"Tuan muda, anda baik-baik saja..?" Sira berkata sambil menahan sakit pada punggungnya. Pria itu melindungi Akira dengan membiarkan kunai itu menancap pada dirinya. Tetesan darah segar mulai mengalir mengenai wajah pucat Akira. Bocah laki-laki itu tercekat. Antara marah dan takut menjadi satu."Tuan muda."
Beberapa anbu dan jounin telah mengejar pelaku penyerangan tersebut. Sementara Baki berteriak panik takut terjadi sesuatu pada Akira. Petugas medis dengan cekatan melakukan tugas mereka.
Akira masih diam. Jiwanya seakan melayang entah kemana.
"Tuan muda." Baki memanggilnya dengan pelan.
"Akira-kun."
Akira mengangkat wajahnya. Di sana dia melihat ayah dan ibunya berlari dengan kekawatiran yang nampak jelas. Bahkan Hinata sudah bercucuran air mata.
"Kaa-san," lirih Akira. Bocah itu seketika ambruk dalam pelukkan Hinata. Semua panik melihat hal itu.
Lorong rumah sakit menjadi mencekam. Beberapa anbu berjaga dengan ketat.
"Siapa yang melakukan hal kotor itu?" Suara Kankuro seakan mampu menusuk. Pria itu nampak menakutkan.
"Maaf Kankuro-sama. Para anbu tidak berhasil mendapatkan informasi apapun. Dia sudah bunuh diri lebih dulu."
"Bawa mayatnya ke tempatku." Pria itu berjalan meninggalkan Baki dengan beberapa ninja yang menatap ngeri pada punggung penguasa Suna yang samakin hari semakin gelap auranya.
"Apa yang akan dilakukan Kankuro-sama pada mayat itu?"
"Akan dijadikan koleksi bonekanya."
Mereka yang mendengar hal itu bergidik ngeri. Membayangkan bagaimana tubuh tak bernyawa itu di obrak-abrik oleh seorang master kugutsu. Hampir-hampir mereka memuntahkan isi perutnya saking jijik membayangkan hal itu.
"Bukankah itu terlalu kejam?" Baki menatap tajam bawahannya.
"Dia bisa menjadi lebih dari kejam jika kunai tadi mengenai Akira-sama."
Semua terdiam mendengar perkataan Baki. Mereka hanya tidak menyangka pria humoris dan baik hati seperti Kankuro mampu melakukan hal sekejam itu pada jasad manusia.
"Segera bawa jasadnya di tempat Kankuro-sama. Lakukan dengan cepat."
"Ha'i." Secara serempak mereka menghilang dari hadapan Baki.
Hinata tak henti-hentinya menangis sambil menggengam tangan putranya yang masih belum sadarkan diri. Gaara mengepalkan tangannya. Jika saja dia masih memiliki kekuatan seperti dulu pasti dia akan merobek-robek pria brengsek yang hampir melukai putranya.
Gaara mengusap pungung Hinata. Berusaha meredakan tangis yang kian menyiksa dirinya.
"Tenanglah, Akira tidak apa-apa. Kata dokter dia akan segera sadar." Namun tidak ada dari bujukan Gaara yang berhasil meredakan tangis Hinata.
"Bagaimana? Bagaimana jika tadi Akira yang terkena kunai itu? Kenapa, kenapa orang-orang itu tidak pernah bisa melihat keluarga kita bahagia? Kenapa?" Suaranya semakin lirih ketika Gaara memeluknya. Pria itu tidak bisa berbuat banyak. Dia sudah tidak memiliki kekuatan seperti dulu.
"Mungkin sebaiknya kita pergi dari negeri ini. Pergi sejauh mungkin sampai tidak ada yang mengenal kita." Gaara sangat terpukul dengan pernyataan Hinata. Dia sekarang paham. Luka yang ditinggalkannya masih belum pulih. Keputusan bodohnya beberapa tahun silam telah membuat kenangan buruk bagi istri dan anaknya.
"Maafkan aku. Semua ini salahku. Seharusnya dulu aku tidak membuat keputusan bodoh dengan gegabah. Maafkan aku Hinata. Semua ini salahku." Gaara memeluk Hinata dengan erat. Penyesalan telah hadir dan untuk memutar kembali semua tidak akan pernah mungkin. Karna sejauh apapun mereka melarikan diri tidak akan bisa untuk menghapus semuanya yang telah terjadi.
"Aku akan menunda pernikahan ini sampai dalang dibalik kejadian ini tertangkap." Temari beucap dengan lantang membuat Kankuro menatapnya dengan sinis.
"Jangan pikir aku dan Gaara akan menyetujui ide gilamu itu, Temari."
Temari hampir memukul kepala Kankuro jika saja perkataan pria itu tidak mampu membuatnya bungkam.
"Kau akan membuat Shikamaru mati dengan keputusan mu."
"Aku tidak bisa menikah sementara Akira masih..."
"Pernikahan mu akan tetap dilaksanakan sesuai tanggalnya. Tidak akan ada yang berubah." Bungsu Sabaku itu memotong perkataan Temari dengan wajah datarnya.
"Sudah ku duga, kalian bersekongkol." Gaara hanya diam mendengar kekesal kaka perempuannya itu.
"Seharusnya kau lebih tahu, betapa tersiksanya Shikamaru selama bertahun-tahun akibat keputusan sepihak darimu. Jangan egois. Disini bukan hanya hatimu yang akan terluka, tapi juga bocah Nara itu."
Temari memutar bola matanya mendengar sebutan bocah yang dilontarkan Kankuro untuk calon kaka iparnya.
"Hei, dia calon kaka iparmu." Temari berteriak kesal pada Kankuro.
"Maka dari itu jangan bertindak bodoh. Karna kebahagian mu adalah kebahagian kami juga." Kankuro segera berlalu meninggalkan Gaara dan Temari yang saling pandang sebelum senyum Temari melebar. Wanita itu bergerak memeluk Gaara.
"Kalian berdua adalah alasan ku tetap bertahan."
"Kami menyayangimu, nee-chan." Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, akhirnya Temari mendengar sebutan itu.
Kankuro tersenyum lirih di balik pintu. Dia bahagia.
"Kau adalah harapan ayah. Jagalah kaka dan adikmu, Kankuro." Setetes air mata menetes saat mengingat pesan ayahnya sebelum ayahnya berubah menjadi pria kejam dan tak tersentuh oleh putra putrinya.
***((((tbc))))****
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji
FanfictionTidak ada yang bisa menebak alur sebuah kehidupan seorang ninja dalam dunia shinobi. Takdir mempermainkan mereka dalam sebuah ikatan suci bernama pernikahan berdasarkan perjanjian antar desa. Naruto Disclaimer : Masashi Kishimoto