Side Story

235 47 0
                                    

Mobil milik Nathan melaju cepat membelah padatnya jalan pagi cerah ini. Kemurungan kini tengah menyelimuti ekspresi wajah tampannya yang agak sedikit ada kantung mata samar. Waktu semalam yang ia gunakan tidak untuk tidur, melainkan hanya diam berbaring di atas kasur tanpa ada kantuk sedikitpun. Laki-laki itu baru tidur pukul tiga pagi tadi.

Lima belas menit berlalu dari start awal ia melajukan mobilnya, kini rumah bercat biru langit sudah menantinya di depan mobilnya yang sudah berhenti. Laki-laki itu menekan tombol klakson mobilnya. Memberi tanda pada si pemilik rumah agar segera keluar dari kediamannya.

Tak perlu begitu sopan pikirannya. Toh rumah itu hanya dihuni seorang gadis dengan beberapa pembantu, karena tuan dan nyonya'nya adalah orang yang super sibuk. Yang pastinya akan jarang berada di rumah. Nathan sudah hapal tentang itu sejak lama.

Tinn..

Tinn..

Tinn..

Terus, dan Nathan nampak acuh saja atas pekerjaannya itu.

Sampai satu menit kemudian terdengar suara bantingan pintu dari arah rumah itu. Disana muncul gadis berambut pirang sebahu dengan baju kasual yang simpel. Membuat Nathan berhenti menekan tombol klakson mobilnya.

Dengan raut wajah kesal gadis itu masuk ke dalam mobil Nathan. Jangan lupakan bantingan pintu mobil yang cukup keras.

Sesampainya di dalam mobil, gadis itu hanya diam menatap lurus ke depan. Masih dengan raut wajah kesal, ditambah kerucutkan bibir peach'nya, dan dua tangan yang terlipat di depan dada.

"Kau tahu, telingaku serasa ingin pecah. Bayangkan, hampir setiap pagi kau seperti ini. Apa klakson mobilmu itu tidak pernah putus kabelnya sehingga bisa kau tekan terus menerus seperti itu setiap hari di depan rumahku. Apa kau tidak bisa memanggilku baik-baik. Kau turun dari mobilmu, berjalan ke depan pintu rumahku, lalu mengetuknya, dan kau bisa panggil namaku dengan lembut, misalnya. 'Jessie cantik, aku sudah sampai' seperti itu?"

Wanita cantik bernama Jessie itu mengoceh habis-habisan. Dan Nathan sudah biasa mendengarkannya hampir setiap pagi saat menjemput wanita itu ke kampus.

Jessie adalah teman Elle juga, mereka sudah berteman sejak senior high school, jadi pantas jika ia juga dekat dengan Nathan. Namun kini, semenjak mereka ada di bangku perkuliahan, kedekatan Jessie dengan Elle tidak sedekat hubungan Jessie dengan Nathan.

Semenjak kelulusan SHS lebih tepatnya. Jessie lebih dekat dengan Nathan karena keduanya mengambil jurusan perkuliahan yang sama. Itu menjadi salah satu faktor pendekat mereka. Sebagai sahabat.

Nathan kembali menjalankan mobilnya. Senyum di bibirnya sedikit tersungging karena suara jernih nan melengking milik Jessie. Suara yang setiap hari pasti ia dengar dengan baik dan omelan itu pasti juga tertuju padanya. Pasti. Karena Nathan suka menjahili Jessie dalam berbagi keadaan, bahkan saat ia lelah sekalipun.

"Apa kau tidak punya malu pada tetangga-tetanggaku, huh? Mereka bisa saja mengiramu orang gila yang sialnya bisa mengendarai mobil bagus."

Dan ucapan bernada kesal itu lantas membuat Nathan melepas tawanya.
"Bukankah aku sudah gila? Karenamu'kan Jessie?"
Ia melirik Jessie dengan senyuman yang terlihat begitu laknat oleh Jessie sendiri.

Jessie lantas menggeram lalu memberi tinjuan ke lengan Nathan. Tidak bertubi, hanya sekali namun begitu keras dan terasa sakit. Membuat Nathan mengaduh.

"Aww.. sakit Jessie."

"Biarkan saja! Kau begitu menyebalkan di pagiku yang indah ini. Dasar! Perusak suasana!" Maki Jessie.

"Baiklah aku salah. Maafkan pangeran, tuan putri.." Nathan memelankan laju mobilnya lalu menatap bulat wajah Jessie. Jessie juga menatap Nathan kesal, lalu berubah 180° saat benar-benar menatap Nathan dengan lebih teliti.

"Nath, jangan bilang kalau kau tidak tidur lagi semalam? Lingkar hitam di bawah matamu tetap terlihat walau samar." Jessie berubah menatap Nathan dengan mata yang terfokus pada mata bawah Nathan yang nampak hitam seperti panda.

Nathan terlihat acuh dan memasang wajah enggan lalu kembali menatap ke depan.
"Habis bagaimana, aku masih kepikiran terus dengannya." Nathan mendesah kecewa.

"Memangnya bagaimana?" Jessie mengangkat satu alisnya.

"Wanita itu datang lagi dalam hidupku. Dia yang sempat menghilang tanpa kabar apapun empat tahun silam." Nathan mengetuk-ngetukkan telunjuk kirinya di stir mobilnya.

Jessie tersenyum samar.
"Hyerim? Tapi bukankah kau bilang jika ia sudah tidak mencintaimu, lalu untuk apa ia kembali lagi? Apa dia menarik kata-katanya dulu padamu?" Ia ikut menatap ke depan.

"Tidak. Gadis ini tidak bernama Hyerim ataupun berniat kembali mencintaiku. Ia gadis asing dari Amerika yang berdarah Korea. Sama persisi seperti Hyerim namun ia bukan Hyerim. Ia bahkan tidak mengenalku." Jawab Nathan panjang. Lalu menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.

"Apa yang membuatmu yakin jika ia Hyerim? Bahkan disaat ia tidak mengenalmu?" Melirik Jessie sambil menyipitkan mata biru terangnya pada Nathan yang tengah berekspresi seperti kelelahan.

"Dia adalah duplikat Hyerim. Percayalah padaku, Jessie. Kau akan terkejut saat melihatnya. Aku bahkan sempat berpikir kalau ia adalah Hyerim yang pura-pura tidak mengenalku. Tapi sepertinya ia jujur." Natahn mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Berusaha menyakinkan tembakkannya sendiri dengan percaya diri tinggi.

Jessie mengangkat bahu acuh atas ucapan Nathan ini. Ia memang sudah tahu tentang semua. Wajah Hyerim bagaimana pun ia sudah tahu. Masa lalu Nathan pun ia sudah tahu.

Karena Nathan tak memiliki rahasia apapun dengan gadis spesial ini. Jessie tahu apapun tentang Nathan, namun Nathan hanya sedikit tahu tentang Jessie.

Sebenarnya bukanlah hal yang impas. Namun sebagai sepasang sahabat, Jessie bahagia bisa diterima dan menerima Nathan disetiap deru napasnya setiap hari. Karena Nathan adalah orang spesial pula.

"Ok, semoga ini bukan menjadi awal masalah lagi bagimu. Karena jujur aku sangat kesal padamu."  Jessie mencebik, ia memutar bola mata malas setelah melirik Nathan.

Nathan hampir saja tergelak. Ia tersenyum manis lalu melirik adik kecilnya di samping —yang selalu kekeuh tak mau memanggilnya dengan embel-embel 'Kak'. Satu tangan marah terulur untuk mengacak pucuk kepala Jessie dengan brutal.

"Ahh.. kau manis sekali. Dasar bocah!" Nathan mengacak habis-habisan rambut yang sudah ditata rapih milik Jessie. Membuat gadis itu seketika naik darah hingga ubun-ubun.

"NATHAN!!!" Jeritan histeris itu mengundurkan tangan Nathan yang terulur kembali ke depan stir. Nathan kini sudah tergelak melihat wajah merah dari Jessie yang nampak begitu lucu dimatanya.

"Sudah, diam. Kita akan menjemput Chanyeol juga.." Nathan melanjutkan ucapannya. Berniat mengalihkan pembicaraan sambil menahan tawa.

. . .


260818—994w

Everytime [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang