Aroma dari minyak angin aromaterapi terasa menyengat indera penciuman Milly. Milly lagi-lagi meringis saat jari telunjuk Rangga kembali mengoleskan minyak angin itu ke dahinya. Dahi Milly tampak lebam berwarna keunguan.
Milly merapihkan poninya yang sedikit berantakan, lalu mengusap dahinya yang terasa sakit. Milly bersyukur karena dia tidak menabrak pintu terlalu keras. Jika seperti itu, tak hanya lebam, bisa saja terjadi pertumpahan darah.
"Fokus. Jangan kebanyakan bengong," akhirnya Rangga bersuara. Sejak dia mengoleskan minyak angin ke dahi Milly, Rangga tak bicara sepatah katapun.
Ruangan istirahat itu terasa kosong. Sesudah Milly menabrak pintu, semua orang dipanggil untuk melakukan syuting secara terpisah. Lawan main Rangga hari ini adalah Bisma dan Oxcel. Kedua orang itu tidak ada di dalam ruangan karena berbagai alasan. Bisma masuk ke ruangan hanya untuk mengambil headphone. Sedangkan Oxcel keluar karena tidak mau menjadi orang ketiga.
"Makasih," Milly melirik tangan Rangga yang sibuk memutar tutup minyak angin.
Rangga mengangguk samar, kepalanya menunduk. Di saat seperti itu dia kembali melihat sepatu butut Milly. Sepatu yang sampai saat ini masih setia menemani kegiatannya.
"Sepatu—"
Milly menyela cepat tanpa tahu apa yang ingin Rangga bicarakan, "Lo disuruh cek BBM dari kak Angel."
"Astaga," Rangga mengumpat. Dengan setengah hati dia mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Baru saja Rangga membaca kata pertama, tiba-tiba saja ponselnya berdering dan menampilkan nama Angel di layar.
Rangga mendengus malas, bahkan sebelum menjawab telepon itu Rangga sudah bisa menduga hal apa yang akan Angel bicarakan.
"Ya, kak?"
[Kamu mau tolak tawaran dari musik box?]
Rangga memutar bola matanya malas, "Iya."
[Kamu serius? Nggak mau coba dulu? Jadi host musik itu nggak sulit loh, Dek. Apalagi kamu udah pernah punya pengalaman di radio.]
Samar-samar Milly mendengar perkataan Angel. "Itu cuma radio kampus biasa kali, kak. Lagian udah lama banget."
[Haduh, Rangga, coba deh, kamu pikirin baik-baik. Mumpung Milly belum kasih kabar ke orang sana.]
Rangga melirik Milly sekilas, "Keputusan aku udah bulat. Pokoknya nggak bisa diubah. Udah ya, kak. Aku sibuk."
Rangga memutus sambungan secara sepihak. Ponsel itu diremat dalam genggaman tangan. Otaknya terus memikirkan hal seputar tawaran untuk menjadi pembawa acara musik. Apakah dia bisa dan pantas? Jujur saja, Rangga meragukan hal itu sejak awal.
"Kalo itu udah jadi keputusan lo, setelah ini gue akan telepon...," Milly tak melanjutkan kata-katanya karena ketika menoleh dia menangkap tatapan mata Rangga yang tajam.
"Ke-kenapa?"
"Lo beneran yakin?"
Milly mengernyit bingung, "Apanya?"
"Tawaran itu, lo beneran yakin gue bisa?" Rangga menunggu jawaban Milly sambil memerhatikan reaksi wajahnya. Gadis yang hobi menguncir rambut itu wajahnya berubah serius.
Milly mengangguk. Jika Rangga bisa menilai, keyakinannya berada di poin ke delapan dari sepuluh. Ekspresinya juga sangat mendukung.
"Alasannya?"
Bahkan tanpa berpikir, Milly bisa langsung menjawab, "Karena gue percaya lo bisa. Menurut gue, lo itu tipe orang yang bisa melakukan banyak hal, tapi masalahnya lo nggak percaya sama diri lo sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pahat Hati
Fanfiction[TAMAT] Bercerita tentang Milly dalam kehidupan barunya bersama enam pahlawan kesiangan. Bisma, Dicky, Ilham, Rafael, Rangga, dan Reza. Enam orang itu tergabung dalam sebuah boyband yang paling disegani di dunia entertainment. Milly bertugas sebagai...