Memaafkan tidak harus selalu diucapkan dengan kata-kata... Kadang kau bisa mengungkapkannya dengan perbuatan..
Meskipun kejadian dilantai dansa itu sudah berlalu, tetap saja itu masih membekas di benak Hinata dan Gaara tak terkecuali gadis itu. Matsuri.
Hinata menjadi lebih sering mengurung diri di kamar, dia hanya akan keluar untuk memasak. Setelah itu kembali ke kamar, dia enggan berbicara dengan Gaara. Hatinya masih perih mengingat semua itu, "akting yang bagus, Hinata" dia selalu meneteskan air matanya setiap mengingat perkataan Gaara.
Dia juga bahkan melupakan tugasnya, mengantar bekal makan siang untuk Gaara. Dia belum siap untuk menghadapi pria itu, sekalipun hatinya masih sakit karna perkataan pria itu tapi, separuh jiwanya menginginkan untuk menemui Gaara. Dia telah jatuh pada pesona Kage muda itu.
Gaara memandang tumpukan kertas-kertas yang menumpuk didepannya dengan wajah jengkel. Tidak pernah ada habisnya, selalu saja bertambah. Memikirkan hal itu membuatnya menjadi lapar. Hinata bahkan tidak mengantar makan siangnya. Memikirkan Hinata membuat Gaara tersenyum kecil, dia mengingat bagaimana bibir manis Hinata dibibirnya. Sungguh membuatnya gila. Dia benar-benar ingin pulang ke rumah dan memeluk gadis itu lalu mengecup dan mencium bibir mungil istrinya. Sial. Memikirkan hal itu membuat Gaara merasa pusing, otaknya tidak bisa berpikir dengan jelas. Hinata, kau bertanggungjawab. Senyum kecil terukir dibibirnya.
Gaara benar-benar meninggalkan pekerjaannya, dia beralasan ada dokumennya yang tertinggal di rumah dan meminta Kankuro menggantikan tugasnya. Pintu rumah terbuka dengan lebarnya, tidak ada tanda-tanda gadis itu, Gaara sedikit heran. Seharusnya jam begini Hinata masih membersihkan rumah dan duduk menonton tv. Tapi hasilnya nihil.
Gaara memberanikan diri menghampiri kamar Hinata, dia sedikit ragu untuk masuk atau tetap berdiri didepan pintu. Hampir saja dia terlonjak kaget, dengan sendirinya pintu itu terbuka. Dan sang pemilik kamarlah pelakunya, Hinata. Gadis itu memakai handuk sepertinya dia baru selesai mandi. Gaara mematung ditempatnya, nafasnya memburu, Hinata benar-benar menggodanya. "Ga-a-aara. Apa yang kau lakukan disini?" Hinata sedikit merona, dia malu mendapati Gaara menatapnya tanpa berkedip. Belum lagi jadenya terlihat begitu memuja Hinata, Hinata harus akui dia melihat Gaara sangat tersiksa dengan keadaannya.
Gaara dengan cepat berbalik, "maaf. Menggangumu." Pria itu hendak pergi sebelum langkahnya terhenti saat Hinata memeluknya dari belakang. "Jangan pergi!" Hinata merasakan tubuh Gaara menegang, pria itu berusaha menahan gejolak didalam dirinya. Tidak, dia tidak ingin melakukannya jika Hinata belum siap. Dia pasti mengira Gaara bersandiwara lagi. "Hiks... hiks.. hiks..." tangisan itu disertai dengan pelukkannya yang semakin menguat. Gaara tidak tahan lagi, dia tidak bisa melihat Hinata menangis lagi karna dirinya. Dengan cepat Gaara berbalik dan memeluk Hinata erat, "maafkan aku." Dia mengecup berulang kali pucuk kepala istrinya. Lalu menghapus air mata Hinata dengan ibu jarinya.
Setelah tenang barulah Gaara melepas pelukkannya, namun Hinata masih betah memeluknya. Gadis itu menunduk, dia malu dengan keadaannya yang masih memakai handuk. "Cepat ganti bajumu, aku lapar." Dengan memberikan kecupan dikening Hinata, Gaara tersenyum kecil melihat wajah merona istrinya.
Hinata hanya duduk diam, gadis itu memperhatikan Gaara yang makan dengan lahap. Dia menghabiskan kare buatan Hinata, "aku lapar." Gaara berbicara sambil menguyah nasinya, dia tau Hinata memperhatikan yang makan seperti orang kelaparan. Jemari Hinata naik membersihkan sisa nasi dibibir Gaara. Dia tersenyum kecil, "makannya hati-hati Gaara-kun." Gaara tersedak makanannya, "uhuk... uhuk.. air Hinata." Dengan cepat Hinata mengambil air dan memberikannya pada Gaara. Telapak tangannya mengelus pelan punggung tegap suaminya. "Sudah ku bilang hati-hati makannya." Hinata berbicara sambil mengusup usap punggung Gaara. Sementara Gaara, dia masih berusaha menenangkan jantungnya, hatinya menghangat mendengar panggilan 'kun' yang diberikan Hinata untuknya.
Gaara tidak kembali lagi ke kantornya, dia ingin membolos kerja hari ini. Pria itu tidur dipaha Hinata, membiarkan Hinata mengusap pelan surai merahnya. Gaara tertidur pulas, deru napasnya terdengar teratur. Hinata sedikit menunduk untuk mengecup hidung Gaara. Dan Gaara nampak tidak terganggu dengan hal itu. Hinata menyandarkan punggungnya pada pinggiran sofa. Dia akhirnya menonton tv seorang diri.
******bersambung*******
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji
FanfictionTidak ada yang bisa menebak alur sebuah kehidupan seorang ninja dalam dunia shinobi. Takdir mempermainkan mereka dalam sebuah ikatan suci bernama pernikahan berdasarkan perjanjian antar desa. Naruto Disclaimer : Masashi Kishimoto