24. Semua Akan Baik-Baik Saja

6K 841 82
                                    

Happy weekend. Ingat, besok Senin 😔😔😔

***

“Kenapa belum tidur?”

Lamunan Gita buyar oleh pertanyaan itu. Dia tidak sadar jika sudah berdiri di depan showcase terlalu lama. Niatnya hanya membeli minuman dingin sebentar dan kembali ke ruangan Mama, tapi malah melamun di sini.

Dia menoleh, mendapati Regan berdiri di sebelahnya. “Kenapa ke sini?”

“Sekalian pulang kerja mampir sini.” Regan menarik pintu showcase, mengambil satu kaleng soda.

“Kalau capek, nggak usah ke sini, Re.” Pintu showcase masih terbuka, Gita mengambil sebotol mineral dingin.

Setelah Regan membayar dua minuman di kasir, Gita berniat kembali ke ruangan mamanya. Regan mengikuti, enggan ketika Gita menyuruhnya pulang saja.

“Kiki nanti sendirian di rumah.”

“Udah biasa dia. Lagian ada Ody.”

“Oh iya, kabar Ody gimana?”

“Ody ya?” Regan menggumam. Tahu jika yang dimaksud Ody yang di Jakarta. “Baik. Ody sehat. Dia masih kayak dulu.”

Sampai di depan ruangan, Gita kembali berkata. “Mukamu udah capek banget, Re. Mending pulang. Aku sendirian nggak apa-apa.”

Regan sebenarnya ingin masuk. Melihat Tante Dewi sebentar. Tapi mengingat sudah larut, dia urungkan. Besok pagi saja. “Aku di kursi depan, kalau kamu butuh apa-apa.”

Gita hanya bisa menghela napas ketika Regan berbalik dan melangkah ke kursi panjang, yang terletak di muka koridor. Layar televisi di sana masih menayangkan program tengah malam. Hanya disetel lirih. Koridor mulai sepi.

***

Setelah segala sesuatunya siap, hari itu akhirnya tiba. Selama satu bulan ini, keadaan Tante Dewi tidak mengalami penurunan. Cenderung stabil dibantu alat-alat. Jadi mendekati operasi transplantasi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semuanya baik-baik saja. Kondisi pasien juga mendukung.
Gita mencoba tegar di depan mamanya. Dia menahan mati-matian air mata, takut membuat mamanya menjadi cemas.

“Mama harus janji dengan Gita, ya. Mama bakal keluar dari sana dengan sehat.” Tapi tetap saja dia menangis. Cepat-cepat dia seka.

Regan menyaksikan semuanya dari kejauhan.

Barulah ketika pintu ruang operasi tertutup, Regan mendekat. Memeluk perempuan itu dengan satu tangannya. Membuat tangisnya kembali pecah. Regan menuntunnya untuk duduk.

“Git, semuanya akan baik-baik aja.”

Dengan masih terisak, Gita mengangguk. Dia percaya kalau semua akan baik-baik saja. Tapi dia tidak bisa menghentikan air mata yang terus menetes.

Beberapa menit kemudian, Gita sudah bisa menguasai diri. Tangisnya sudah reda. Regan sedikit lega.

Selama empat jam menunggu, Regan diam-diam ikut resah. Berbagai kemungkinan muncul di benaknya. Sudah dia tepis, tapi gagal. Kali ini dia tidak bisa menenangkan Gita yang mengusap wajah gusar. Tapi ada sinar optimis di wajahnya.

Semuanya akan baik-baik saja, ‘kan? Regan menatap dinding putih di depannya. Ikut meyakinkan hatinya sendiri.

Empat jam menunggu, lampu di atas pintu mati—menandakan jika operasi telah selesai. Gita dan Regan segera merapat ke pintu ketika satu sisinya terbuka. Yang melegakan adalah wajah-wajah dokter dan perawat terlihat cerah, tanpa beban kabar yang harus disampaikan.

J A R A K [2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang