Libur tiga hari itu Regan manfaatkan untuk pulang ke Jakarta. Sejak kemarin dia sudah diteror Adriana sepanjang hari. Yang intinya memaksa agar pulang. Adriana tidak menerima alasan apa pun. Dia tidak tahu kalau kakaknya beberapa hari ini berhasil menjadi mayat hidup di Bandung. Betapa pintar dia menyembunyikan semuanya.
Hari itu Kiki juga pulang, dijemput oleh sepupu yang kebetulan ingin ke Jakarta. Regan dipaksa untuk turut serta dengan mereka. Baru separuh perjalanan, ponsel Regan bergetar. Setelah Adriana menelepon, dia berniat mematikan. Tapi sepertinya lupa.
“Pagi.”
“Kok nggak semangat gitu?”
“Aku pulang. Kamu di rumah?”
“Ini udah di kereta? Perlu aku jemput ke stasiun? Ih, kok nggak bilang-bilang.”
“Bareng sepupunya Kiki. Naik mobil.”
“Aku seharian di rumah. Mau jam berapa ke sini?”
“Sore ya.” Regan berpikir sebentar. “Ambil jaket, sekalian ada yang mau aku bicarain.”
“Oh, jaket?” Terdengar suara gemerusuh. “Nah, ketemu. Udah kucuci lama. Emang mau bicara apa sih?”
“Sampai ketemu nanti ya, Dy.”
“Eumm, oke.” Tanpa firasat apa-apa.
***
Di meja makan sudah terbentang banyak lauk. Penuh sesak. Sampai dia tidak bisa menyebutkan menu satu per satu. Regan masih menatap takjub, alih-alih lekas menyendok nasi.
Ardi peka. “Adikmu yang masak, Re. Nggak tahu deh enak apa nggak.”
“Papa, ih.” Adriana muncul membawa gelas. “Kemarin ‘kan udah coba masakanku. Kenapa gengsi bilang enak, sih?”
Tapi Ardi tetap menggoda. “Semoga nanti sampai Bandung kamu nggak sembelit, Re.”
Regan tertawa. Wajahnya terlihat lebih santai. Apalagi setelah melihat Adriana yang senewen. Tapi hanya sebentar. Buktinya, setelah mereka berempat duduk, Adriana gesit mengambil piring kakaknya. Menumpuk nasi dan menuang banyak lauk. Regan harus berseru agar adiknya berhenti membuat gunung di piring itu. Ardi dan Fatma geleng-geleng saja.
“Nginap, ‘kan, Re?” Fatma bertanya.
Dengan sedih, Regan menggeleng.
Adriana urung menyendok makanan. Kembali senewen. “Gimana sih, Mas? Aku kira nginap. ‘Kan libur tiga hari. Mau ngapain sih?”
Sebelum suasana meja makan menjadi kacau, Ardi dengan penuh pengertian menengahi. “Nggak apa-apa. Yang penting kamu sempat pulang, Re. Kami udah bahagia kok lihat kamu langsung begini.”
Regan tersenyum, berterima kasih atas pengertian Ardi. Kemudian dia melempar sebuah pertanyaan, “Masih rajin check up, Om?”
Seketika meja makan itu senyap. Masing-masing mengerti ada yang salah. Atau mungkin memang sudah waktunya.
“Masih, Re.” Ardi memecah senyap. Meski tiba-tiba muncul satu pertanyaan besar. Yang sangat ingin dia tanyakan. Tapi tidak sekarang. Dia takut membuat selera makan semua orang hilang.
Maka, selanjutnya Adriana yang mendominasi obrolan. Adiknya itu sudah semester dua pertengahan. Dengan muka berbinarnya, dia bercerita tentang pendongeng asal Korea yang kemarin bertandang ke kampusnya. Entah kenapa, hal yang semula sederhana, menjadi begitu istimewa jika Adriana yang bercerita.
Makan siang ditutup dengan es kelapa buatan Adriana. Ah, jadi semua yang masuk ke perutnya hari ini buatan adiknya. Dia sampai lupa memuji betapa lumayannya masakan Adriana. Sudah baguslah untuk pemula. Regan yakin nanti-nanti pasti lebih enak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
J A R A K [2] ✓
Romance#2 Long Way to Home [young adult] Regan masih mencari. Dalam perjalanannya, kali ini dia hanya sendiri. Tanpa Ody yang menemani. Ody akan menunggu, ketika Regan bilang ingin ditunggu. Meski dia tidak lagi bisa menemani. Tapi dia akan menunggu. Kali...