Bab 6

27 6 0
                                    

Hari itu telah banyak datang tamu undangan yang berhadir dan sanak keluarga dekat maupun jauh untuk menyaksikan pernikahan wawan dan ufi. Dan sampailah kepada saat yang menegangkan campur bahagia buat sebagian orang namun berbeda hal dengan wawan dengan perasaannya yang masih tetap terkurung dengan satu nama dalam hatinya.

"Saya terima nikahnya Nurlutfiah bin bapak haryanto dengan mahar tersebut tunai" ucap wawan dengan sekali tarikan nafas.

"Bagaimana saksi, sah?"

"Saah" serentak sahut semua orang yang menghadapi acara itu.

"Allhamdulillah" ucap penghulu diikuti yang lain.

Dengan wajah canggung, ufi agak sedikit ragu. dia perlahan mencium punggung tangan wawan yang sudah sah menjadi suami halal dunia akhiratnya.

. . . . . . . . . . . . . .

Setelah melalui hari yang melelahkan tersebut dan para tamupun sudah banyak yang pulang mereka ijin pamit beristirahat untuk kekamar yang sudah dipesan oleh keluarga besar. Mereka tidak harus langsung pulang dan menginap beberapa hari di salah satu hotel yang baru saja mengadakan acara pernikahan mereka.

Ada haru dan sedih di mata ufi saat orangtuanya ingin pulang dan berpisah dengannya. Karena itu hal baru bagi ufi yang tidak pernah lepas dari ayah ibunya sejak dulu.

. . . . . . . . . . . .

Saat memasuki kamar hotel yang sudah mereka pesan. Ada kecanggungan didalamnya.

"Jika kamu mau mandi dan membersihkan diri silahkan jangan sungkan dan jangan hiraukan aku" wawan memecah keheningan namun tetap dengan wajah datar.

Ufi mengangguk pelan seraya menuju kamar mandi untuk memanjakan tubuhnya yang sedari tadi melayani para tamu untuk mengucapkan selamat kepada mereka berdua. Dalam hening dan dengan iringan suara air yang mengalir ditubuhnya dia tertegun "mengapa aku merasa pernikahan ini seperti dipaksakan dan tidak sesuai keinginan" ucap ufi dalam hati.

Dalam lamunannya tak terasa air mata itu mengalir jatuh ikut turun bersama deru air sower yang membasahi tubuhnya. "YaRabb semoga saja aku bisa memberikan yang terbaik dan tidak mengecewakanmu, aku memohon selalu dalam lindunganmu yaRabb" ucapnya lirih.

Selang beberapa waktu ufi keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang lengkap dengan gamis abu-abu dan selaras dengan kerudung hitam panjang yang sempurna dengan wajah cantik putihnya. Dia masih canggung jika langsung membuka kerudungnya walaupun dia tau bahwa wawan adalah suami sahnya.

. . . . . . . . . .

"Mas sudah makan, mau aku bikinin apa" ucap ufi hati-hati

Dengan masih menatap laptop dan mengerjakan pekerjaannya wawan menjawab "aku masih kenyang" jawabnya datar

Ada raut sedih di pelupuk matanya dengan jawaban sinis suaminya. Ufi menghela nafas dengan mata berbinar dan perlahan beranjah menjauhi suaminya yang masih asik berkelut dengan laptopnya.

Sebelum dia beranjak jauh, dia dikagetkan dengan suara suaminya yang memanggilnya dan menyuruhnya duduk seperti ada yang ingin di bahasnya serius. Ufi pun menuruti apa pinta suaminya.

"Aku ingin menyatakan sesuatu kepadamu"tatap serius wawan.

"Apa itu mas" jawab lirih ufi

"Sebelumnya aku minta maaf, soal pernikahan ini sejujurnya aku tidak mengharapkannya" ucap wawan

Mata ufi membulat dan dadanya terasa sesak begitu saja, saat mendengar suaminya mengatakan itu kepadanya. Namun dia memilih diam dan lanjut mendengarkan apa yang ingin suaminya sampailan.

"Aku tidak ingin menyakitimu, namun jujur hatiku masih dimiliki orang lain dan jiwa ragaku hanya akan aku serahkan kepadanya" lanjut wawan

"Aku hanya menuruti permintaan bunda yang sudah mulai sakit-sakitan aku tak sanggup menolak pintanya terlebih dia wanita yang sangat aku sayangi".

"Jadi aku memohon kepadamu jangan terlalu merepotkan dirimu kepadaku. Urus saja urusan kita masing-masing" jawab wawan sembari perlahan meninggalkan ufi yang ternyata sedari tadi sudah menangis, air hangat mengalir lembut dipipinya.

. . . . . . . . . . . . .

Setelah senja tiba wawan bergegas bersiap-siap untuk sholat magrib, namun tidak di masjid karena kebetulan di hotel yang dia tinggali pada hari itu, jarak masjid atau mushola sangat jauh. Terpaksa dia sholat sendiri, ufi pun saat itu sholat namun dia melakukannya didalam kamar. Mereka tidak sholat berjamaah karena memang Wawan masih belum bisa membuka hati untuknya.

Hari sekian malam dan tubuh mereka saat itu sangat lelah karena acara siang tadi.

"Kamu tidur di kasur saja, biar aku yang tidur di lantai" ucap Wawan datar

Seakan belum puas hari ini dia kecewa, malam inipun ufi hanya bisa diam dan tidur dengan membawa hati yang layu dan dipeluk selimut kekecewaan.

. . . . . . . . . . . . .

Penikmat setia penyempurnaku, maaf jika dalam penulisannya typo dan ceritanya sedikit absurd karena ini cerita pertama author. Jangan lupa kritik sarannya ya.
Satu respon dari kalian, sangat berharga buat saya. Salam hangat author :-)

Penyempurnaku.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang