22. Senja Tanpamu (2)

5.9K 856 70
                                    

    Meja makan pagi itu menyisakan Ody dan Maya. Semua orang mendadak sibuk. Padahal pesta baru saja selesai semalam. Tenda-tenda di depan sudah dibongkar tadi malam. Termasuk meja dan kursi.

    Pukul sepuluh. Jelas saja rumah sudah sepi. Papa dan Mama mengantar sanak saudara yang bertolak ke Jogja pagi ini. Mereka tidak bisa ambil cuti lebih panjang. Jadi harus pulang segera. Sedangkan Kinan dan Anggun mengejar pesawat untuk honeymoon ke Bali jam tujuh tadi. Maya menikmati salad dengan mengomel, betapa mereka sudah tidak sabar untuk honeymoon.

   “Lo kuliah jam berapa?”

   “Hah?”

   “Ini nih yang bikin lo jomblo akut. Pagi-pagi udah ngelamun.” Maya seperti biasa, setiap ada kesempatan, selalu menyempatkan nyinyir pada adiknya.

   Ody mencibir. Dia dengar kok Maya tanya apa. “Gue libur. Tumben tanya?”

   “Gue mau pergi soalnya. Lo kalau nggak mau di rumah sendirian, pergi main ke mana kek.”

   “Lo mau ke mana, Mbak?”

   “Nemenin Mas Dipta nyari apartemen ….” Maya sepertinya kelepasan.

   “Gue ikut kalau gitu.”

   “Awas ya lo nikung Mas Dipta dari gue. Lo cukup Regan aja.” Maya sepertinya sudah bisa tenang. Setelah kemarin menyaksikan sendiri bagaimana perkembangan hubungan Ody dan Regan. Dia tidak perlu saingan dengan Ody. Bukannya takut kalah, tapi ya tidak etis saja memperebutkan lelaki dengan adik sendiri.

   “Kenapa dia mulu sih?”

   “Lo nggak tahu?”

   “Apaan?”

   “Lo sama Regan jadi gosip di keluarga Jogja.”

   “Heh?!”

   “Apa sih yang mereka bilang kemarin … ah iya, calon mantu! HAHA! Mereka juga khawatir gue dilangkahin. Enak aja. Gue dulu yang bakal nikah sama Mas Dipta.” Maya terpingkal-pingkal. Tawanya membahana di ruang makan. Coba saja ada Papa, dijamin tidak akan berani tertawa senorak itu.

   Ya, ya, ya. Ody mesem saja. Biarkan kakaknya itu senang sedikit. Tidak akan dia rusak.

   Ody kembali mengaduk nasi goreng di piring, yang tadi sempat mamanya masak pagi-pagi. Sekarang sudah dingin. Ody bangun siang. Begitu juga Maya. Tahu-tahu rumah sudah kosong dan hanya dipamiti lewat notes yang ditempel di pintu kulkas.

   Inilah alasan yang sesungguhnya kenapa mereka masih saja jomblo. Bangun pagi saja tidak bisa.

   Selesai sarapan, lantas mandi kilat, mereka menuju ke pusat kota. Hari ini Maya super wangi, entah berapa botol parfum yang dia habiskan. Kalau Ody tidak membuka jendela di sampingnya, bisa dipastikan dia mabuk parfum sepanjang perjalanan dan bersumpah akan membanting botol parfum milik kakaknya itu nanti.

   Ponsel di pangkuannya masih saja gelap. Dia mengusapnya sekali dan mendapati tidak ada notifikasi satu pun yang masuk. Dia membuka aplikasi chat. Sejak sarapan tadi dia sudah mengirim pesan untuk Regan. Tapi dilihat dari profilnya, dia terakhir membuka chat kemarin sore. Pesannya belum dibaca.

   Haruskah dia mencoba menelepon lagi? Ya, coba sekali saja. Kalau tidak diangkat, ya sudah. Dia akan berhenti meneror Regan.

    Nada sambung sudah terdengar lima kali. Ody hampir menyerah dan memilih membatalkan panggilan ketika suara terdengar di ujung sana. Ody sedikit lega.

   “Re, di mana?”

   “Di restoran.”

   Ody sedikit mencelos. Lelaki itu pasti lelah. Kenapa harus memaksakan diri masuk kerja? “Kamu nggak kuliah hari ini?”

J A R A K [2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang