Ufi POV
Ufi melamun dalam rebahnya, otaknya beradu dengan hatinya. Fikirannya menerawang jauh kehari-hari Saat lelaki itu datang dengan keluarganya dan mempersuntingnya pada malam, dia sudah merasakan keraguannya dalam hati dalam percakapan singkat didepan rumahnya dulu. Namun kerhuan itu dia tepis dalam otaknya dan lebih berfikir husnuzon kepada wawan pada saat itu.
Setiap malam tanpa dia lewatkan sholat sunah untuk meminta jawaban dari Rabb-Nya sampai hari dimana seorang lelaki itu mengucapkan kata sakral nan suci untuk menjadikannya pendamping halal dan mengambil taggung jawab dari orang tuanya.
"Semoga di hari yang bahagia ini akan menjadi awal kebahagiaanku yaAllah" ucap Ufi dalam hati. Matanya berkaca, bibirnya tersenyum bahagia melihat seseorang lelaki mengucapkan ijabkabul dengan satu tarikan nafas dan sangat lantang.
Namun semua berubah saat dia tau, malam itu dia berbicara dengan suaminya bahwa dia tak diinginkan oleh suaminya. Lelaki itu masih saja menginginkan mantan kekasihnya dan berharap penuh dengan harapan yang sangat besar tuk kembali dan berkeluarga dengan mantan kekasihnya itu.
Setiap malam saat hari itu ufi tak pernah luput dalam sholatnya berdoa dan meminta agar suaminya menginginkannya dan bisa membuka hati untuk istrinya.
"Aku bertahan selama ini dengan sakit dan air mata ini karena aku tak ingin ada perceraian yang sangat di benci allah Mas. Dan jujur akupun mulai mencintaimu dengan segala apa yang ada pada dirimu. Jika saja kau tau sesakit apa dan seberat apa beban yang kurasakan dengan semua sikapmu kepadaku" Lirih ufi dalam hati.
Setiap hari ufi berusaha sebaiknya untuk suaminya dan hanya untuk suaminya. Dia tidak akan menyerah dengan apa yang sudah dia mulai. Dia juga tidak akan mau mengecewakan ayah bundanya.
Namun sakit itu setiap hari makin menjadi-jadi. "Apakah memang takan pernah bisa cinta karena allah ini terbalaskan kelak" perlahan ufi mulai meneteskan air matanya lagi. Pipinya memerah, matanya sembab.
Didalam tangisannya dia masih ingat dengan suaminya dan tulus memperhatikan suaminya. Dia merogoh handphon di tasnya dan mengetik sebuah kata-kata agar suaminya tidak lupa makan siang dan menjalankan kewajibannya dan jelas dengan harap balasan dari suaminya.
Sekali lagi harapan itupun nihil, tak ada balasan dari suaminya yang sangat dia tunggu. Walau dia tau sangat kecil kemugkinan suaminya membalas tapi tetap dalam hati kecilnya masih berharap ada balasan dari suaminya.
"Apa salahku mas jadi kau seperti ini kepadaku, mengapa tuk membalas saja kau seperti tak sudi. Jika kau ragu dan merasa ini semua sia-sia mengapa tidak dari awal kau menolak sebelum semua ini terjadi" tangisnya semakin menjadi-jadi.
Perlahan dia usap tangisnya dan berjalan lesu menuju kamar mandi tuk mengambil wudhu untuk sholat zuhur. Dalam sholatnya ufi melepaskan semua keluhnya, sakitnya, gundahnya, kecewnya kepada sang pencipta. Dan berharap hari esok akan menjadi lebih baik lagi.
. . . . . . . . . . . . . . . . .
Maaf jika terlalu pendek di bab ini.
Semoga kedepannya bisa lebih baik lagi. Amiin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penyempurnaku.
RomanceKetika cinta bertepuk sebelah tangan dan semua tidak sesuai harapan bahkan hingga saat terakhir perjuangan. Namun tuhan berkehendak lain, diujung perjalanan tuhan membuktikan kekuasaannya.