Janji 3

1.4K 156 7
                                    

Author

By

RiyanaSabaku










Keterpaksaan mengajarimu menerima tanpa keluhan, membuatmu terlihat seperti pecundang!












Selama hampir sebulan pernikahan mereka. Tidak ada yang namanya tidur seranjang, bahkan kamar tidur mereka  pun berbeda. Tidak ada yang mempermasalahkan hal itu, yang terpenting adalah mereka telah menikah, selebihnya adalah hak mereka untuk memutuskan ingin membangun rumah tangga seperti apa.

Hinata selalu melakukan tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri, bangun pagi menyiapkan sarapan, menyiapkan pakaian yang akan dikenakan Gaara. Dia melakukannya dengan sempurna. Begitu pun dengan Gaara. Pria itu juga melakukan kewajibannya dengan baik pada Hinata. Tapi, ada satu hal yang belum mereka berdua lakukan sebagai suami istri.
Melakukan hubungan suami istri. Selama pernikahan mereka tidak ada namanya malam pertama seperti pasangan-pasangan pengantin muda lainnya. Yang mereka lakukan adalah masuk kamar masing-masing dan tidur hingga pagi menjelang.

Seperti biasa, setelah selesai merapikan rumah dia akan mengantarkan makan siang Gaara. Bukan Gaara yang meminta, tapi Hinata. Gadis itu beralasan jika mereka melakukan hal ini maka para tetua akan percaya jika rumah tangga mereka sangat harmonis.

Langkahnya yang pelan dan senyum manisnya selalu dia berikan pada setiap orang yang dia jumpai disepanjang koridor kantor Kazekage. Kakinya terhenti sesaat sebelum dia berada di tempat tujuannya. Celah pintu yang sedikit terbuka membuat Hinata bisa melihat dengan sedikit jelas apa yang terjadi. "Matsuri. Kau tidak boleh seperti ini, Gaara-sama sudah menikah. Dia itu sudah jadi milik orang lain." Gadis itu masih berusaha menghibur dan menasehati temannya. "Tapi, aku percaya dia terpaksa melakukan hal itu. Dia didesak oleh para tetua." Matsuri masih saja ngotot dengan pendapatnya. Dia masih tidak mau menerima kenyataan bahwa Gaara telah menikah.

"Aku yakin, Gaara-sensei tidak mencintainya. Aku tidak bisa menerima ini-" Matsuri menghapus kasar air matanya.

"Apa pun yang menjadi alasan pernikahannya, kau tetap tidak punya hak untuk berharap pada Gaara-sama. Ingat! Hinata-sama adalah gadis dari keluarga terpandang, dia berada jauh diatas kita. Tidak akan ada yang bisa menggeser posisinya sebagai istri Gaara-sama." Penjelasan panjang lebar dari temannya tidak serta merta membuat Matsuri sadar, gadis itu tetap yakin masih ada tempat untuknya dihati Gaara.

Hinata merasa tersindir mendengar percakapan dua gadis itu, memang benar pernikahannya dan Gaara adalah demi kelancaran hubungan diplomatik ke dua desa. Mereka memang menikah atas dasar keterpaksaan dan dipaksa. Tapi, Hinata tidak ingin pernikahannya hancur hanya karna ada orang ke tiga. Dia sudah berjanji akan menjadi orang yang berguna bagi clan dan desanya. Dia tidak akan membiarkan pengorbanannya sia-sia. Dengan menghapus jejak air matanya, Hinata bergegas menuju ruangan Gaara.

Hinata membereskan kembali peralatan makan mereka, dia harus segera kembali ke rumah. Berlama lama disini membuatnya sesak napas. Belum selesai melakukan pekerjaannya, dia dikejutkan dengan sosok pria paruh baya yang sudah sangat ber umur, "Ebizu-sama" sapa Gaara. Dia sedikit membungkukkan kepalanya, lalu dengan cepat di ikuti Hinata. Pria tua itu hanya tersenyum sedikit, kerutan di seluruh wajahnya menandakan dia harusnya bersantai di rumah bukan mengurusi rumah tangga orang. "Bagaimana pernikahan kalian, apakah Hinata-sama sudah menunjukan tanda-tanda kehamilan." Sontak saja perkataan pria tua itu membuat sendok ditangan Hinata terjatuh. Gaara yang mengerti situasi itu langsung memeluk pinggang istrinya, "kami sedang berusaha, aku yakin sedikit lagi kalian akan mendengar kabar baiknya." Pernyataan Gaara membuat Hinata ingin pingsan saat itu juga. Wajahnya sangat merah, belum lagi detak jantungnya berdetak gila hingga membuatnya gemetar.

Hinata memilih ikut bersama Temari, dia tidak siap berlama lama di ruangan Gaara. Jantungnya bisa pecah karna terlalu berdetak keras. "Temari-nee, kita akan kemana?" tanya Hinata.

"Ke pasar. Aku ingin membeli persedian dapur. Kankuro tidak bisa diajak ke pasar, jadi aku mengajakmu. Tidak masalahkan?" tanya Temari. Hinata menggeleng, "justru aku senang, di rumah terlalu sepi. Aku bosan sendiri."

Temari tertawa mendengar keluhan adik iparnya, setelah menikah Gaara memilih tinggal di rumah yang berbeda dengan Temari dan Kankuro. "Makanya cepat punya bayi, biar kau tidak kesepian." ujar Temari. Hinata tertunduk, gadis itu menyembunyikan wajahnya yang  memerah seperti rambut suaminya. Hari ini dia harus memeriksa keadaan jantungnya yang semakin berdetak tidak karuan.

Hinata hanya menurut saja, dia juga ingin melihat lebih dekat warga Suna dan seluruh aktifitas mereka. Bukankah itu sudah menjadi tugasnya? Hinata sangat senang, ternyata semua warga Suna menerimanya dengan baik, bahkan ada yang mendoakan agar dia dan Gaara diberikan anak yang banyak. Hanya saja ada satu warga Suna yang tidak menyukainya, melainkan menyukai suaminya dan Hinata tau siapa orang itu. Matsuri. Saat nama itu muncul dalam otaknya, saat itu juga dia merasakan kemarahan dan sesak di dadanya. Dia cemburu. Hinata tidak suka melihat cara gadis itu menatap Gaara, bahkan dia sendiri heran kenapa gadis itu masih mengejar ngejar Gaara, walaupun dia tau Kazekage itu sudah ber istri. Hinata bersyukur karna Gaara tidak pernah menanggapi Matsuri dengan berlebihan. Hinata merasa dia mulai menyukai Gaara, karna pria itu tidak pernah melakukan hal-hal yang menyakitinya secara fisik. Mungkin secara batin, secara diam-diam dia telah menyakiti gadis itu.

Mereka butuh waktu untuk saling menerima satu sama lain.









.......bersambung.......

JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang