°27

89 10 0
                                    

...Saat diriku sempat menyerah dan tak inginkan cinta lagi.

Hingga kau datang, memahat hatiku dengan cinta...

°°°

Seiring dengan tersebarnya info mengenai syuting sinema yang diperankan Smash, lokasi syuting mereka menjadi semakin ramai oleh penggemar. Banyak di antara mereka yang sengaja datang dari pagi sampai syuting benar-benar selesai atau setidaknya sampai idola mereka pulang.

Penjagaan pun harus diperketat agar penggemar tidak menggangu jalannya proses syuting. Namun, di beberapa kesempatan penggemar mendapatkan kesempatan untuk satu frame dengan beberapa tokoh yang terlibat dalam syuting. Rezeki yang tak disangka-sangka sebagai penggemar.

Rafael melempar senyum pada penggemar meski kepanasan karena teriknya sinar matahari yang berada tepat di atas kepala. Dia juga pamit pada mereka yang sengaja menunggunya selesai syuting. Setelah itu dia masuk ke dalam ruang istirahat yang letaknya ada di dalam sebuah gedung stasiun televisi. Rafael duduk sambil meletakkan naskah lanjutan di sebelah air minumnya.

"Mil, jas buat gue take selanjutnya udah siap?" tanya Rafael pada Milly. Perempuan itu sedang asik memerhatikan Dicky bermain Bounce dari ponsel nokia milik Pinkan. Milly meninggalkan kesibukan singkatnya itu dan membawa jas yang terbungkus plastik pada Rafael.

"Bukan ini. Ini punya Reza, tuh," Rafael menunjukkan label nama yang bertuliskan nama Reza pada Milly.

Milly menepuk jidat sambil nyengir lebar, "Sorry, salah ambil. Sebentar ya, Coh."

Dia melangkah keluar dari ruang istirahat menuju ke ruang busana. Ruangan itu letaknya sedikit lebih jauh dari ruang istirahat. Maklum, banyak ruangan yang sudah terpakai untuk keperluan stasiun televisi ini sehingga kendala-kendala seperti ini sering terjadi.

Lorong menuju ke ruang penyimpanan busana untuk syuting hari ini tampak begitu sepi. Hanya suara pertemuan antara lantai dan sendal jepit yang Milly kenakan. Sampai di ruang busana pun masih tetap sama. Sepi dan tak berpenghuni. Milly mengambil jas yang bertuliskan nama Rafael pada plastiknya. Setelah itu dia bergegas keluar. Namun, tubuhnya terdorong ke belakang karena pintu tiba-tiba saja terbuka dan menghantam kepalanya.

"Aduuhhh!"

"Eh? Ada suara? Lo orang apa setan?" tanya seseorang di balik pintu, pintu yang terbuka itu terbawa oleh angin untuk kembali tertutup. Akan tetapi, akhirnya pintu itu kembali terbuka lebar dan memperlihatkan sosok Rangga di hadapan Milly.

"Lo! Astaga, aduh, maaf," Rangga berjongkok untuk menyamakan posisinya dengan Milly yang terduduk di lantai. "Yah, biru banget. Sakit, ya?"

Dengan sinis, Milly membalas, "Mau coba? Biar lo tau sekalian."

Rangga semakin merasa bersalah. Dinding kecanggungan yang sejak kemarin dia pikirkan kini hilang dan lenyap begitu saja. Sebenarnya ini juga kesempatan bagus untuk Rangga karena dia memiliki waktu berdua dengan Milly. Cepat-cepat dia merangkai kata di kepala, bersiap untuk dia ucapkan.

Milly berdiri sambil memegangi keningnya yang membiru. Sementara Rangga ikut berdiri sambil meringis dan menunjuk dahi Milly.

"Besok-besok, kalo buka pintu pelan-pelan aja. Nggak usah pake tenaga dalem kaya gitu."

Rangga mengangguk. Setelah itu, jarinya diambil oleh Milly dan diturunkan. "Bisa pegel lo kalo begitu terus."

"Lo ngapain di sini?" tanya Rangga, basa-basi yang tidak dia rencanakan. Sebenarnya ini untuk pemanasan sebelum rangkaian kata yang dia susun keluar dari mulutnya.

Pahat HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang