Side Story

201 29 0
                                    

Kau tahu, bahkan sangat tahu, kenapa diantara angin tak pernah ada vokal yang berbicara. Kamu bahkan juga paham, kenapa api tak pernah mau menyapa air dalam setiap derasnya hujan.

Alasanku bahkan tak pernah berguna dalam aliran darah dalam tubuhku, hingga detakan jantungnya pun tak aku perdulikan lagi. Aku ingin melepaskan semua ini dan membiarkanmu pergi mengembara lagi menuju temu yang lain. Dalam percarian jati diriku yang baru dalam sosok seorang manusia lain selain diriku.

Aku tak ingin paham, dan tak ingin mengetahui seluruh alasan yang masih membuatmu tinggal dalam ingatanku juga hatiku hingga detik terakhir ini. Aku tak ingin tahu, apapun yang mendorongmu pergi kelak, aku hanya ingin memelukmu hingga aku puas. Namun kau tahu, tak ada kepuasan dalam diriku atas dirimu. Aku bahkan mengabaikan bagaimana alam hampir membunuh rasa ini dengan sebuah kecewa yang kau ciptakan.

Air mata ini terus turun. Perlahan menderas dan kini sudah membentuk sungai kecil yang deras membentang di tulang pipiku. Kerongkonganku serasa tersendat oleh waktuku yang terus bergulir tergesa menuju sebuah akhir. Hal tersebut masih terasa ambigu dalam otak kecil ini. Sejenak masih dapat berpikir dalam diammu yang terus saja menikam pernapasanku.

Dengan tubuh ringkih ini, kira-kira sampai mana aku mampu bertahan? Lalu dengan perasaan sedalam ini, dimanakah tujuan akhirku? Dimanakah aku akan bernaung di ambang hidup dan mati ini?

Aku mungkin menyesal, tapi tak seluruh hidup ini ku sesali. Sebuah alasan sederhana yang terus membuatku bimbang luar biasa, yang terus berusaha ku hapus namun goresan tinta takdirmu diatas segalanya. Sekali lagi aku lemah dihadapan semuanya, ketika aku jatuh pun dirimu tak serta ikut terjerumus. Kau ... masih berdiri di tempat yang sama dimana kita berdua pernah berdiri untuk sebuah tawa sederhana milikmu.

Seperti musim gugur kali ini, ketika sang bayu berhembus demi kejatuhan sebuah daun yang rapuh.

Lalu mengapa daun tersebut tidak pernah menyalahkan angin untuk kejatuhannya?

Andai takdir ... jika kau percaya itu, pun semua akan baik-baik saja.

Dimana ketika aku akan kembali hidup, kau bisa pergi ke sana. Temui aku dalam takdir.

Takdir ... ini lebih terasa menyesakan dari apa yang pernah aku rasakan selama hidupku. Tapi sekali lagi takdir menggariskan jika kau dan aku harus berpisah. Dan untuk kedua kalinya takdir membiarkan aku yang meninggalkanmu disini.

Tapi kupercaya kau tak pernah berjalan sendirian, aku selalu menemanimu dalam angan.

Jangan tangisi waktu ini, biarkan setiap sudut wajah manismu terbingkai oleh sebuah senyuman, atau tawa yang terakhir kali kita ciptakan diwaktu itu. Kita ... entah kapan aku akan terus seperti ini, tapi jangan biarkan hatimu terus mengharapkanku. Ketika kau ingin berhenti bersamaku, lihat saja dimana banyanganmu berada. Disana aku akan mengulurkan tangan dan memberikan senyum termanis di dunia, untukmu.

Aku harus pergi ...

Nyawa ini, hati ini, cinta ini ... diriku, akan terus hidup dalam bayangan hidupmu selanjutnya meski dengan raga yang sudah melebur dari dunia.
Namun ada satu janji yang harus kau dengar,

Di detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, bahkan abad berikutnya aku akan kembali, untuk dirimu ... lalu terima kasih untuk segala-galanya.

Aku berjanji akan terlahir lagi untuk dirimu ...

Disiapkan hatinya buat besok, semangaaaat!

[2019.04.28|504w]

Everytime [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang