Bab 8

19 6 0
                                    

Hari berganti hari dan berlalu, waktu terus meninggalkan masalalu namun keadaan dirumah itu tetap sama. Dua orang insan yang terjebak dalam ratapan nasib ilahi.

"Mas ada waktu, aku ingin berbiacara sama mas boleh?" Ucap ufi hati-hati.

"Hhmmm" jawa wawan datar.

"Aku ingin berhenti bekerja mas, dan ingin sepenuhnya mengabdi buat mas" lirih ufi.

"Kamu yakin" masih dengan sikap dinginnya.

"Iya mas. Karena memang kewajiban seorang istri untuk sepenuhnya berbakti kepada suami" ucapnya.

"Kalo kamu maunya seperti itu, ya silahkan"ucap wawan masih dengan wajah datarnya.

Ada senyuman kecil yang mencuat yang lolos dari bibir mungil ufi. Mungkin dia merasa sedikit dihargai oleh suaminya dengan keputusannya. Dan juga dengan begitu ufi akan lebih bisa mendekati, dan berharap meluluhkan hatinya, namun entah kapan itu akan terjadi.

. . . . . . . . . . . . .

Pagi buta ufi sudah bangun seperti biasa, tahajud, tadarus, sholat subuh dan memasak sarapan untuknya dan suaminya.

"Mas sebelum berangkaat makn dulu"ucap ufi.

"Nanti saja, saya bisa cari makan sendir dikantor" jawab dingin wawan.

Sudah sering ucapan itu terlontar dari bibir suaminya tapi tetap saja membekas dalam hati ufi. Matanya berkaca dan dadanya sesak seraya berlalunya wawan. Namun dalam hatinya teguh takan menyerah. Besok pagi dia akan tetap membuat sarapan untuk suaminya.

Hari ini ufi tetap ikut berangkat bersama suaminya karena ufi hari itu ingin mengundurkan diri dikantornya bekerja. Hatinya sudah bertekat dan sudah didukung juga sepenuhnya oleh ayah bundanya karena memang kewajiban wanita sebagai istri tidak main-main.

Didalam kantor ufi saat itu penuh haru dan rasa tidak percaya. Benar saja karena seorang ufi yang baik hati dan anggun sifatnya yang banyak kalangan laki-laki mengumpat rasa kepadanya, tidak luput karyawan wanita dikantor itupun sangat suka dengan kebaikan wanita itu.

Dalam haru seseorang memecah kesunyian. "Kenapa sih lo berhenti bekerja disini" salah satu karyawan bertanya.

"Apa lo di marahin sama suami lo" sahut yang lain.

Ufi hanya tersenyum dan menjawab lembut "enggak ko, suamiku tidak sedikitpun melarang. Ini semua murni atas keinginanku sendiri. Karena memang kewajiban seorang istri sepenuhnya waktunya untuk suami" lirihnya.

"Lo emang wanita yang sholehah dan taat sama suami fi"sahut yang lain.

"Semoga aja lo jadi keluarga samawa ya"ucap teman sekntornya.

Ufi hanya tersenyum dan mengaminkan ucapan teman-temannya seraya meanggap itu adalah doa buatnya dan suaminya yang kelak akan menjadi kenyataan.

Perlahan pasti ufi beranjak keluar perusahaan yang sudah lama dia tempati bekerja, berat rasanya. Namun lebih berat jika dia kehilangan suaminya dan rumah tangganya. Ternyata ufi sudah memiliki perasaan yang suci itu kepada suaminya, Entah kapan hati ufi mulai mencintai lelaki tersebut.

Disela melamummya langsung buyar ketika ada suara laki-laki dari belakang memanggilnya. Ternyata itu irul teman sekantornya dan sahabat suaminya.

"Eh bu jutek bener mau berhenti kerja" rayunya ngos-ngosan.

Dia memanggil ufi jutek karena memang ufi jika berhadapan dengan bukan mahromnya sangat menjaga dan terkesan jutek.

"Darimana kamu rul, ngos-ngosan gitu"tanya ufi lembut.

"Dari belakang gue di suruh sama Pak Har mengurus sesuatu, terus pas gue balik kedalam orang pada ribut membahas lo mau resain" ucap irul sambil mengatur nafas.

"Iya aku mau berhenti bekerja dan ingin sepenuhnya waktuku buat mengabdi kepada sahabatmu itu" jawab ufi diiringi dengan senyuman.

"Baguslah kalo itu alasannya, gue kira lo di marahin kerja sama ulat nangka itu" ucap irul sambil tertawa terbahak-bahak.

Ufi hanya tersenyum melihat kelakuan sahabat suaminya tersebut. "Yaudah rul aku pergi dulu ya, Assalamuallaikum" jawab ufi lembut.

"Waallaikumsalam ibu wawan" jawab irul sambil tertawa.

. . . . . . . . . . . . . . .

Sesampai dirumah ufi duduk di sofa dan merebahkan dirinya senyaman mungkin. Matanya kosong menatap keatas. Mengingat semua kejadian-kejadian yang dia alami selama ini, dengan sikap datar suaminya, kurangnya komunikasi dan entahlah. Mata Ufi mulai kembali berkaca mengingat semua itu.

"Akankah semua ini kelak menjadi indah yaRabb, atau malah menjadi perceraian yang sangat kau benci" lirihnya dalam hati.

Tak terasa hari sudah siang dan memasuki waktu sholat zuhur. Ufi perlahan masuk kamar mandi dan berwudhu. Setelah dia menyiapkan semuanya, dia hanyut dalam sujudnya dalam dekapan hangat tuhan kepadanya.

. . . . . . . . . . . . . .

Jangan kemana-mana tetap tongkrongin ya cerita Penyempurnaku. Dan jangan lupa kritik sarannya buat author biar kedepannya lebih baik lagi. Salam hangat buat kalian. :-)

Penyempurnaku.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang