Selamat pagi mentari, sapaan sinarmu mengetuk hatiku yg semula tak mengenal cahayamu.
Selamat pagi mentari, hangatmu memenuhi ruang didadaku yang terbiasa hampa.
Mentari jangan pergi.
-JSP-***
"Jingga Arrafa Abdullah. Nih bener ga nih aku nulisnya?" Suara Syasya membuyarkan keheningan suasana sore itu.
"Hmm bener" sahut Rafa, kemudian kembali asyik dengan pekerjaannya mengunting dan mengelem.
Sore itu Syasya dan Rafa mengerjakan tugas MOS mereka bersama di rumah Rafa. Besok pagi adalah hari pertama mereka akan bersekolah. Tak banyak tugas MOS dari sekolahan SMA Taruna Bhakti. Mereka hanya diminta untuk membuat papan nama untung di kalungkan dileher, dengan tulisan yang besar agar mudah dibaca oleh guru, senior, dan teman-teman baru mereka.
Kali ini mereka membagi tugas, Rafa membuat frame papan namanya dan Syasya menuliskan nama dan merapikannya. Tentu saja pembagian tugas ini ditentukan oleh Syasya yang sedari tadi cenderung atau bahkan terang-terangan mendominasi pembicaraan mereka.
"Jelita Syaya Paramadina. Jingga Arrafa Abdullah" guman Syasya sambil memandangi hasil tulisannya.
"Mantep, udah nih tugas aku Raf, kamu dah kelar bikin bingkainya?"Belum"
"Nih bagus ga Raf tulisannya?" Syasya menunjukan hasil tulisannya sambil menggoyang-goyangkannya. Gembira sendiri.
"Hmm"
"Kok hmm bagus ga?
"Ga"
"Ih kok ga bagus? Liat nih.. tuh udah aku pastiin tulisannya rapi, dan seragam.. setengah jam Rafa ak kerjain ini. Tuh liat dlu Rafa yang seksama" Syasya mencebikkan mulutnya.
Rafa hanya menoleh sesaat.
"Gimana? Bagus?"
"Bagus"
"Ish Rafa tu ya nyebelin. Ngayenlake" gerutu Syasya. "Bagus ga? Ga, bagus? Bagus! Kan gemes. Ya udah Sya sholat dulu deh ya biar dingin nih kepala" Syasya berlalu menuju mushola rumah itu. Syasya sudah beberapa kali diajak bundanya mampir kerumah Rafa jadi sekarang dia sudah mulai hafal tata letak rumah itu.
***
"Kalo wudhu tuh kakinya kudu sampai mata kaki, kalo ga tar ga sah"
"Astagfirullah Rafaaaaaa, kaget tauk" saut Syasya sambil mengusap-usap dadanya. 'Perasaan ga kedengeran lankahnya udah nonggol aja nih anak, mana tumben ngomongnya panjang banget' gumannya dalam hati.
"Iyaaaaaa ak ulang nih" sambung Syasya.
"Wudhu ga pake ngobrol"
"Galak." Bisik Syasya.
Kini keduanya sudah berada di mushola rumah Rafa. Syasya masih asik merapikan mukena yang sedikit kegedean dimukanya itu.
"Allahhu Akbar" suara Rafa nyaring tapi begitu terdengar merdu.
"Eh Raf, ini kita sholat bareng? jamaah gitu?" Sela Syasya
Rafa hanya mengangguk dan kemudian mengulang kembali takbirnya. Disatu sisi ada sedikit pahit terasa di dada Syasya, tanpa dia sadari moment shalat berjamaah dirumah itu terkahir dia lakukan bersama dengan mendiang ayahnya. Itu sudah sangat lama, dan betama moment itu adalah moment kecil yang sangat dia rindukan. Melihat ayahnya dengan senyuman yang teduh dengan suara merdunya ketika membaca ayat suci alquran. Dan setelah sholat pasti dia akan medapatkan ciuman kening dan usapan lembut dikepalanya. 'Ya Allah, Sya kangen ayah' bisiknya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelita & Jingga
RomanceMenceritakan kisah hidup dan romansa seorang gadis bernama Jelita Syasya Paramadina. "Langkahku takkan terhenti, walaupun mentari tak lagi menyinari. Karena hujan ini tak akan selamanya. Dan malam pun akan sirna. Semburat dan cahaya Fajar akan kemb...