°9

164 13 0
                                    

Tanpa Rangga paparkan pada Angel. Rangga sudah bisa menduga seperti apa reaksi Milly pada keputusan yang Angel buat. Tentu saja Milly akan menolak. Gadis itu merasa tidak mampu melakukan pekerjaan dengan tanggung jawab sebesar itu. Angel pantang menyerah. Dia berkali-kali membujuk dan menjelaskan kepada Milly bahwa dia pasti akan ikut membantu. Sampai akhirnya Milly menyerah, dengan berat hati dia menerima permintaan Angel.

"Memang kamu mau keperluan yang sudah kamu urus jadi cancel gara-gara jadwal yang diatur nggak jelas sama Rangga? Lebih baik kamu yang atur, Mil. Jadi, kamu juga bisa prepare apa aja yang harus kamu siapkan."

Kata-kata itulah yang pada akhirnya membuat Milly menerima tawaran Angel. Memainkan imajinasi dan perasaan mental seseorang memang ampuh untuk ajang persuasi.

Rangga menatap Milly yang sibuk menerima telepon dari pihak televisi. Sudah seminggu ini Rangga mendapatkan pertanyaan dari Angel mengenai tawaran untuk menjadi host di salah satu acara musik. Namun, sampai saat ini Rangga masih belum bisa menjawab. Rangga merasa kurang handal dalam bidang itu.

"Dari Musicbox?" tanya Rangga saat Milly selesai menjawab telepon. Musicbox adalah nama acara musik yang Rangga maksud.

"Lo masih belum mau coba?"

Rangga duduk di sofa. Menyandarkan kepala sambil melihat ke layar televisi yang menayangkan berita. Ruangan basecamp nampak sepi karena beberapa teman-temannya pergi dengan urusan masing-masing.

"Nggak tau, deh. Bingung," jawab Rangga seraya mengganti saluran televisi ke saluran lain.

Milly duduk di samping Rangga, matanya tak luput memandang lelaki itu. "Lagian kan lo kerja di dunia musik. Jadi, kenapa harus bingung?"

Rangga menaruh remot setelah mengganti saluran televisi. "Kerja di suatu profesi itu bukan berarti lo berhasil menguasai segalanya di bidang itu. Gue juga masih belajar."

"Dengan lo mencoba hal baru di bidang yang sama, itu berarti lo semakin belajar dan memperdalam hal yang lo suka. Kenapa, sih, orang kaya lo susah banget melakukan hal sesimpel itu?"

Rangga akhirnya memutar kepalanya dan menatap Milly, dia sedikit emosi, "Bicara itu lebih mudah daripada praktik. Nggak usah sok menggurui gue. Harusnya lo ngaca, emang lo udah lebih baik daripada gue?"

Milly bungkam. Meski bukan pertama kali mendengar Rangga ceplas-ceplos, tapi tetap saja, kata-kata itu seolah berhasil menampar pipinya. Milly jadi berpikir, sejak dia lulus sekolah, apakah dia pernah memikirkan tentang profesi yang dia suka dan terjun ke dalamnya? Sepertinya tidak. Bukan karena masalah uang, itu karena Milly tidak pernah mau maju untuk mencoba.

***

Berita tentang hubungan Rangga dan Milly sudah menyebar luas. Sampai kru sinema dan para tokoh lainnya pun tahu mengenai hal itu. Oxcel selaku sahabat Rangga sejak SMA itupun terkejut. Pola pikirnya sama seperti Bisma. Perbedaannya dia tidak pernah melihat pertengkaran kecil antara bos dan asisten itu.

"Udah ketawanya?" tegur Rangga pada Milly yang tertawa ketika dia selesai berakting untuk episode pertama.

Milly masih berusaha meredakan tawanya sampai benar-benar hilang. "Sorry, lagian lo lucu, sih. Akting galak tapi kelihatannya... Pffttt!"

Tanpa bisa dihentikan, lagi-lagi tawa Milly meledak. Membuat Rangga geram dan pergi meninggalkannya.

"Eh, mau kemana? Maafin dong, Rangga. Gue nggak bermaksud ngeremehin akting lo, kok."

Milly mengikuti Rangga dari belakang, berusaha untuk menyamakan posisinya, namun selalu gagal karena Rangga terlalu cepat.

Dari kejauhan terdengar suara teman-teman Rangga yang merajuk saat mereka berdua lewat.

Pahat HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang