Milly menatap pantulan dirinya di cermin. Menatap wajah datar tanpa senyum di dalam pantulan itu. Penampilannya terlihat lebih cantik setelah Yuda menawarkan diri untuk menjadi tutor make up-nya. Yuda dengan sukarela mengajari Milly untuk merawat diri dan tampil cantik. Bahkan Yuda juga memberikan beberapa perlengkapan make up: bedak, blush, maskara, dan lip cream.
Milly menerima dengan setengah hati. Bukan karena tak tahu berterima kasih. Milly hanya merasa hal yang Yuda lakukan itu tak berguna. Meski Milly tampil cantik, Rangga tetap tidak akan datang padanya.
Gadis itu menghela napas pasrah. Pakaian yang dia kenakan masih sama seperti hari-hari sebelumnya-kaus lengan panjang yang digulung hingga siku, lalu celana jeans yang terlihat pas di kaki mungilnya. Wajahnya terlihat cantik setelah pagi ini dijadikan model oleh Yuda.
Milly berjalan keluar dan berdiri tepat di depan pintu dengan huruf 'RG', kemudian mengetuk pintu perlahan, berharap sang empunya kamar keluar. Beberapa menit berlalu, tak ada tanda-tanda keberadaan Rangga.
"Ky!"
"Heiyaattt?" Dicky hendak masuk ke dalam kamar, panggilan Milly membuat lelaki berkaus tanpa lengan itu menahan tubuhnya dan mundur beberapa langkah. "Apa Mil?"
"Liat Rangga?"
Dicky nampak berpikir, lalu menggeleng. "Enggak. Udah keluar duluan kali."
"Syuting?"
Dahi Dicky berkerut, "Kalo syuting kan pasti sama lo. Gimana, sih?"
Mata Milly terpejam diikuti oleh hembusan napas berat. Ucapan Dicky membuat Milly yakin kalau Rangga pasti kelayapan lagi. Tidak usah ditanya kemana, tanpa bertanya pun Milly sudah tahu jawabannya. Marissa.
Sudah sejak tiga hari lalu Milly belum bertemu Rangga. Anak manja itu meninggalkan syuting dan beberapa jadwal pribadi lainnya dengan seenak jidat. Seakan-akan bapaknya yang paling berkuasa di negeri ini, sehingga dia tak kenal takut sama sekali. Keluar pagi dan pulang larut malam, membuat Milly kewalahan. Ditambah lagi Angel yang sudah beberapa kali cuap-cuap memarahi Milly karena kelakuan Rangga yang absen pada beberapa jadwal di luar syuting tanpa keterangan.
"Duh, nggak tau, ah! Terus lo ngapain di sini? Emang nggak syuting?"
Dicky menggedikkan bahu, "Scene gue dikit. Mungkin gue baru syuting nanti sore. Coba deh lo hubungin Rangga. Enak banget dia bisa kabur-kaburan gitu."
"Ih, auk, ah, gue pusing!" gerutu Milly sambil berjalan masuk ke ruang basecamp. Sementara Dicky langsung menutup pintu untuk menikmati ritual tidur sebelum jadwal syuting mengganggu.
Milly terlonjak kaget melihat Bisma menatapnya seraya melambaikan tangan. Lelaki berkaus belang hitam putih itu duduk di sofa sambil memegang gitar akustik.
"Ngapain lo di sini? Nggak syuting?" tanya Milly tanpa menyadari nada sewot yang keluar dari bibirnya. Di memilih duduk bersebrangan dengan Bisma.
Bisma terkekeh geli. "Gue syuting sore."
"Oh."
Bisma memetik gitarnya perlahan, membuat nada-nada indah mengalun lembut menerobos telinga Milly. Sensasi indah itu hanya sesaat karena setelahnya sebuah pertanyaan nyaris menghancurkan gendang telinga Milly.
"Lo nggak apa-apa?"
Milly memasang wajah garang. Matanya menyipit liar pada Bisma, seolah-olah lelaki itu adalah mangsa yang harus segera dia terkam.
"Kenapa? Ini gue nanya serius, loh," Bisma menghentikan aksi gitarannya. Dari tatapannya Bisma justru terlihat seperti mengejek Milly.
Milly memutar bola matanya malas. Tatapannya beralih pada poster bergambar Smash yang tertempel di tembok, tepat di atas televisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pahat Hati
Fanfiction[TAMAT] Bercerita tentang Milly dalam kehidupan barunya bersama enam pahlawan kesiangan. Bisma, Dicky, Ilham, Rafael, Rangga, dan Reza. Enam orang itu tergabung dalam sebuah boyband yang paling disegani di dunia entertainment. Milly bertugas sebagai...