two

3.8K 434 13
                                    

Jimin pov

"PLAK"

Tubuhku jatuh terjerembab ke lantai setelah mendapat tamparan keras dari seseorang. Siapa lagi kalau bukan ay- tidak, dia bukan ayahku. Aku tak mau lagi menganggapnya ayahku.

"Mau kemana kau? Malam malam begini bukannya belajar malah berkeliaran? Mau ke club lagi eoh?"

Aku sudah kebal mendengar ocehannya setiap hari yang hampir sama. Menyuruh belajar, mengurus perusahaan, dan paksaan lainnya.

Dia mulai menyiksaku semenjak aku memutuskan untuk mengambil kuliah jurusan hukum di universitas tempat aku belajar. Keinginannya adalah aku masuk jurusan bisnis dan ekonomi supaya bisa melanjutkan kepemimpinan perusahaannya sekarang.

Sebenernya aku mampu menuruti kemauannya jika dia tak melakukan hal bejat yang setiap hari dia lakukan, membawa wanita yang selalu berganti tiap harinya. Tak pernah meluangkan waktu untuk anak semata wayangnya ini, hidupnya hanya berputar pada uang dan wanita. See? Masih pantaskah dia kupanggil ayah?

"Iya aku akan pergi ke club bermain wanita lagi, puas?" Aku bangkit setelah menyeka sedikit darah yang ada di bibirku akibat tamparan tadi. Bahkan yang menampar tak merasa bersalahpun.

"Kau masih muda Park Jimin, manfaatkan masa mudamu"

"Cihhh!! Manfaatkan masa muda katamu? Lalu bagaimana denganmu yang tak pernah memperlakukanku sebagai anaknya sendiri? Toh aku juga bermain wanita karena memang meniru dirimu"

"PARK JIMIN!!!"

"DASAR ANAK TAK BERGUNA"

Kalimat yang paling kubenci keluar dari mulutnya lagi.

Aku beranjak pergi ke luar rumah begitu saja dari hadapannya. Teriakannya tak aku hiraukan. Biarlah aku dikata tak sopan atau membangkak.

Ketika sampai di halaman mansionku, kulihat wanita paruh baya yang baru saja keluar dari mobilnya, menatapku kaget, dia ibuku.


"Jimin? Kau mau kemana sayang malam malam begini?

Aku hanya menatapnya datar dan tanpa menjawab pertanyaannya aku pergi begitu saja menuju mobil sportku yang telah terparkir di sudut halaman.

"Jimin, eomma rindu anak eomma" Tanganku digenggam erat oleh ibu.

Apa katanya tadi? Rindu? Bualan macam apa ini?

"Kalau eomma rindu Jimin kenapa eomma meninggalkan aku? Kenapa eomma tak pernah pulang ke rumah dan membiarkanku disiksa tua bangka itu? Kenapa eomma?" Jimin kenapa kau cengeng sekali, kenapa kau menangis disaat seperti ini?

"eomma sibuk sayang, jadi...."

"Sesibuk itukah eomma sampai tak punya waktu untuk anaknya sendiri?

"Jimin..."

"Aku pergi eomma" Aku melepas genggaman tangan ibu, dan masuk ke dalam mobil kemudian pergi meninggalkan mansion megah itu.

Kuhapus kasar air mataku yang sialnya jatuh begitu saja. Tidak, aku tidak boleh menangis, aku harus kuat.

Ibuku yang biasanya menyayangi aku tatkala ayah menyiksaku tiga bulan terakhir ini jarang pulang ke rumah. Mengabaikanku tak pernah memberi perhatiannya kepadaku lagi seperti dulu.

Sebenernya aku sakit melihat ibu kandungku menangis karenaku. Maafkan aku eomma telah membuatmu menangis, tapi bagaimanapun, aku kecewa pada oemma. Tolong mengerti, eomma.

Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam, akhirnya mobilku sampai juga di tempat tujuanku.

Jalanan sepi di dekar gedung kosong yang biasanya dipakai untuk balapan liar. Tempat ini sulit dijamah para polisi, maka dari itu banyak yang berani melakukan tindak kriminal di daerah ini.

THE DESTINY (seulmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang