thirteen

2.4K 353 34
                                    

Jimin pov

Kau tau artinya kehilangan? Sesuatu yang sudah kita dapatkan hilang begitu saja. Begitu juga yang aku rasakan. Bukan kehilangan barang. Tapi kehilangan seseorang yang telah mengisi hatiku.

Selama memutuskan beberapa wanita, tak pernah aku merasa begitu kehilangan seperti ini. Hatiku terasa hampa. Padahal baru satu hari aku tak bertemu dengannya, rasanya sudah berbulan bulan dia pergi.

Perginya juga tak jauh jauh, dia masih satu negara denganku. Tapi, kenapa bisa serindu ini Ya Tuhan.

Sekarang pukul 10 pagi. Dan aku masih belum beranjak dari tempat tidur, mengubur diri dalam selimut tebal yang hangat. Wajahku juga masih kusam, rambut acak acakan, serta badan yang bau karena belum mandi.

Ini hari minggu, jika Seulgi masih ada disini, pasti aku sudah mengajaknya jalan jalan keliling. Biasanya jika aku terbangun di pagi hari aku sudah disuguhkan dengan wajah damai Seulgi di ruang tamu. Itu yang membuatku bersemangat untuk bangun pagi. Tapi sekarang, yang menyemangatiku hilang, alhasil semangatku untuk bangun juga hilang.

"Huh"

Kuhembuskan nafasku berat. Tanganku bergerak untuk meraih sebuah bingkai foto di atas nakas dekat ranjang. Kuusap pelan foto itu. Kau tau siapa? Ya. Kang Seulgi.

Aku selalu memotretnya diam diam. Entah itu foto saat bersamaku atau saat dia sendiri. Foto ini baru satu dari sekian banyak foto yang kuambil diam diam. Hatiku selalu menghangat memandang wajah ayunya. Pun hanya dari foto seperti ini.

Sejujurnya aku keberatan melepas gadis itu dan menyerahkannya ke keluarganya. Tapi apa boleh buat? Aku tak boleh egois. Seulgi juga butuh ibu dan adiknya.

Aku jadi teringat momen itu. Saat Seulgi menangis tak ingin aku dan dia berpisah.









Malam itu,

Seulgi memelek tubuhku erat tatkala aku berniat pamit kepadanya. Daniel masih menatapku dengan tatapan yang aku tau persis bahwa itu tatapan tak suka. Apalagi setelah dia tau bahwa Seulgi tak bisa melihat lagi, dan itu karena aku. Tatapannya bertambah seperti tatapan benci.

"Noona, aku masuk dulu!"

Pemuda itu sepertinya jengah melihat kedekatanku dan Seulgi yang sudah seperti sepasang kekasih. Dia meninggalkanku dan Seulgi berduaan di halaman rumah sederhana itu.

"Seul, masuk ya?! Di sini dingin, nanti sakit bagaimana?"

Tanganku mendorong pelan bahunya, tapi Seulgi dengan kuat malah tambah memelukku erat. Kepalanya menggeleng di depan dadaku. Aku menghela nafas sambil mendongakkan kepala ke atas mencoba meredakan sesak di dadaku.

Sungguh, aku berat melepaskan gadis ini. Tapi aku tau, bahwa Seulgi milik keluarganya. Jadi aku tetap harus mengembalikannya ke sini.

"Jangan takut! Di rumah sudah ada ibumu yang menunggu di dalam"

Seulgi masih tak beranjak.

"Aku sudah membelikan semua kebutuhanmu, tongkatmu juga baru"

Setelah itu aku terkejut tatkala mendengar suara isakan dari gadis itu. Dia menangis keras hingga sesenggukan. Seulgi, tak taukah kau kelemahanku adalah saat melihatmu menangis?

Kupeluk erat tubuh mungil itu sambil mengusap usap rambut hitam legamnya.

"Kau harus mengunjungiku di sini!"

Seulgi menggumam kecil di sela isak tangisnya. Aku berpikir sejenak. Pasti akan sulit untuk mengunjungi Seulgi, Daniel akan menghalangiku. Aku yakin itu. Itu yang membuatku berat melepas Seulgi.

THE DESTINY (seulmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang