Bab 9

20 6 0
                                    

Wawan POV

"Inikah akhir dari perjuanganku, tidak ini belum berakhir. Aku menikahinya karena keinginan bunda saja bukan karena aku menyerah. Hatiku masih untukmu dan berharap kembali bersamamu dalam dekap rindu" wawan berucap dalam lamunanya.

Setelah pernikahan itu berlangsung dimulai di mana wawan mengucapkan ijab kabul, fikirannya selalu mengutuknya dalam-dalam dengan apa yang sudah dia lakukan sampai saat inipun masih sama.

Karena menikah dengan pilihan bundanya jarak antara dia dan nayha semakin mustahil untuk disatukan kembali. Sebenarnya istrinya tidak bersalah namun setiap kali melihat wajahnya dia teringat dengan jarak yang semakin jauh dengan mantan kekasihnya tersebut untuk bersatu. Dia mulai benci dan bahkan memandang wajah istrinya saja tanpa berucap sudah membuat darahnya mendidih panas.

"Ck, ngapain sih perempuan ini menghubungiku dan mengingatkan aku makan dan sholat. Tanpa harus kamu ingatkanpun aku akan tetap makan dan sholat" gumamnya kesal melihat chat WA dari handphonnya.

Melihat tingkah istrinya kepada wawan bukan malah membuat wawan senang namun malah semakin benci kepadanya. Bahkan saat sang istri dengan sepenuh hati setiap pagi memasakkan sarapan untuknya.

"Nafsu saja tidak dengan melihat makanan itu. Apalagi untuk memakannya bisa-bisa aku sakit" gumamnya dalam hati.

Sama halnya saat berangkat kerja mereka satu mobil, sebenarnya membuat wawan sangat geram mengapa sampai bisa mereka satu mobil, dengan dongkol dia beralasan tidak bisa menjemput isttinya karena perbedaan jam pulang.

Untung saja istrinya mengundurkan diri, ada rasa puas di batinnya ketika mereka tidak lagi akan sedekat itu seperti didalam mobil sepanjang perjalanan kekantor. Itu sangat memuakan bagi wawan, waktu serasa ingin cepat-cepat berlalu dan sampai kekantor istrinya agar dia cepat turun dari mobilnya.

Hari-harinya muak karena setiap pagi dan pulang kerja pasti akan di suguhi wajah istrinya yang sok baik dan sok lembut menurutnya.

Dia ingin berkata kasar, namun tidak dilakulannya. Wawan memilih bersikap datar dengan istrinya agar dia tersadar bahwa wawan sedikitpun tidak mengharapakan kehadirannya didalam hidupnya.

Wawan takut akan melukai hati sang bunda jika sampai isi hatinya terbongkar dengan ketidak puasan pernikahan ini. Dia tidak mau bundanya sedih lagi. Dialah satu-satunya pengharap bahagia bunda di senja hidupnya. Dan membuatnya terpaksa melanjutkan pernikahan itu dan berharap istrinyalah yang memulai ingin bercerai.

Lamunannya buyar ketika suara handphonnya berbunyi. Di rogohnya handphonnya dalam saku dan mendapati chat dari istrinya, mengingatkan makan siangnya dan sholatnya.

"Ck dia lagi dia lagi" gumam wawan.

Namun yang tanpa dia sadari dia melakukan apa yang istrinya pinta. Setelah makan siang di caffe kantor dia langsung ke mushola kantor untuk melakukan sholat zuhur berjamaah bersama rekan-rekan kerja lainnya.

.  . . . . . . . . . . . . . . .

Terungkap sebenarnya seperti apa wawan memandang istrinya. Pembaca bisa menyimpulkan dan menyumpahi karakter wawan sesukanya. Asal jangan author ya yang si sumpahin :-)

Penyempurnaku.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang