Milly berhenti melangkah di sebuah saung pinggir kolam renang hotel ini. Tempat istirahat ketika dia dan Smash baru tiba di sana. Dia duduk dengan kepala menunduk, seraya berpikir tentang hal yang baru terjadi beberapa menit lalu. Kepalanya memutar ulang kejadian ketika dia berdebat dengan Rangga. Kata demi kata yang menyakitkan dari mulut Rangga yang memicu keinginannya untuk mundur dari pekerjaan.
Di sisi lain, Milly meringis kesal. Bingung dengan jalan yang akan dia ambil setelah berhenti dari pekerjaan ini. Di mana lagi dia akan mendapatkan uang? Terlebih lagi dia hanya seorang gadis lulusan SMA. Mencari kerja bukanlah hal yang mudah, apalagi kalau mengharapkan gaji setara lulusan S1.
Pekerjaan ini memang bukan pekerjaan yang layak untuk dibanggakan, tapi bukan berarti dia bisa direndahkan karena pekerjaannya. Sejak hidupnya berubah, Milly menjadi orang yang sedikit lebih perasa. Jika ada yang merendahkannya, hati Milly akan mudah terluka. Sekalipun terucap dari orang yang dia suka.
"Milly."
Milly menoleh. Mata sembab itu langsung tertangkap jelas oleh Bisma. Lelaki itu duduk di samping Milly yang kembali menundukkan kepala.
"Lo ngapain di sini? Nggak masuk?" tanya Milly dengan suara yang berubah serak. Bisma menatapnya dari samping, berusaha menjadi cenayang untuk menangkap bagaimana keadaan Milly saat ini.
"Gue mau mastiin kalo lo baik-baik aja," tangan Bisma tergerak untuk menyingkap rambut Milly yang menutupi setengah wajah gadis itu. "Lo nggak apa-apa, kan?"
Kekehan itu terdengar sesaat, namun terasa hambar. "Lo beneran bisa jadi robot," timpal Milly menjawab pertanyaan Bisma yang masih tidak berubah.
Bisma tersenyum. Suasana berubah tenang. Keduanya terlarut mengingat perdebatan kecil itu. Pernyataan yang tak terduga itu akhirnya terdengar di telinga Bisma. Secuil rasa curiga yang dia pendam benar-benar terungkap kebenarannya.
"Maaf karena gue udah bohong sama lo."
Dari samping, Bisma melihat Milly bersusah payah menahan isak tangisnya. Air matanya kembali luruh. Tidak lama, tapi itu cukup membuat hati Bisma terluka. Kali ini tebakannya tidak akan salah tentang Milly. Gadis itu benar-benar tulus.
°°°
Suasana hening. Tak ada satu pun orang yang bersuara di dalam lift. Dicky yang biasanya suka mengeluh atau berceloteh ini dan itu sekarang tampak diam. Matanya siaga memperhatikan sekitar. Dia takut salah seorang dari mereka memberikan komentar yang akan menimbulkan baku hantam.
Lift terbuka. Semua orang turun dan berpencar menuju kamar mereka masing-masing. Di tengah suasana itu, Rangga merasakan lengannya dipegang oleh seseorang. Rangga menoleh dan melihat Marissa di sana. Gadis itu membawanya ke sebuah kafetaria. Kini mereka berdua duduk bersebrangan.
"Udah lama gue merasa ada yang aneh sama kalian," Marissa membuka pembicaraan. "Lo kenapa, sih? Baru kali ini gue liat lo jahat banget sama perempuan."
Rangga membuang kasar napasnya, "Maaf. Gue ngelakuin ini karena lo, Sa."
Marissa mendelik tak mengerti. "Gue nggak mau lo berpikir kalau gue belum bisa move on. Jujur, Sa, itu nggak mudah buat gue. Nyatanya gue masih sayang sama lo," Rangga melanjutkan.
"Rangga, kita udah-"
"Gue tau. Tapi hati gue nggak bisa bohong.." Rangga mengaduk cangkir kopi di depannya, "Gue emang masih sayang sama lo."
Marissa berdeham, sedikit memutar otak untuk memberikan tanggapan yang pas, sebenarnya nada bicara Rangga membuatnya sedikit kecewa, pernyataan itu terasa berbeda untuknya. "Lo yakin?"
Marissa memandang langit-langit kafetaria, "Kita udah akhiri semuanya atas kesepakatan bersama. Setelah sejauh ini, lo bilang nggak bisa move on. Menurut gue itu agak..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pahat Hati
Fanfiction[TAMAT] Bercerita tentang Milly dalam kehidupan barunya bersama enam pahlawan kesiangan. Bisma, Dicky, Ilham, Rafael, Rangga, dan Reza. Enam orang itu tergabung dalam sebuah boyband yang paling disegani di dunia entertainment. Milly bertugas sebagai...