seven

3.1K 400 37
                                    

Author pov

Dalam keheningan dan gelapnya malam, hanya terdengar hembusan nafas dari dua insan yang masih betah berdiri di ruang tengah sejak beberapa menit yang lalu. Berpelukan dengan tangan sang pria yang melingkar manis di pinggang sang gadis. Seulgi terdiam begitu pula dengan Jimin. Keduanya sama sama tak tau apa yang harus mereka lakukan sekarang.

Setelah bibirnya mengucap kalimat yang bisa disebut sebagai kalimat sakral itu, Jimin hanya bisa terdiam. Pikirannya berkecamuk, hatinya seperti sedang berdebat dengan otak serta tubuhnya. Seumur hidup, selama dia mempermainkan wanita, bergonta ganti pasangan setiap jam menit, tak pernah dia merasa senyaman dan setenang ini. Sungguh Jimin tak habis pikir apa yang sedang diinginkan hatinya sekarang. Otaknya menyuruhnya melepas pelukan ini, tapi kenapa hati kecilnya berkata sebaliknya.

"Seul? Ayo kita mulai"

Seulgi terkesiap mendengar suara berat laki laki yang sekarang malah tambah mengeratkan pelukan dari belakang punggungnya itu. Dia sangat yakin suara detak jantungnya bisa didengar oleh Jimin. Tubuhnya seperti kaku tak bisa dikendalikan.

Sejak Jimin yang tiba tiba memeluknya dari belakang, jantungnya sudah tak sehat lagi, apalagi tatkala dia mendengar kalimat manis dari pria ini. Entah itu hanya bualan semata atau memang benar benar dari hatinya dia tak tau, tapi bagaimanapun hal itu sukses membuatnya merasa dilindungi dan disayangi.

Selama ini hanya keluarganya serta orang orang terdekatnya yang menyayanginya serta memperhatikan semua apa yang berkaitan dengan gadis itu. Tapi sekarang, dia bisa merasakan kasih sayang dari seseorang yang asing untuknya, bahkan dialah yang merenggut kebahagiaannya. Seharusnya dia bisa menolak semua perlakuan pria ini, tapi nyatanya dia malah seperti robot yang hanya diam kalau tak digerakkan oleh pemiliknya.

"Hei!!" Good damn!!! Seulgi mengepalkan kedua tangannya karene gugup. Kenapa suara laki laki ini semakin lembut dan lirih serta terkesan sexy secara bersamaan.

"Ne?" Hanya itu yang bisa diucapkan Seulgi sekarang.

"Ayo kita mulai"

"Mu....mulai? Mulai apa?"

"Menghafal letak letak ruangan di apartemenku. Akan kubantu" Seulgi menghembuskan nafas lega mendengar penuturan Jimin, pikiran gadis itu sudah melalang buana tak tentu arah karena kalimat Jimin tadi.

"Hmmm" Seulgi menganggukan kepalanya tanda ia setuju.

Dengan keadaan masih memeluk dari belakang, Jimin perlahan meraih tongkat yang ada di genggaman sang gadis kemudian menariknya pelan.

"TUCK"

Suara tongkat terjatuh ke lantai menggema di ruangan itu. Jimin dengan sengaja melemparkannya asal. Seulgi mengerutkan kedua alisnya heran.

"Jim - "

Gadis itu mengurungkan niatnya yang hendak memprotes Jimin tatkala dia merasakan sentuhan lembut di kedua tangannya. Dia bisa merasakan ada dua telapak tangan yang menimpa punggung tangan kanan dan kirinya serta tautan jemarinya dengan jemari tangan tersebut.

"Ini ruang tengah tempat biasanya aku bersantai dan menerima tamu" Mereka berdua mulai berjalan pelan. Perlu dingatkan kembali bahwa mereka masih berpelukan dan menautkan kedua tangan mereka. Benar, Seulgi seperti robot yang dikendalikan oleh pemiliknya. Buktinya sekarang Seulgi hanya menurut kemana langkah kaki Jimin menuntunnya.

"Ini sofa tempat untuk berbaring dan duduk, dan di depannya itu ada televisi" Tangan kanan Jimin menuntun tangan kanan Seulgi menyentuh sofa di dekat mereka, sedangkan tangan kirinya menuntun tangan kiri Seulgi menunjuk televisi yang terletak tak jauh dari sofa.

THE DESTINY (seulmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang