Lagi-lagi," timpal Reza santai.
Dahi Milly mengkerut bingung, "Lagi?"
"Ancaman andalan kalau dia lagi galau. Nggak heran, sih. Tapi cukup ampuh juga," jawab Rafael pasrah.
"Galau? Maksudnya dia pergi gitu aja karena galau?"
Reza mengangguk, begitupula dengan Ilham dan Dicky. Dicky menarik napas, hendak menjelaskan, namun tiba-tiba saja seorang lelaki tinggi dengan tubuh bidang masuk ke dalam ruangan yang biasa menjadi tempat berkumpul mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pahat Hati
Fanfiction[TAMAT] Bercerita tentang Milly dalam kehidupan barunya bersama enam pahlawan kesiangan. Bisma, Dicky, Ilham, Rafael, Rangga, dan Reza. Enam orang itu tergabung dalam sebuah boyband yang paling disegani di dunia entertainment. Milly bertugas sebagai...