14. Bertemu

5.8K 885 123
                                    

“Re, Ody di Bandung.”

“Jangan ngaco lo.”

“Kagak bohong gue. Coba aja telepon orangnya sendiri.”

“Nanti aja deh. Gue buru-buru. Udah telat.”

Kiki melirik Regan yang ribut menyisir rambutnya.

Sore nanti, Kiki berniat pulang ke Jakarta. Libur semester sudah tiba. Maminya sudah sibuk menelepon sejak kemarin. Bertanya kapan anak lelakinya pulang.

   Sementara teman kamarnya ini memilih mengambil pekerjaan part-time di sebuah restoran keluarga—dan memilih untuk tidak pulang.

Sudah tiga hari ini Regan mulai bekerja. Jadi malamnya, dia akan bekerja di minimarket. Lalu menjelang siang, dia akan pindah ke restoran. Begitu terus selama tiga hari ini.

Tempo hari Kiki pernah bertanya begini. “Lo ‘kan kaya. Kenapa harus kerja keras? Gue yakin duit lo bejibun di ATM.”

“Itu bukan duit gue.”

“Iya, duit nyokap lo. Terus kenapa? Selama ini lo juga hemat orangnya. Kagak boros. Gue ajak ngemall aja lo punya lima ribu alasan.”

“Itu bukan duit gue.”

“Lo pengin beli apartemen dan pindah dari sini?”

“Bukan.”

“Terus apa?”

“Emak-emak sosialita, bisa diam nggak?”

Kiki yang sebal menjambak rambutnya sendiri. Dia ingin menjambak Regan tapi orangnya keburu pergi.

“Lo nggak capek?” Kiki menyela lagi. Tidak peka kalau Regan sedang buru-buru. Dia ingat dengan percakapan mereka tempo hari.

“Nggak.”

Gila. Regan sepertinya bukan manusia.

“Gue nanti pulang ya. Jangan kangen.”

Regan menemukan kunci mobil di saku celananya yang lain. “Hati-hati. Sori gue nggak bisa nganter ke stasiun.”

“Iya, gue paham.”

“Kalau lo mau pulang, nanti tolong kasih makanan di wadah Ody, ya. Gue nanti nggak sempat balik soalnya.”

Kiki menggumam.

Tadi Regan sempat tertidur tiga jam. Sekarang pukul sebelas lebih. Ketika hendak masuk ke dalam mobil, dia menangkap sosok Tante Dewi yang duduk di teras. Sepertinya sedang merajut sesuatu.

Sebenarnya Regan ingin mendekat ke sana, tapi dia sedang buru-buru. Sejak bekerja, dia juga jarang mengobrol dengan Tante Dewi.

“Siang, Tante.”

Mendengar sapaan itu, Tante Dewi mendongak. “Siang juga, Regan. Mau berangkat kerja lagi? Gita saja belum bangun.”

“Hehe, iya nih, Tan.”

“Sudah sarapan, Re?”

“Nanti makan di tempat kerja aja, Tan.”

“Kalau begitu hati-hati ya.”

Regan tersenyum lalu masuk ke bangku kemudi. Kemarin-kemarin dia hanya naik bus untuk berangkat kerja. Tapi dia buru-buru. Mungkin membawa mobil adalah keputusan yang tepat.

Restoran tempat Regan bekerja berlawanan arah dengan minimarket. Butuh waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai di restoran.

Gaya restoran tempatnya bekerja terlihat sederhana dan hangat. Sesuai dengan tema restoran yang mengedepankan unsur keluarga.

J A R A K [2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang