.
.
.
Berharap itu boleh, tapi, kau juga harus realistis dengan keinginanmu itu. Masih pantaskah kau mengharapkan cinta dari suami wanita lain? Mencintai itu tidak salah, bukan juga sebuah dosa. Tapi, cinta mampu membuatmu menjadi pendosa. Terkadang kita mampu dan menghalalkan segala macam cara untuk bisa mendapatkan apa yang kita inginkan. Terutama cinta dari orang yang kita cintai, walau pun dia sudah menjadi milik orang lain, bahkan kita tidak lagi peduli pada norma dan sebuah aturan yang ada.
Matsuri mengesampingkan semua aturan itu, dia sudah terlanjut mencintai Gaara bukan sebagai cinta seorang murid kepada senseinya bukan juga cinta seorang warga desa kepada Kazekage mereka. Melainkan cinta seorang wanita kepada seorang pria. Meskipun pria itu sudah beristri.
Sesuai jadwal hari ini, Matsuri selalu akan rutin memeriksa kondisi kesehatan sang Kazekage Suna itu. Dia yang ditugaskan melakukan pemeriksaan rutin tersebut. Ini kesempatan yang baik.
Wajahnya merona merah, melihat dada bidang Gaara yang sangat pas untuknya bersandar. Matsuri mengalirkan chakra medisnya untuk memeriksa tubuh Gaara.
"Kesehatan anda baik, Kazekage-sama." Matsuri segera merapikan peralatannya."Hn"
Tanpa diduga Gaara, Matsuri memeluk dirinya yang masih dalam posisi duduk hingga membuatnya terbaring kembali ke atas ranjang pemeriksaan. Dan betapa sialnya Gaara, Hinata masuk ke dalam ruangannya. Wajah gadis itu sangat kaget dan jelas sekali ke dua pipinya telah basah dengan air mata. Dia menatap Gaara dengan terluka, "Hi-n-na-ta." Bahkan tiba-tiba gagap menyerangnya.
Kotak makannya jatuh di depan pintu, sang pemilik memilih melarikan diri.
"Bodoh, jelas saja Gaara tidak mencintaimu. Kalian hanya suami istri diatas kertas. Jangan berharap lebih," rutuknya dalam hati. Dia menangis sejadi jadinya di tangga darurat. Terlalu menyakitkan.
"Matsuri. Lepaskan!" Dorongan kuat pada Matsuri diberikan Gaara hingga gadis itu terjatuh di atas lantai. "Jaga sopan santunmu!" Masa bodoh dengan dirinya yang tidak memakai bajunya, Gaara menyusul Hinata.
"Ckk. Bodoh." Dia menjambak rambutnya.
Tidak butuh waktu lama, dia telah menemukan Hinata. Gadis itu menangis
dengan duduk bersandar di dinding."Hinata"
"Jangan mendekat!"
Gaara mengabaikan larangan itu.
""Apa kau tuli? Aku bilang, jangan mendekat. Dasar pria BRENGSEK!!!"
Mendengar makian Hinata terhadap dirinya, membuat Gaara tersulut emosi, rahangnya mengeras bahkan dengan kasar mencengkram kasar pundak Hinata, membuat gadis itu kesakitan.
"Biarkan aku menjelaskan semuanya. Ini tidak seperti yang kau lihat."
Hinata memilih diam, dia terlalu malas untuk menjawab. Gaara semakin marah, saat Hinata menolak menatapnya.
"Lihat aku Hinata! Jangan membantah perintahku." Gaara mengangkat dagu mungil istrinya, air mata terus saja mengalir hingga berakhir jatuh di tangan Gaara yang berada di dagu Hinata.
"Maaf. Kau salah paham." Nadanya sedikit melunak. Jemarinya naik menghapus cairan bening yang mampu membuat hatinya tercubit.
Hinata memejamkan matanya merasakan belaian lembut dipipi mulusnya. Begitu hati-hati dan penuh kasing sayang. Gaara mengecup ke dua kelopak mata istrinya lalu berakhir memeluk Hinata. Mengelus pelan pucuk kepalanya.
"Maaf. Dia tiba-tiba saja memelukku. Semua yang kau lihat itu tidak benar." Gaara berusaha menjelaskan kejadian beberapa menit lalu. Dia tidak mau Hinata salah paham tentang dirinya dan Matsuri.
"Jangan marah lagi!" Hinata hanya mengangguk. Dia merona. Gaara memeluknya ditangga darurat, pria itu tidak memakai bajunya. Hinata merasa nyaman dan aman berada dipelukkan Gaara. Otot-ototnya tidak terlalu keras dan besar semuanya terasa pas bagi Hinata. Gadis itu menggelengkan kepalanya berusaha mengusir pikiran mesum diotaknya. Jemarinya bergerak mengelus dada Gaara. Sensasi aneh menyerang pria itu. Mengusik sebagian dirinya yang lain. Tapi, Gaara menikmati sentuhan itu. Hinata membenamkan wajahnya di dada Gaara, dia mengesek sedikit wajahnya untuk mencari kehangatan di pelukan Gaara.
Mereka berdiam diri selama beberapa menit, hingga akhirnya Hinata melepas pelukannya.
"Gaara-kun, pakai bajumu. Nanti masuk angin," ujar Hinata.
"Ada kau yang akan menghangatkan diriku, aku tidak perlu takut masuk angin Hinata." Gaara menatap dalam wajah merona Hinata, gadis itu mengigit bibirnya karna mendengar Gaara mengodanya.
"Aku serius." Hinata berusaha terlihat galak. Namun, tidak mempan pada Gaara.
"Aku juga serius Hinata." Gaara kembali memeluknya. Dia mengecup sayang poni Hinata.
Gaara lebih memilih mengantar Hinata pulang, dia juga beralasan akan makan siang di rumah. Karna waktu telah menunjukan jam istirahat. Meskipun begitu, semua itu hanya alasan darinya untuk menghabiskan waktu bersama Hinata.
.
.
.
.
"Besok kalian akan berangkat ke Suna. Ini misi penting." Tsunade memandang satu per satu anggota yang akan berangkat ke Suna.
Maniknya menatap sendu bocak pirang itu, "kau sudah terlambat."
.
.
.
****bersambung****
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji
FanfictionTidak ada yang bisa menebak alur sebuah kehidupan seorang ninja dalam dunia shinobi. Takdir mempermainkan mereka dalam sebuah ikatan suci bernama pernikahan berdasarkan perjanjian antar desa. Naruto Disclaimer : Masashi Kishimoto