12. Ody vs Maya

6.3K 884 119
                                    

Kedatangan Dipta membawa pengaruh besar di rumah. Maya yang biasanya tak ubahnya Medusa, sekarang mendadak jinak seperti anak kucing. Apalagi sekarang Maya pura-pura rajin memasak, menyapu lantai, mengelap kaca jendela. Bahkan berbaik hati mencucikan baju Kinan, dengan modus menawarkan diri mencucikan baju Dipta sekaligus.

Jika biasanya Maya sering sepulang kuliah mampir ke mana-mana, maka sekarang selesai kuliah dia langsung pulang. Mendadak lupa diri kalau sebelum ini suka arisan sosialita atau pacaran entah di mana.

Tiga hari ini, Maya mendadak berkelakuan seperti Puteri Indonesia yang lemah lembut, halus tutur kata dan manis. Bagai bumi dan langit dengan kelakuan dia sehari-hari sebelum kedatangan Dipta.

Tiga hari pula, Ody dan Kinan menahan untuk tidak muntah setiap melihat kelakuan ajaib Maya. Kalau orang tua mereka justru senang-senang saja melihat perubahan Maya, tanpa curiga ada Medusa di balik anak kucing. Tunggu, tapi kok aneh ya? Tapi biarlah.

Dari sofa ruang tengah, Ody hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah norak kakaknya itu.

“Mbak, bikinin aku es sirup dong!” Ody sengaja mengetes.

Maya yang sedang mengangkat keranjang baju kotor, menoleh dengan tajam. “Adikku yang cantik, ‘kan kamu bisa bikin sendiri.”

“Tapi aku maunya dibikinin sama Mbak.”

Secara otomatis panggilan mereka jadi aku-kamu. Semalam Maya sudah membuat kesepakatan dengan Ody. Tapi tetap saja Ody hari ini membuat darah kakaknya naik ke ubun-ubun.

Ody tidak akan membiarkan pencitraan Maya berjalan dengan mulus. Enak saja!

Setelah menoleh ke berbagai arah, belum menemukan keberadaan siapa-siapa selain mereka berdua, Maya meletakkan keranjang di lantai dan langsung menyerang Ody.

“Lo sengaja ‘kan, Dy, bikin gue ngamuk? Hah?” Tangan Maya beringas meraih rambut Ody.

Ody yang kena jambak menjerit kesakitan. Tidak ada orang di rumah. Mereka semua ikut pergi ke lapangan kompleks. Ody yang tidak mau bangun pagi, akhirnya ditinggalkan. Sementara Maya punya alasan akan mencuci baju.

“Ampun, Mbak. Ampun. Gue lagi patah hati nih. Rambut gue jangan dibikin bondol juga dong!”

Mendengar kata patah hati, akhirnya Maya melepas tangannya dari kepala Ody. “Patah hati kenapa lo?”

“Ada lah, males cerita sama lo, Mbak.”

“Regan nyakitin hati lo?”

“Bukan nyakitin sih, Mbak.”

“Terus apa? Lo yang baper sendirian?” Maya terpingkal di sofa sebelahnya. “Duh, duh, duh. Ngenes banget nasib adik gue.”

“Mbak ngaca dong. Kalau gue khilaf lama-lama bongkar nih semua rahasia Mbak, kalau perlu di depan Mas Dipta.”

Tawa Maya langsung tersumpal. Dia berdiri, menepuk punggung adiknya sedikit keras. “Sana mandi!”

“Mbaaaak!”

“Iya, iya, gue paham. Cinta sendirian itu nggak enak. Gue yakin lo bisa melalui semua ini. Semangat!!” Maya berujar sok bijak, lantas mengepalkan kedua tangan ke udara.

“Bukan itu! Bikinin gue es sirup dulu.”

“Lo minta dijambak lagi?”

Ody melempar bantalan sofa dan Maya gesit menghindar.

***

Genap seminggu Dipta menginap di rumah mereka dan rencana sore nanti akan terbang ke Lampung.

J A R A K [2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang