Chapter 27 : Radioactive desert

183 13 17
                                    

Beberapa saat setelah Bayu pergi.

"Itu aneh..." ucap ilmuwan di samping Frank.

"Aneh?." Tanya Frank.

"Kau pasti menyadarinya, anak itu seolah tidak mempunyai energi sihir. Bahkan aku tidak bisa merasakannya." Ungkap ilmuwan itu.

"Hmm... kau ada benarnya." Ucap Frank sambil melangkah pergi.

    *               *               *               *

1 jam terbang menjelajah gurun.

Sejauh ini tidak ada yang terjadi, bahkan tidak ada penampakan bangunan satupun. Aku sedikit khawatir jika saja bangunan yang kucari berada di bawah pasir, maka akan 100 kali lebih sulit dari pada mencari pacar. Tunggu, sepertinya pacar lebih sulit.

"Apa tidak ada petunjuk sama sekali?." Gumamku pelan.

"Seharusnya aku tidak perlu buru - buru tadi."

Yah, menyesal sekarang sudah terlambat. Perang juga akan terjadi, membuang waktu bukanlah hal bijak saat ini. Jadi aku akan terus melaju menuju tak terbatas dan melampauinya (Fans si kuning bawah laut nih.)

     *            *             *              *

Setelah terbang sekitar 2 jam, akhirnya aku merasa badanku sudah mencapai batasnya. Padahal aku sedang berada di dekat badai pasir. Mengingat soal pasir sedikit membuatku merasa takut.

Yah, lupakan pasir, sekarang saatnya istirahat.

Aku menukik turun kebawah dan mendarat di atas sekumpulan Sandstone. Setelah terlebih dahulu melepas wujud Phoenix-ku, aku menghancurkan Sandstone itu, mengambilnya, dan membuat sebuah rumah kecil. Hanya untuk berlindug dari terik matahari.

"Fuhh. Panas!." Keluhku.

"Shiro minta airnya!, ah... dia tidak disini." Gumamku pelan.

"Lagipula dengan pakaian ini tidak aku tidak bisa makan maupun minum."

"Buka dikit joss, err maksudku buka dikit bajuku, maka aku hanya tinggal nama saja di dunia ini." Gumamku lagi. Sepertinya aku semakin sering bergumam sendiri.

Setelah selesai membuat rumah kecilku, aku masuk kedalamnya. Masih terasa panas, tapi tidak terlalu daripada saat diluar tadi.

5 menit berada didalam sini membuatku sadar akan sesuatu. Badai pasir itu sama sekali tidak bergerak layaknya badai pasir. Padahal aku pikir dalam beberapa menit lagi tempatku berlindung ini akan ditelan oleh badai itu.

Tapi sisi lainnya aku yakin bahwa di dalam badai itu ada sesuatu.

Aku akan bersiap sekarang, setiap menit berharga layaknya sebuah komputer gaming saat ini. Aku harap bisa bermain game komputer seperti itu.

Saatnya terbang lagi, tidak ada yang tertinggal, hanya jejak kaki saja yang kutinggal di sini.

Saat aku hendak kembali terbang tuk melanjutkan pencarianku, suara misterius terdengar menyapaku.

"Sudah mau pergi?."

Asal suara itu dari belakangku, membuatku menoleh guna mencari tahu siapa yang baru saja menyapaku. Tapi suara ini pernah kudengar.

Kuketahui asal suara itu ternyata berasal dari Herobrine, dia berdiri diatas Sandstone yang kugunakan sebagai atap.

"Err... apa yang kau lakukan disini?." Tanyaku.

"Tanpa baju anti radiasi pula?." Tanyaku lagi.

"Untuk pertanyaan pertama, aku kemari karena sebelumnya aku sudah mengatakan aku akan menemuimu saat sudah pulih."

"Untuk pertanyaan kedua. Karena kutukan Green Steve, radiasi disini bukanlah masalah untukku." Jawabnya.

"Lagipula, kau juga sebetulnya tidak perlu menggunakan baju itu, selama masih terbalutkan api milikmu kau tidak akan terpapar." Jelas Brine pula.

"Kenapa kau tau begitu banyak tentangku, seolah kau menguntitku diam - diam." Tanyaku pada Brine.

Dia tersenyum diikuti tawa pelannya.

"Entahlah, kau akan tahu sendiri tentang hal itu, tentang mengapa aku tahu banyak tentangmu." Ucapnya sambil menatap ke arah dimana badai pasirnya berada.

Aku terdiam penuh tanya mendengar hal itu. Aku sendiri merupakan orang yang sangat tidak menyukai teka - teki, tapi juga pandai dalam menyelesaikannya. Ironis ya...

"Karena kau tidak punya banyak waktu untuk dihabiskan, aku akan memberitahukan dimana pedang yang kau cari itu berada." Ucap Brine yang melompat turun kebawah.

"Lokasinya berada ditengah - tengah badai itu, disana tidak ada radiasi. Jadi kau bisa membasuh tenggorokanmu yang kering nanti."

"Bagaimana kau bisa tahu?." Tanyaku pula.

"Aku sudah pernah kesana. Walaupun hanya di luarnya saja." Jawab Brine.

"Kenapa?. Seharusnya kau tinggal ambil saja pedangnya, itu lebih menghemat waktu."

"Pemikiran yang bagus nak, tapi sayangnya karena kutukan ini, aku bahkan tidak bisa masuk kedalam kuil itu, bahkan berada di luarnya saja membuatku merasa kesakitan." Brine menjelaskan. Sekarang semakin jelas, bahwa kutukan Green Steve membuat siapapun mempunyai hawa yang sama sepertinya.

Bahkan dalam kasus terburuk bisa menjadi seperti Entity, hanya pemikiran detektif tamvan yang mencoba memikirkan jalannya permasalahan saat ini.

Walaupun aku sendiri tidak paham.

"Apa aku bisa tersesat?."

"Maksudku di tengah badaikan?, aku yakin bahkan kau tidak tahu seberapa tebal badai pasir itu." Ucapku.

"Hanya sekitar 99 persen kau akan tersesat, masih ada harapan." Ucap Brine santai.

"Itu sih bukan harapan namanya!." Seruku.

"Ayolah, bukan hal yang sulit untuk menemukannya, jika kau memang seorang pahlawan yang ditakdirkan untuk menjadi salah satunya, seharusnya kau tidak akan menyerah begitu saja." Ucap Brine berusaha menyemangatiku. Tapi dengan wajah datarnya itu membuat semangatku menjadi menurun, apa hal ini juga merupakan kutukannya?.

"Terima kasih penyemangatnya."

"Kau juga tidak seperti apa yang kudengar." Gumamku pelan.

"Hmm... kau mengatakan sesuatu?." Tanya Brine.

"Tidak ada, hanya perasaanmu saja. Lagipula disini panas, mungkin hanya fatamorgana yang merasukimu."

"Fatamorgana tidak berbicara, lagipula itu imajinasi." Ucap Brine menyipitkan mata putih bersinarnya.

"Hm, begitu ya. Aku harus banyak belajar IPA lagi."

"IPA?." Tanya Brine.

"Sudahlah, aku akan berangkat sekarang. Sudah terlalu lama sendiri, maksudku sudah terlalu lama aku disini menghabiskan waktu yang penting ini." Ucapku.

"Oke, pergilah dan jangan tersesat." Ucap Brine.

"Dimengerti!." Ucapku sambil memasuki mode Phoenix-ku dan terbang meninggalkan Brine jauh di bawah, kecepatanku mungkin sekitar 300 kilometer perjam.

Hanya jika tidak ada yang menghalangi, jika ada yang menghalangi aku jadi ragu juga untuk menggunakan kecepatan maksimalku.

Sementara itu di tempat Herobrine...

"Dia akan menyadarinya, lagipula dia sama sekali belum mempunyai kekuatan penuhnya." Gumam Brine.

"Maaf ya, aku tidak bisa mengubah sejarah..."























"...dan janji disaat kita bertemu dulu."

      *            *             *              *

Pertanyaan semakin banyak, teka - teki juga semakin jelas. Sekarang hanya tinggal kaulah yang harus menemukan kebenarannya.

Mr. Author.

Minecraft RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang