7. Lari atau Hadapi?

7.7K 900 204
                                    

Regan menatap lurus rumah di depannya dari teras. Pintu rumah itu masih tertutup rapat. Apa mungkin Gita sudah berangkat kerja?

"REGAN!"

Regan terkesiap memegang dadanya sendiri.

Kiki yang sudah rapi muncul di ambang pintu. Ketika Regan mendongak, dia menyeringai tanpa berdosa-seperti sengaja mengagetkannya.

"Anterin kuliah dong, Mas Regan."

"Jijik!"

"Gue males jalan ke halte ini. Anterin kenapa. Lo 'kan kuliah sore."

"Ogah."

Kiki masuk ke dalam rumah, lalu muncul kembali dengan kunci mobil di tangan. Sambil memainkan kunci di tangan, dia berkata santai. "Jangan salahin kalau mobil lo pulang bempernya ilang."

"Kok ilang?"

"Gue tabrakin gapura kampus." Kiki sebenarnya hanya mengancam saja agar Regan mau mengantarnya.

Regan mengangkat satu kakinya, melayangkan satu sandal ke arah Kiki. Untungnya Kiki lumayan gesit, dia bisa menghindar sebelum sandal jepit itu mencium wajahnya.

Kiki malas menyetir. Karena terbiasa dimanja maminya juga. Ke mana-mana harus disopiri. Tidak boleh membawa mobil sendiri. Jadinya ya seperti ini.

Regan berdiri, mengalah. Berdebat dengan Kiki itu sama dengan berdebat dengan emak-emak. Semakin keukeuh Regan, maka semakin Kiki akan menyerocos panjang-lebar. Berisik.

Regan sih maklum. Mungkin karena Kiki sering berkumpul dengan Tante-tante sosialita.

"Kamu sudah kenalan dengan tetangga baru kita, Ta?"

Mendengar suara itu, Regan terpaku. Kiki sudah masuk ke dalam mobil, duduk tenang di kursi depan.

"Siapa-?"

"Pagi, Nak Regan."

Regan semakin pias. Membeku di sisi mobil.

Di sana, di depan rumah, Gita juga membelalakkan mata. Siapa yang akan menyangka jika mereka akan bertetangga?

Kiki yang sudah menunggu di dalam mobil merasa kesal karena Regan masih berdiri di sisi mobil dan kemungkinan besar malah melamun.
Kiki keluar lagi, dia melayangkan protes. "Re, buruan! Malah bengong! Dosennya killer, Re-"

Regan memantapkan hatinya. Dia melangkah pasti ke rumah di depannya. Apa pun yang akan terjadi besok atau lusa, Regan akan hadapi.

Juga pagi ini, Regan akan hadapi.

"Pagi, Tante." Regan menyapa ketika dia sudah sampai di halaman rumah Gita.

Gita masih terkejut. Dia ingin menahan Regan yang melangkah ke rumahnya. Namun dia sendiri gagal menyembunyikan ekspresi terkejut di wajahnya.

Dan sekarang, Regan sudah berdiri di halaman rumahnya. Menyapa mamanya dengan begitu ramah.

Tunggu... Regan sudah mengenal mamanya? Bahkan dia menyapa seakan-akan sudah mengenal lama.

Gita menoleh, menatap ekspresi di wajah mamanya yang berseri.

"Nak Regan ini yang tinggal di rumah depan. Tetangga baru kita." Suara mamanya menarik Gita dari pikirannya sendiri.

Jadi, entah karena masih linglung atau bagaimana, Gita justru mengulurkan tangannya. "Gita."

Regan mengernyit, namun segera menjabat tangan Gita seraya menyebutkan nama. Semoga saja ekspresi di wajah Regan tidak mencurigakan.

J A R A K [2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang