°16

128 8 0
                                    

"Lo demam!"

Rangga menepis tangan Milly, "Gue mau syuting, cepet pergi!" matanya memberi isyarat pada Yenny untuk mengusir Milly.

Di belakang sana, terdengar suara Yenny memanggil. Bahkan karena Milly tak kunjung pergi, Yenny sampai melangkah maju dan menarik gadis itu untuk menjauh.

°°°

Syuting telah usai. Setelah bersantai sebentar dan menikmati suguhan kopi, seluruh kru liputan pun pergi diantar oleh Hendra. Beberapa orang masih merapikan sisa syuting di ruang basecamp: Pinkan merapikan beberapa barang yang tata letaknya sedikit diubah untuk keperluan syuting, Yenny merapikan barang-barang pribadi milik member Smash, lalu meletakkannya di sudut ruangan agar mudah dilihat dan diambil oleh pemiliknya, Yuda membantu para member Smash untuk menghapus make up tipis di wajah mereka, sementara itu Milly baru kembali dari dapur dengan segelas teh hangat di tangannya.

"Nih, minum!" Milly memaksa Rangga untuk mengambil gelas itu dari tangannya. Rangga yang sedang menyandarkan kepalanya di sofa tentu saja terkejut saat sesuatu yang hangat tiba-tiba menyentuh tangannya. Bisma melihat itu, Rafael pun demikian, begitu juga dengan yang lainnya. Mereka melihat perhatian Milly pada Rangga yang bisa dibilang galak-galak gemes.

"Lo sakit?" tanya Rafael serius.

Berbeda dengan Dicky yang justru terdengar mengejek, "Lo sakit gara-gara kemarin kehujanan?"

Rangga hendak menimpali. Namun aksinya itu tertahan karena Milly terus-terusan mendesaknya untuk meminum teh. Rangga menurut. Ketika dia sibuk meneguk air teh buatan Milly, gadis itu mengambil tisu di atas meja dan menyeka keringat yang membanjiri dahi Rangga.

"Badan lo panas, nih. Kita ke dokter aja, ya?"

"Nggak usah," setelah meminumnya setengah, Rangga memberikan gelas itu pada Milly.

"Tapi kan besok lo mau pergi, nanti kalo lo sakit lagi gimana?"

"Makanya lo ikut. Jadi lo bisa rawat gue."

Milly tidak memberikan jawaban. Yang terdengar oleh Rangga hanya helaan napas, menandakan bahwa gadis itu lelah, enggan untuk berdebat. Orang seperti Rangga tidak akan pernah berhenti jika tidak diberi penjelasan. Di sisi lain, Milly merasa alasannya tidak bisa ikut cukup dirinya sendiri saja yang tahu.

"Kenapa diem? Lo masih tetap teguh sama pendirian lo itu?" Rangga dalam keadaan lemah pun tidak menjadi penghalang untuk bersikap sinis.

"Oh, dari tadi kalian diem-dieman tuh gara-gara ini?" Rafael ikut-ikutan. Pasalnya, sejak tadi pagi dia adalah orang yang paling peka terhadap perubahan sikap di antara pasangan itu.

"Kalo Milly nggak bisa ikut, kenapa juga lo paksa?" Dicky menambahkan.

Milly meletakkan gelas di tangannya ke atas meja. Dia berdiri dan berjalan pergi meninggalkan ruangan. Sebelum keluar dari pintu, Milly menoleh, menatap Pinkan, dan berkata, "Kak Pinkan, bisa gantiin aku buat packing barang-barang Rangga?"

Melihat suasana yang tak mengenakkan, Pinkan pun mengangguk. Di sisi lain, Rangga nampak geram menatap kepergian gadis keras kepala itu. Entah mimpi buruk macam apa yang membuat Rangga sampai bertemu dengan asisten pribadi yang sifatnya sulit ditebak.

°°°

Maafin aku, Za. Kali ini kita benar-benar harus berakhir...

Dalam posisi tubuh telungkup, Reza menenggelamkan wajahnya ke dalam bantal selama beberapa saat. Dia mengerang, mengeluarkan kekesalannya sambil meremas sprei tempat tidur. Detik berikutnya, wajahnya menengadah ke atas dan mengambil napas dalam-dalam. Lalu mengetikkan pesan balasan.

Pahat HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang