Janji ch 15

763 98 26
                                    






Aku memilih menunggu. Karna aku tau, kau akan kembali!

RiyanaSabaku





































Setelah dia melabuhkan hatinya pada pria itu, justru luka lah yang dia dapat. Luka yang sampai kapan pun tak akan pernah terobati.

Hinata pikir, jalan cintanya telah menemukan ujung. Ternyata dia salah, bukan ujung yang dia dapat melainkan sebuah luka menganga lebar yang siap membusuk hingga mati.

Dia berjanji, meski maut memisahkan dia akan tetap mencintai Hinata. Dan dia menepati janjinya.

Hinata kembali tersenyum, air mata kembali mengalir pelan. Rambut merah dan ke dua iris hijau itu merupakan pemandangan terindah dalam hidupnya. Sang buah hati tumbuh dengan baik, semua anggota tubuhnya menjiplak sempurnya sang ayah. Tak menyisakan sedikit pun untuk Hinata.

Selama lima tahun dia hidup menjanda, saran untuk menikah lagi di tolak mentah-mentah. Baginya, cinta dan hatinya telah terbawa mati bersama pria itu. Lima tahun tak cukup bagi Hinata untuk kembali pulih seperti semula, terlalu banyak kenangan yang di ciptakan Gaara hingga membuat dia tak mampu berpaling pada yang lain, tak terkecuali sang hokage ke tujuh. Naruto Uzumaki. Pria yang pernah menempati hatinya ketika usia belia hingga remaja, ternyata tak mampu kembali bertahta dalam hati Hinata.

Posisi Gaara begitu mengakar hingga telah menduduki semua tempat di hati Hinata.

Panasnya matahari tak mampu membuat sang tunggal Sabaku itu merasa penat. Dia begitu menikmati setiap butiran pasir dalam gengamannya.

Elusan lembut pada kepalanya mampu menghentikan kegiatannya, "kaa-san."

"Sudah sore. Ayo, pulang!" Hinata mengenggam jemari mungil milik putranya.

"Aku ingin bertemu tou-san, boleh kan?"

Hinata berjongkok, menyamai tinggi sang buah hati. "Tentu saja." Dia tersenyum hingga menampilkan deretan gigi mungilnya yang bersih.

Angin sore menerpa pelan rambut panjangnya, dia mengamati dalam diam. Memperhatikan dengan jelas raut wajah penuh luka putranya, selalu saja dia menangis setiap melihat Akira berdoa di depan makam Gaara. Dia menutup ke dua irisnya, menyembunyikan seberapa banyak rasa rindu yang telah tertumpuk di matanya.
Perlahan, butiran bening itu membasahi pipinya. Dengan segera dia memeluk sang putra, mengusap pelan pungunggnya.

"Aku rindu, sangat rindu pada tou-san." Dia terisak pelan dalam dekapan sang ibu. Hinata ingin berteriak, ingin rasanya dia berharap Gaara ada dan bisa mendengar keinginan putra mereka.

Maaf. Harus membuatmu menangung semua ini.

Jalan terasa sangat ramai, banyak penduduk menyapa dirinya yang tengah mengendong Akira yang tertidur.

Di depan rumah, telah menanti Kankuro dan Temari dengan wajah cemas mereka.

"Maaf, membuat kalian khawatir."

Kankuro menghela napas pendek. Hinata selalu pulang hingga menjelang petang bersama Akira. Dia tidak tahu lagi, bagaimana membuat Hinata berhenti menghindar dari kenyataan pahit ini? Setiap pagi dia akan mengantar Akira ke akademi, lalu menunggunya hingga pulang. Dan bermain di taman hingga sore. Dan berakhir dengan mengunjungi makam Gaara. Selama bertahun-tahun tidak pernah sekalipun melewatkan agenda wajibnya itu. Dia bilang, untuk mengobati rasa rindunya.

Setelah meletakan tubuh Akira di kasur. Hinata segera menyelimuti putranya. Dia mengusap pelan surai merah itu, begitu besar rasa rindunya hingga membuat dadanya terasa sesak. Akira adalah alasan Hinata tetap bertahan selama ini.

Dia mencium pucuk kepala putranya, lagi-lagi air matanya jatuh. Kenapa? Kenapa? Kenapa hidupnya seperti ini?

Kankuro dan Temari hanya terdiam, pemandangan itu sudah terekam jelas di otak mereka. Mereka selalu melihat itu setiap harinya. Dan mereka hanya mampu berharap semua bisa kembali seperti semula.

"Kau sudah makan?"

"Aku merindukannya."

Bukan menjawab pertanyaan Temari, Hinata justru mengemukakan hal lain.

"Hinata."

"Sudah lima tahun. Tapi, rasanya seperti kemarin. Disini," Hinata meremas dada kirinya, "terasa sangat sakit."

"Jangan seperti ini Hinata!" Temari ikut memeluk Hinata, "jangan lemah! Akira masih membutuhkan mu. Aku dan Kankuro akan selalu untuk mu."

Kapan semua ini akan berakhir?

"Apakah dia akan datang?"

"Aku tidak bisa memastikan hal itu."

"Kenapa?"

"Dia tidak pernah meninggalkan Suna selama lima tahun ini."

Dia tersenyum miris, "Gaara sangat beruntung. Hinata begitu mencintainya sampai seperti itu."

"Cinta memang merepotkan!"

Dia menatap sendu wajah pria di depannya, dia tahu ada rasa sakit yang berusaha dia tutupi selama lima tahun ini. Kematian Gaara mengakibatkan kandasnya hubungan dirinya dengan Temari.

"Aku dan Shikamaru tidak akan menikah, sampai kami berhasil menemukan Gaara. Dan itu tidak akan berubah, Hinata."

Naruto masih mengingat dengan jelas, pernyataan Temari. Dia berjanji tidak akan menikah dengan Shikamaru hingga Gaara berhasil ditemukan. Pasalnya, jasad yang di kuburkan itu hanya jasad seorang anbu yang sengaja di buat menyerupai Gaara. Setelah memeriksa keanehan pada tubuh jasad itu, Sakura menemukan sebuah fakta bahwa mayat itu bukan Kazekage Suna.

Dan selama itu, baik Suna maupun Konoha dalam hal ini, Hyuga tidak pernah lelah untuk mencari sosok penting di dunia shinobi itu.

"Aku berharap bisa menjadi seperti Gaara."

"Kembali lah, ke masa lalu. Dan perbaiki semuanya." Shikamaru berujar sambil tersenyum remeh pada Naruto.

Omong kosong!
















**(bersambung)**



*koment and vote.
*ini kurang panjang partnya, dan mungkin feelnya kurang dapet ni.










JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang