nineteen

2.5K 341 71
                                    

Seulgi pov

Bosan

Itu yang aku rasakan selama tiga minggu terakhir. Aku seperti kehilangan semangat dan tujuan hidup. Persis seperti saat pertama kali aku menyadari bahwa statusku berubah menjadi gadis tuna netra. Saat dimana aku kehilangan sesuatu yang berharga dalam diriku. Saat dimana penglihatanku mulai rusak dan tak berfungsi.

And now it's happened again.

Aku kehilangan tujuan hidup. Melamun, murung, dan kadang sering menabrak dan terjatuh karena tak fokus. Sekarang bukan karena aku sedih kehilangan penglihatanku. No!!

Tapi karena aku kehilangan sosok malaikatku. Kau tau siapa?

Right!!

He's Park Jimin.

Dia malaikatku.

Aku menyebutnya malaikat karena dialah yang merenggut sesuatu yang berharga untukku. It's my eyes. Dia mengambil dan merampasnya.

But,

Dia juga yang memberiku apa yang tak pernah orang lain berikan padaku. It's love. Dia memberiku cinta dan kasih sayang. Park Jimin memberiku semangat untuk bangkit dan terus berjalan menyusuri dunia walau tanpa kedua mata. Aku bangkit karenanya.

Dan sekarang malaikatku hilang. Bukan. Bukan menghilang. Lebih tepatnya takdir yang tak mengijinkan aku dan dia bertemu kembali.

And I miss him.

Miss so much!

Bahkan aku tak tau lagi bagaimana merangkai kata kata untuk mengungkapkan betapa rindunya aku pada pria itu. Tiga minggu lebih aku tak bisa bertemu dengannya. Setelah kejadian tak terduga itu terjadi Jimin tak pernah berkunjung kembali ke rumahku. Aku tau dia memberiku waktu. Dia juga pasti tak mau memberikan kesakitan lagi pada Daniel dan eomma.

Jikalau mampu, aku akan mencari Jimin, ke apartemennya ataupun ke tempat manapun asal aku bisa menemuinya. Aku ingin memberitahunya bahwa aku tak peduli. Tak peduli dosa apa yang telah dia perbuat selama ini. Tak peduli walau hatiku terasa remuk mengingat kenyataan yang ada.

Yang aku tau dan aku inginkan adalah dia. I need Park Jimin. Aku hanya butuh dia di sampingku. Menemaniku melewati semua duri yang ada di depan langkah langkahku. Seperti janjinya.

Tapi itu semua mustahil. Bagaimana tidak? Keluar dari rumah saja aku harus minta izin pada Daniel. Apalagi untuk bertemu Jimin. Aku tau Daniel melakukannya karena menyayangiku. Tapi, apa ini tak berlebihan?

Semua manusia pasti punya salah. Itu fakta yang tak bisa dihindari. Dan tugas kita sebagai manusia hanya bisa berusaha berlapang dada memaafkan. Benarkan?

Ah!! Pusing memikirkan cara kerja otak Daniel. Eomma saja sebenernya tak terlalu ambil pusing, walau nyatanya memang eomma masih belum bisa memaafkan Jimin sepenuhnya.

"Seulgi!"

Lamunanku buyar ketika mendengar seseoarang memanggil namaku. Kim Taehyung. Aku yang sedari tadi termenung di kursi teras rumah segera bangun berdiri.

"Hei" Aku tersenyum ramah sembari mempersilakannya duduk di kursi sampingku. Dia juga sudah lama tak ke rumahku. Entah apa alasannya.

"Mmm, ibumu dan Daniel ada Seul?"

Bukannya duduk atau menyapaku, Taehyung malah bertanya tentang eomma dan Daniel.

"Ada di dalam, kenapa?"

Aku menjawab sambil berjalan pelan masuk ke dalam rumah, tak lupa juga mengajak Taehyung untuk duduk di kursi ruang tamu.







THE DESTINY (seulmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang