twelve

2.7K 369 46
                                    

Author pov

"Seulgi-ya"

Jimin memanggil nama Seulgi lirih sambil berusaha tetap fokus menyetir dengan satu tangan. Sedangkan tangan lainnya menggenggam tangan Seulgi berusaha menguatkan gadis yang masih setia menunduk dengan tangan bergemetar itu.

Mereka berdua sedang berada di dalam mobil yang melaju menuju Sungai Han, sesuai apa yang telah Jimin janjikan.

Seulgi sudah meminta pada Jimin supaya berjalan kaki karena gadis itu masih trauma karena kecelakaan kemarin, tapi laki laki itu ngotot naik mobil, berlasan jika takut Seulgi capek. Tapi sejujurnya bukan itu alasannya, Jimin takut jika mereka berjalan kaki akan banyak orang yang mengejek Seulgi gadis buta di sepanjang jalan.

"Seulgi-ya"

Jari jari Jimin mengelus tangan mungil Seulgi. Dia merasa bersalah telah membuat gadis ini ketakutan, tapi sungguh ini juga untuk kebaikan Seulgi.

"Kan aku sudah bilang jalan kaki saja"

Jimin menepikan mobilnya tiba tiba tatkala telinganya menangkap suara isakan tangis Seulgi. Dia mematikan mesin mobil kemudian menarik pelan wajah gadis itu. Kedua ibu jarinya lantas menghapus lembut air mata Seulgi. Setelahnya laki laki itu memeluk erat tubuh bergemeter gadis itu.

"Maaf, maaf" Jimin menepuk nepuk punggung Seulgi pelan mencoba menangkannya. Tangan kanannya merogoh saku celananya kemudian mengambil sebuah benda pipih darinya, handphone Jimin.

Dalam keadaan masih memeluk Seulgi yang sesenggukan, Jimin mendial nomor seseorang.

"Yoboseyo?"





______













Di tengah hiruk pikuk malam hari, di senyap sunyi kegelepan yang diterangi cahaya kecil dari lampu jalanan. Seulgi dan Jimin duduk berdua menikmati angin malam di tepi Sungai Han.

Jimin terus tersenyum sambil menikmati pemandangan. Bukan. Bukan pemandangan Sungai Han yang indah di depannya. Tapi pemandangan wajah bak malaikat gadis di sampingnya. Kang Seulgi.

Kedua mata Seulgi terpejam menikmati angin yang menerpa wajah serta menghamburkan rambut rambut halusnya. Di dalam otaknya terus membayangkan bagaimana indahnya sungai di depannya yang biasanya dia kunjungi dulu. Sekarang dia hanya bisa membayangkan tak bisa melihatnya.

Jimin menggenggam tangan kanan Seulgi tatkala melihat raut wajah gadis ini berubah sedikit sendu. Dia tau pasti Seulgi sedang merutuki takdir buruknya.

Cukup Jimin membuat gadis ini menangis sepanjang perjalanan ke Sungai Han. Bahkan ketika Jimin meminta supir pribadi di rumahnya untuk menggantikannya mengemudi mobil, Seulgi tetap menangis di pelukan Jimin yang tak henti hentinya menggumamkan kalimat penenang untuk gadis itu.



"Taehyung siapa Seul?"

Seulgi membuka kedua matanya dan menoleh ke sampingnya dimana Jimin berada. Kenapa Jimin masih menyakannya, kemarin sudah dia bilang bahwa Taehyung sudah dianggap seperti saudaranya sendiri. Gadis itu diam beberapa detik.

"Setahun yang lalu dia yang selalu menemaniku di cafe tempatku bekerja" Seulgi menghela nafas pelan sebelum menceritakan bagaimana dia dan Taehyung bisa dekat.

"Taehyung selalu datang ke cafe malam hari memesan coklat panas hanya untuk menghiburku"

"Lalu?"

"Setelah itu aku dengar bahwa kedua orang tuanya meninggal, sejak saat itu aku tak pernah melihatnya lagi. Setahun berlalu akhirnya aku bisa berjumpa lagi dengannya"

THE DESTINY (seulmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang