3. Kebetulan atau Takdir?

8.2K 966 173
                                    


“MAS!!”

Regan harus menjauhkan ponselnya dari telinga kalau tidak ingin gendang telinganya pecah.

Berpikir sejenak, Regan mengetahui kesalahannya apa. “Iya, maaf. Minggu ini nggak bisa pulang, Dri.”

“Kenapa nggak bisa?”

“Bulan ini nggak bisa pulang. Maaf.”

Adriana terdiam, lalu berkata lirih. “Mas sengaja nggak mau pulang dulu?”

“Iya.”

“Mas lagi apa?”

“Lagi mau mandi, baru pulang kuliah.”

“Aku lagi nonton drama.”

Regan mendengus pelan. Sudah dia duga.

“Kabar di rumah gimana, Dri? Sehat-sehat?”

“Sehat semua. Mas mau bicara sama Papa…” Di ujung sana Adriana kembali terdiam.

Regan mengerti. Tapi dia tetap menjawab. “Titip salam buat Papa Ardi ya. Buat Tante Fatma juga.”

“Mas baik-baik di sana. Jangan salah gaul.”

Regan tertawa pelan. Dia terharu sebenarnya. Tapi menutupinya dengan tawa itu.

“Kamu juga. Awas ya kalau sampai pacaran sama…”

“Iya, iya!”

Obrolan mereka selesai begitu saja.

Dari tempatnya berdiri—di ambang pintu kamar—Regan melempar ponsel ke atas kasur. Meleset sedikit bisa kena ujung ranjang.

“Dri siapa?”

“Hah?”

Kiki keluar dari kamar mandi dengan handuk menggantung di leher.

“Siapa? Dy, kali. Bukan Dri.”

“Gue belum budek.”

“Ya siapa tahu sejak stalking Nana lo jadi budek.”

“Nggak nyambung!” Kiki menarik handuk dari leher, siap menyabet kepala Regan dengan handuk itu.
Regan berhasil masuk ke kamar mandi dengan tepat waktu sebelum sabetan handuk bersarang di kepalanya.

“Dri siapa? Gebetan lo ya?!”

***

“Na, gue satu kampus sama Ari.”

Rana membulatkan mata. Spageti yang dia makan menggantung di sela bibirnya.

“Gue ‘kan waktu itu udah bilang. Ari bakal sekampus sama gue. Lo malah nggak mau daftar ke kampus gue.”

Rana menelan spageti-nya sebelum berkata, “bukannya nggak mau. Gue harus nurut sama Kanjeng Mami.”

“Selama Ospek gue juga diantar Ari pulang.” Ody sengaja melapor. Cukup kemarin-kemarin saja Rana salah paham. Jadi lebih baik begini, apa pun yang menyangkut Ari, akan dia laporkan ke Rana.

Rana tidak marah—dia tidak berhak marah. Dia justru senang dengan Ody yang terbuka seperti ini.

“Tapi, Dy...”

“Tapi kenapa?”

“Ari kelihatan suka banget sama lo.”

“Cuma masalah waktu, Na. Dia bakal mundur dan ngelupain gue.”

J A R A K [2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang