°18

140 11 0
                                    

Smash kembali ke apartemen. Sesampainya di sana, Smash dan kru segera mempersiapkan diri untuk menghadiri pesta pernikahan Marissa.

Karena tidak ada waktu untuk membersihkan diri—dari sisa-sisa keringat setelah perform, mereka langsung berganti pakaian dengan busana yang lebih formal.

Beberapa dari kru dan member Smash kembali ke ruang basecamp. Rafael meletakkan ponselnya di meja, lalu mengancing lengan kemeja berwarna biru safir—dengan motif batik pada bagian lengan—yang dia kenakan. Di depannya Rafael melihat Ilham duduk dengan wajah kesal.

"Jangan lama-lama woi!" katanya tegas. Dia paham betul betapa lamanya Rangga ataupun Dicky. Mereka itu benar-benar memedulikan penampilan, berbeda dengan Ilham, Reza, Bisma, dan Rafael.

Eh, tapi tunggu dulu.

Mata Rafael melihat kehadiran asing seseorang. Seharusnya orang itu masih di dalam kamarnya dan bersiap-siap. Tapi...

"Astagfirullah! Ini jurig mirip Rangga atau beneran Rangga?" keterkejutan Rafael diwakilkan oleh kehadiran Dicky. Seperti dugaan, lelaki itu masih mengenakan kaus kutang.

Catat ya, kaus kutang!

Dicky sendiri menyadari kalau dia sangat lama dalam hal bersiap-siap, apalagi kalau mau pergi ke pesta. Maaf-maaf, nih, Dicky itu kan selebriti. Boyband. Smash pula. Masa iya dia berpenampilan biasa saja ke pesta orang.

Beda hal dengan Rangga. Lelaki pencinta kucing itu memang sejak dulu menyukai dunia fashion. Jauh sebelum dia menginjakkan kakinya di dunia selebriti—apalagi Smash—Rangga memang terlihat paling berbeda di antara teman-temannya. Untung saja keuangan keluarga mendukung gaya fashion Rangga.

"Partner ngaret gue sekarang dandannya jadi cepet banget. Mentang-mentang ke nikahan mantan, ganjennya jadi kur– adaw! Sialan lo!"

Dicky mendengus kala sebuah botol air mineral mendarat mulus di kepalanya. Hadiah yang dia dapatkan langsung dari Rangga.

"Nggak usah banyak omong! Tutupin tuh, bulu ketek lo yang udah kaya ilalang," semprot Rangga tak suka.

Rangga yang sudah rapi dengan kemeja hitam dibalut auter bermotif batik Pekalongan. Dia duduk tanpa memedulikan tatapan heran teman-temannya. Diam-diam dia mendengar Yenny mengucap syukur atas keajaiban yang jarang terlihat ini.

Dicky bergidik ngeri. Saat mengambil hair spray di dekat laci, tanpa sengaja matanya bertemu dengan mata Ilham. Kedua bola mata itu tajam menatapnya. Dicky yang paham langsung terbirit-birit kabur ke kamarnya sambil berteriak, "Iya, Ham, iya! Ini gue gercep kok!"

Beberapa menit terlewati, mereka masih menunggu beberapa rekan yang masih bersiap-siap. Dicky sudah rapi dengan kemeja dan auter polos yang membalut tubuhnya. Kini lelaki itu berjongkok di dekat sakelar sambil memainkan ponsel.

Tak lama Reza masuk bersama Bisma, kedua lelaki itu kompak memakai jas berwarna gading. Untungnya kemeja yang mereka kenakan berbeda warna, sehingga kesamaan itu tidak membuat mereka seperti anak kembar.

"Nunggu pak Maman sebentar, ya? Pak Maman abis ada urusan, sebentar lagi juga sampai," kata Yenny pada orang-orang di dalam ruangan.

Rangga dan kawan-kawanya mengangguk kompak. Setelah itu tercipta hening sesaat. Kepala mereka menunduk karena sibuk dengan ponsel. Berbeda dengan Ilham yang justru terpaku karena kehadiran seseorang di depan pintu.

Yuda muncul di belakang orang itu, senyumnya mengembang puas. "Gimana? Maha karya gue cantik, kan?"

Mendengar suara Yuda, perlahan kepala mereka terangkat, menoleh pada sumber suara, lalu terperangah melihat seorang gadis berjalan dan duduk di sebelah Rangga. Yenny tersenyum haru, sementara berpasang-pasang mata lelaki di dalam sana nampak ingin meloncat keluar.

Pahat HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang