Pengorbanan

3.8K 207 15
                                    

Shilla mencoba menggerakan kaki nya agar dia bisa turun dari kasur tanpa bantuan orang lain. Sedikit demi sedikit Shilla berusaha. Tapi semakin banyak bergerak kaki nya terasa semakin sakit dan Shilla mengabaikan rasa sakit itu.

Shilla merasa bosan hidup seperti ini. Sudah 2 hari yang lalu dia keluar dari rumah sakit tapi hidup nya gini-gini saja. Hanya tiduran di kasur, menonton televisi, dan makan. Untuk membaca buku saja Shilla tidak bisa karena Shallo melarang nya. Shallo bilang, otak Shilla tidak boleh menerima hal-hal yang berat terlebih dulu, padahal Shilla sangat menyukai membaca.

Brak!

Shilla terjatuh dari kasur yang menyebabkan bunyi kencang akibat benturan tubuh Shilla dengan lantai terdengar. Shilla mengaduh, kaki nya terasa sangat sakit ditambah bokong nya yang juga terasa nyeri.

"Bundaa!! Abangg!!" Teriak Shilla. Shilla sudah tidak bisa lagi bergerak sendiri, rasa sakit di kaki nya sudah tidak bisa ia tahan lagi.

Suara pintu terbuka terdengar. Shallo yang melihat Shilla terduduk dilantai langsung berlari menghampiri Shilla dengan wajah khawatir, "Kok bisa jatuh si?"

Shallo mengangkat tubuh mungil Shilla dan menggendong Shilla dengan gendongan ala bridal style. Shallo meletakan Shilla di atas kasur nya secara perlahan.

"Kamu mau kemana?" Tanya Shallo ketika sedang mengubah posisi bantal Shilla agar Shilla bisa duduk sambil bersandar ke bantal.

"Taman."

"Ngapain?"

"Shilla bosen bang. Please bolehin. Shilla bosen di kamar terus." Ucap Shilla dengan tatapan memohon.

Shallo menghembuskan nafas pelan, Shilla selalu tau dimana letak kelemahan nya. Shallo tak akan tahan jika harus menolak permintaan Shilla, apalagi dengan tatapan memohon seperti itu.

"Abang temenin."

Shilla menggeleng, "Mau sendiri aja."

"Kondisi kamu gak memungkinkan kamu buat pergi sendiri."

"Karena Shilla lumpuh?"

Shallo menutup mulut Shilla dengan jari telunjuk nya, "Sutt,, kamu gak boleh ngomong gitu."

Shilla menghembus nafas malas, kemudian menjauhkan tangan Shallo dari bibir nya. "Emang kenyataan nya kaya gitu kan?" Ucap Shilla membuat Shallo terdiam.

"Kenapa diam? Bener kan bang? Kalau abang perlakuin Shilla beda dari biasa nya, Shilla semakin merasa kalau Shilla gak bisa apa-apa dengan mandiri, bang.

"Shilla mohon, izinin Shilla buat ngelakuin hal-hal yang masih bisa Shilla lakuin sendiri. Shilla gak mau jadi manusia yang gak bisa apa-apa bang. Lagian Shilla cuma ke taman di komplek dan jarak nya gak jauh dari sini kok. Boleh ya?"

Shallo menatap Shilla intens, berusaha mencari jawaban atas pertanyaan dalam hati nya apakah Shilla akan baik baik saja atau tidak.

Shilla menghembuskan nafas kasar kemudian menyeringai kecil, "Dasar Shilla, Kamu tu cacat. Gak bisa apa-apa sendiri, Gak usah sok kuat dengan pergi ke taman sendirian." Ucap Shilla pada dirinya sendiri dan sekaligus bernada menyindir Shallo yang selalu mengkhawatirkan Shilla karena kondisinya.

Shallo menghembuskan nafas pelan, memperhatikan Shilla dengan tatapan penuh kelembutan. Shilla memang keras kepala dan Shallo tidak boleh ikut keras kepala.

"Yaudah boleh." Ucap Shallo pada akhirnya membuat Shilla menatap tak percaya.

"Karena kasian?"

"Karena abang percaya Shilla akan baik-baik saja." Ucap Shallo membuat Shilla tersenyum sumringah.

"Ayo anterin Ila sampe gerbang."

Love Changes Us ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang