Bab 11

24 6 0
                                    

Di pagi minggu yang cerah, Ufi sudah memakai pakaian rapi yang membuat dirinya semakin cantik dan mempesona sembari menunggu suaminya siap-siap. Hari itu mereka ingin kerumah Bunda wawan. Karena setelah menikah mereka masih belum sempat menengok sang Bunda.

Setelah sholat subuh tadi, wawan menemui istrinya dan mengatakan ingin menjenguk Bunda. Ada rasa rindu terpancar dari sang anak tunggal kepada bundanya yang sudah mulai menua dan ufi menangkap rasa yang tersirat itu dari tatapan teduh sang suami.

Selang beberapa menit wawan keluar dari kamar, dia memakai jeans biru pudar dengan setelan baju hem lengan panjang kotak-kotak bewarna abu-abu. Terlihat gagah dan masih terlihat berwibawa.

"Sudah siap mas" ucap Ufi.

"Hmm" jawab wawan singkat.

Rasa canggungpun tetap mewarnai perjalanan mereka memecah kemacetan,  jalan saat itu terbilang ramai karena memang berbarengan hari libur kerja.

Sesampainya dirumah Bunda. Mereka berdua turun dari mobil dan menuju rumah Bunda.

"Assalamuallaikum" ucap wawan santun.

"Waallaikumsallam, sebentar" suara seseorang di balik pintu itu yang wawan sudah sangat hafal dengan suaranya.

Setelah pintu terbuka. Wawan dan ufi menghambur senyum kepada bunda dan langsung mencium tangan bunda.

"Eh wawan sama ufi. Masuk nak, gimana sehat" ucap Bunda antusias beserta memberikan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

"Alhamdulillah sehat bun" ucap Ufi lembut sambil beranjak duduk di samping Bunda. Terlihat Ufi sangat menyayangi mertuanya tersebut seperti bagaimana dia menyayangi kedua orang tuanya.

Wawan diam-diam memperhatikan sikap istrinya dengan sang Bunda yang terlihat begitu akrab dan saling menyayangi.

Dalam lamunannya wawan terdiam seketika saat sang Bunda menanyakan kepada Ufi apakah sudah isi.

Tak berbeda dengan ufi. Tubuhnya seketika membatu tak bisa berkata apa-apa lagi.

"Belum Bunda. Mungkin Allah masih belum ngasih" ucap wawan memecah keheningan.

Bunda menarik nafas panjang menggambarkan kekecewaanya. "Oh iya kalian sudah pada makan belum" ucap bunda.

"Belum bunda, wawan ingin makan bareng Bunda lagi. Tadi juga wawan sempetin beli makanan kesukaan Bunda" ucap wawan

"Aku kedapur dulu ya Bunda buat menyiapkan makanannya" lirih Ufi seraya beranjak pergi kedapur diikuti Bunda untuk membantu menyiapkan makan.

.  . . . . . . . . . . . . . . . .

Wawan beranjak pergi masuk kedalam kamarnya yang dulu sering dia tiduri. Dia lepaskan semua apa yang berada didalam kepalanya dan berbaring menjatuhkan tubuhnya ketempat tidur.

Setelah beberapa menit ada suara ketokan pintu, ternya itu Ufi yang menyuruh suaminya agar ke meja makan agar bisa makan bersama-sama.

Tok tok tok " Mas ini Ufi. Kata Bunda segera kemeja makan untuk makan bersama" ucapnya hati-hati.

Ufi sempat kaget saat pintu kamar terbuka.
"Kenapa masih disitu" jawab wawan heran meliha istrinya masih diam menunduk di depan pintu.

. . . . . . . . . . . . . . . .

Mereka pun makan bersama sambil melepas rindu dengan di susupi kisah-kisah masalalu wawan yang membuat Ufi tertawa melepaskan senyumnya dan semakin membuat jelas lesung pipitnya. Entah sadar atau tidak disana ada wawan yang sedari tadi melihat senyum lepas Ufi.

Wawan tidak pernah memikirkan sebelumnya sampai akhirnya ada rasa kagum melihat senyum lepas yang manis diwajah cantik istrinya. Dia menerawang jauh dan bertanya dalam hatinya. Kapan terakhir atau bahkan kapan pertama kali dia pernah melihat istrinya sebahagia ini. Hatinya terdiam dan menjawab sendiri pertanyaan yang tadi terbenak dalam fikirannya. "Tidak pernah sama sekali". Hari-hari wawan terlalu datar untuk istrinya.

Terdiam wawan dalam lamunannya. Namun dua perempuan yang sedang asik berbicara tentang hal apa saja tak melihat dan menyadari perubahan wajah wawan yang diam seribu bahasa.

. . . .  . . . . . . . . . .

"Mas, boleh kita bicara?". Ucap ufi hati-hati.

"Hhmm" jawab datar wawan.

"Bunda ingin kita bermalam disini, dan saat beliau berucap aku melihat raut harap yang besar bercampur sedih Mas" sahut Ufi.

Wawan berfikir sejenak dengan apa yang didengarnya dan menelaah apa yang sebenarnya terjadi. Bayangnya menyusup kepada bundanya yang sudah beberapa bulan dia tinggalkan sendiri disini. Dan setelah mempertimbangkan semuanya wawan mengiyakan apa yang diinginkan sang Bunda.

"Kalo Bunda maunya seperti itu mau gimana lagi. Lagian kamu gak keberatan juga kan?" tanya wawan.

"Sedikitpun tidak ada merasa keberatan Mas. Tapi. . . .?" ucap Ufi gantung.

"Tapi apa?" ucap wawan sambil melihat wajah istrinya menunggu jawaban.

"Tapi apakah Mas gak papa, karena jika kita tidur disini berarti kita. . . ."

Wawan perlahan memahami arah pertanyaan itu. "Kita akan tidur sekamar, karena aku gak mau Bunda tau dengan apa yang terjadi didalam rumah tangga kita".

. . . . . . . . . . . . . . .

Wah wah ada yang mau tidur sekamar nih. Ciieee

Penyempurnaku.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang